SejarahHidup Nabi Muhammad ~ Husain Haekal ; Titik Hening ~ J. Sudrijanta ; Capita Selecta 2 ~ M. Natsir (Download) Capita Selecta 1 Maryam "Bunda Suci Sang Nabi" ~ Sibel Eraslan ; Perempuan yang Menggetarkan Surga ~ Haris Priyatna ; Hati yang Bertasbih ~ Garina Adelia Harta Pusaka Cinta
Zakaria semakin heran ketika melihat buah-buahanmusim dingin berada di situ. Bahkan, buah-buahan yangnamanya belum pernah diketahuinya pun ada dalam nampantersebut. Baunya sangat harum, berwarna cerah, dan dalam usianya yang masih sangat muda waktu itu,Maryam telah berkata penuh hikmah kepada Zakaria yangsudah berusia lanjut. “Jika berkehendak, Allah kuasa melimpahkan rezeki yangtidak terbatas...” Ya, sungguh benar apa yang telah Maryam katakan. Segalanya harus diminta dari sisi Allah. Dialah Zat yangperbendaharaan kekayaan-Nya tiada berbatas dan tidakmungkin berkurang. Sungguh, Maryam adalah putri yang mulia dengan kata-katanya yang penuh hikmah. Sebenarnya, hakikat yang didapati Maryam bersumberdari ajaran Nabi Zakaria. Kini, kepribadian mulia yang adapada diri Zakaria telah berkembang, pecah menjadi Zakaria pun mengangkat tangan untuk berdoa kepadaAllah agar dikaruniai keturunan yang juga berhati muliaseperti Maryam. Maryam sangat jarang bicara. Dirinya selalu bergegasuntuk kembali mendirikan salat dan memperbanyak zikirkepada Allah. Nabi Zakaria yang melihat kepribadian Maryamini tak kuasa menahan tangis. Ia berucap syukur kepada Allahdalam lantunan doa. Sungguh, Maryam memang hamba yang mulia. Diaibarat bunga yang terjaga dengan sempurna sepanjang hari,terutama di waktu malam yang digunakannya untuk selalubertasbih kepada Allah. dirinya dikarunia seorang putra yang muliaseperti dirinya... Demikianlah suara lembut hati Zakaria untuk berdoakepada Tuhannya.... “Yang dibacakan ini adalah penjelasan tentang rahmatTuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkalaia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Iaberkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dankepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewadalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnyaaku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedangkanistriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah akudari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisiku danmewarisi sebagian keluarga Yakub; dan jadikanlah ia, yaTuhanku, seorang yang diridai.” Maryam 19 2-6 Kemudian, Zakaria berpamitan dengan Maryamuntuk kembali membuka dan menutup semua pintu serayakeluar dari mihrab. Saat Nabi Zakaria berjalan di dekat tempat pengumpulankurban, ia kembali melihat seorang pemuda berpakaian putihyang sedang menunaikan salat. Dengan cepat, Zakaria melangkahkan kaki mendekati pemuda itu. “Mengapa di malam yang gelap gulita ini pemuda itusudah berada di sini? Bagaimana dia bisa memasuki ruanganini? Tidak ada orang lain di tempat itu. Lantas, bagaimana diatiba-tiba bisa masuk?” pikir Nabi Zakaria. Saat itulah sang pemuda yang tidak lain adalah MalaikatJibril itu berseru kepada Zakaria . Zakaria, sungguh Kami memberi kabar gembirakepadamu akan beroleh seorang anak yang namanya Yahya,yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orangyang serupa dengan dirinya.” Maryam [19] 7 Zakaria pun kaget seraya berlindung kepada segera mengucapkan basmalah dan bergegas mendirikansalat. Suara yang baru saja didengarnya itu kini kembaliberseru kepadanya. Para malaikat memanggilnya ketika dia berdirimelaksanakan salat di mihrab. “Allah menyampaikan kabargembira kepadamu dengan kelahiran Yahya yang akanmembenarkan sebuah kalimat firman dari Allah, panutan,berkemampuan menahan diri dari hawa nafsu, dan seorangnabi di antara orang-orang saleh.” Ali Imran [3] 39 Seusai mendirikan salat, Zakaria mengangkat keduatangannya untuk kembali berdoa dengan hati yang palingkhusyuk. “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak,sedangkan aku sudah sangat tua dan istriku pun mandul?Berilah aku suatu tanda bahwa istriku telah mengandung.” Wahyu pun turun... Tandanya bagimu adalah bahwa kamu tidak dapatberbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali denganisyarat. Dan sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknyaserta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” Zakaria hampir pingsan tertelungkup saat bersujud. Iapun melakukan sujud syukur atas kabar gembira itu. Kedua masih berdesing. Jantungnya juga berdebar-debarkeras merasakan wahyu yang baru turun. Dirinya telahmendapatkan limpahan nikmat yang sangat besar. Allah telahmenurunkan wahyu-Nya untuk memberikan kabar gembirayang telah bertahun-tahun dinantikannya dengan penuhharapan dan ratapan. Nabi Zakaria luluh dalam tangisan. Napasnya seakan-akantersendat. Ia luluh dalam tangisan sampai susah bernapasdalam tangisan disertai batuk yang tidak berhenti. Beberapasaat kemudian, suara tangisannya terdengar seperti seorangyang terjepit di antara dua pintu atau tertindih batu. Doa-doayang ia panjatkan seolah-olah telah mengeluarkan isi jantungdan hatinya. Tiba-tiba, dari dalam ruangan memancar seberkascahaya. Pada saat yang sama, Zakaria merasakan tubuhnyaditindih sesuatu yang sangat berat. Ia pun kemudian berusahamelonggarkan ikatan pada kerah bajunya. Tubuhnyakembali tertelungkup saat mencoba berjalan menuju ruangpersembahan karena lantai yang begitu dingin tersentuhkedua telapak kakinya. Nabi Zakaria pun menggigil sepertiterkena malaria. Ia tidak mampu berbuat apa-apa. Tak mampumembuka mulut untuk berteriak meminta bantuan. Tubuhnyaterus menelungkup dengan kedua kaki yang ia ganjalkan padaperut untuk menahan dingin yang semakin yang luar biasa. Bibirnya kini bergetar dengan gigi-gigi yang saling berbenturan. Dalam kondisi seperti ini, takada yang mampu ia lakukan kecuali mengucapkan kata Allahlewat getaran di bibirnya. Entah berapa lama Zakaria beradadalam keadaan seperti itu. Ia mencoba bangkit, namun selalukembali jatuh. kedua matanya dapat terbuka, hari sudah menjelangpagi. Ia pun berusaha bangkit dalam keadaan sekujur tubuhkuyup oleh keringat. Perlahan, ia mencoba membenahi jubahdan syalnya, serta beranjak kembali ke rumahnya. Al-Isya sangat kaget begitu membuka pintu untuksuaminya. “Apa yang telah terjadi, bagaimana keadaan Maryam?Mengapa terlambat begitu lama?” tanya al-Isya. Zakaria tidak menjawab berondongan pertanyaan seolah-olah terkunci dan lidahnya tidak lagi dapatberkata-kata. Seluruh kata tertelan ke dalam mulutnya. NabiZakaria tidak dapat berbicara. Kemudian, ia memberikanisyarat untuk diam dengan jari tangannya dan kemudianberanjak menuju kamar. -o0o- Genap tiga hari nabi Zakaria tidak keluar dari masih sama dengan hari pertama, terus menggigildan menangis sambil berzikir kepada Allah. Orang-orang yang datang ke rumahnya mengira dirinyasakit parah. Mereka pun panik dan khawatir. Namun, Zakariamemberikan isyarat dengan tubuhnya agar mereka jangansedih dan khawatir. Ia mencoba meyakinkan kerabatnyabahwa dirinya baik-baik saja. Tiga hari lamanya Zakaria dalam keadaan seperti itu. Yang keluar dari mulut Zakaria bukanlah kata-kata dankalimat. Tidak ada seorang pun yang memahami arti suaranyadalam napas yang terengah-engah, tersedak dalam juga sama sekali tidak berkenan makan maupun minum. al-Isya paham. Suaminya sedang menyimpanrahasia yang begitu luar biasa. Nabi Zakaria kembali jatuh pingsan setelah menyebutYaa Rabb!’ Begitu siuman, ia segera mengambil wudu untukmendirikan salat. Saat salat, ketika menyebut kata Ya Allah’,kedua kakinya gemetar sampai kemudian jatuh dalam isak yang sedu-sedan yang terdengar dari lafaz dari lafaz-lafaz zikir itu, hanya Allah dan Nabi-Nyayang tahu. Nabi Zakaria tenggelam dalam lautan zikir. Lidah dan kedua matanya tidaklah berucap dan melihatselain kekuasaan Allah. Nabi Zakaria memang seorang ahli zikir. Hatinya begitulembut. Ia telah mengorbankan seluruh hidupnya untukmerawat Maryam, keponakan dari istrinya. Sungguh, iaadalah seorang nabi yang penuh pengorbanan. Alim. sangat senang menunaikan salat. Tidak pernah sejenak punlupa dari berzikir kepada Allah. Namun, kondisinya saat ini luar biasa. Nabi Zakariaseolah-olah seorang hamba dari alam lain. Ia tidak berbicaradan hanya mengeluarkan suara yang menandakan cintanyakepada Tuhan tanpa seorang pun mengetahui maknanya. Sama seperti wahyu yang diberitakan, Zakaria tidakmampu berbicara dengan seorang pun. Tidak bisa berkatasepatah pun dalam bahasa dunia. Ia seolah-olah telah beradadalam dimensi dunia lain. Tidak ada lagi yang bisa diperbuatkecuali senantiasa berzikir. Zikir adalah salat, doa... Zikir adalah ingat dan mengingat, membangkitkan kembaliakal, membersihkan dan membuatnya menjadi kembali kini ia memusatkan semua titik fokusnya kepada Allah. seperti pergi ke luar. Menguak, melahirkan segalayang tersimpan dan terpendam sebagaimana melepaskanikatan kuda dari dalam kandangnya untuk dipacu sekencang-kencangnya. Bagi Zakaria, ia kini sedang berlari sekencang-kencangnya kepada Allah. Terkoyak dalam kerinduan kepada-Nya, seperti hempasan aliran sungai menerjang batu-batubesar dari ketinggian gunung. Dan zikir adalah melesat ke depan. Melesat dengankencang anak panah doa dan munajat yang terlepas daribusurnya menuju Allah. Setelah berada dalam keadaan yang begitu luar biasamenyimpan rahasia, Zakaria akhirnya kembali dapat berkata-kata dalam bahasa sehari-hari. Setelah menceritakan apa yangtelah dialaminya kepada al-Isya, sang istri pun dengan penuhkesediaan dan kesetiaan membenarkannya. “Engkau adalah hamba tercinta dari Allah yang senantiasamelaksanakan perintah-Nya. Seorang yang selalu melindungihak-hak anak yatim, yang hidup dengan kesahajaan, sertaberbuat baik terhadap kerabat, tamu, dan musair. Sungguh,apa yang telah diwahyukan kepadamu adalah sesuatu yanghak. Dan diriku telah mendengar, beriman, dan taat denganhal itu.” Betapa mulia diri al-Isya sebagai teman hidup seorangnabi. Gembira dengan penuh luapan kasih sayang Zakariamemandangi kedua mata istrinya yang memancarkankeimanan dan kesetiaan. Mereka pasangan yang baik, sahabatyang mulia, sempurna, dan senantiasa bersyukur kepadaTuhannya. -o0o- hari ketiga, Nabi Zakaria kembali berdoa kepadaAllah. “Duhai Allah, jika bukan sebuah kewajiban yang telahditindihkan di atas pundakku, niscaya diriku tidak akanmencoba berzikir kepada-Mu. Sungguh, diriku tidak mungkinkuat berzikir sesuai dengan keagungan-Mu. Jadi, bagaimanamungkin diriku akan mencoba melakukan hal seperti itu?Sungguh, dapat bertasbih kepada-Mu dengan sebenar-benarnya adalah kemuliaan yang paling agung. SemogaEngkau berkenan melimpahkan nikmat itu, duhai Allah!Dan sungguh, limpahan nikmat agung yang telah Engkauanugerahkan kepada kami tidak lain adalah mengalirkanlafaz-lafaz zikir kepada-Mu dalam lidah kami karena Engkautelah memperkenankan kami bertahmid, tasbih, bermunajat,dan memanjatkan doa ke haribaan-Mu. Sungguh, beribusyukur hamba haturkan ke hadirat-Mu, duhai Allah! DuhaiRabbi, semoga Engkau berkenan menyempurnakan limpahannikmat-Mu atas diri kami. Karuniailah kami anugerah untukselalu dapat mengingat-Mu, baik ketika sendiri maupun dalamkeramaian, saat siang atau malam, terang-terangan maupunsembunyi-sembunyi, dalam kenyamanan maupun kami seorang yang selalu beramal dengan hati yangbersih tanpa mengharapkan apa-apa. Ampunilah segala dosadan kesalahan kami. Janganlah Engkau menimbang kesalahan-kesalahan kami dengan neraca timbangan yang terlalu jeli! Duhai Allah! Para hamba-Mu yang berhati bersih selaluterikat dengan cinta dan kasih-Mu. Sungguh, hati hanya akanmendapati ketenangan dan mencapai kedalaman denganmengingat-Mu. Demikian pula rasa dan nafsu hanya akanmendapati kepuasan, bahkan mencapai kemuliaan, ketika diri-Mu. Engkaulah Zat yang akan membuat setiapmakhluk senantiasa bertasbih di mana pun dan kapan juga yang disembah pada setiap masa. Tidak ada awaldan akhir bagi keberadaan-Mu. Engkaulah Yang Mahaawaldan Mahaakhir. Tuhan yang dipinta dalam setiap bahasa,dalam setiap pujian dan doa. Ya Rabbi! Jika sampai saat ini diriku pernah menyangkaadanya hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakanselain dari berzikir mengingatMu, jika saja diri ini pernahmerasa adanya ketenangan pada hal selain diri-Mu, pernahmencari kedekatan selain dari mendekatkan diri kepada-Mu,pernah menyibukkan diri dari taat kepada-Mu maka sungguhdiri ini bertobat atas semua itu. Sungguh, diri ini tobat serayamemohon ampunan dari sisi-Mu!” Luluh Sang Nabi yang setia dalam linangan air mata... -o0o- Setelah berpuluh-puluh tahun kemudian, al-Isya pun mengandung. Nama bayi yang dikandungnya telah ditetapkan jauhsebelum sang bayi berada dalam kandungan Yahya. -o0o- Lngt pn Bergerk Peristiwa yang terjadi dengan Maryam ikut disaksikanlangit dengan sebuah kejadian yang besar. Para ahli astronomidi Harran menyatakan hal tersebut. Saat itu, langit menunjukkan kejadian luar biasa. Yupitermuncul dari sebelah timur rasi bintang Aries. Pada waktu yangbersamaan, bulan juga berada pada lingkaran rasi bintangAries, yang kemudian bergerak menuju ke arah secara tiba-tiba, Yupiter juga bergerak mengarahke rasi bintang Aries. Setelah menetap selama beberapahari, Yupiter bergerak mendekati bulan. Keadaan seperti itutentu saja menggemparkan. Menurut perhitungan para ahliastronomi, posisi bulan dan Yupiter yang seperti itu akanmenyebabkan tabrakan dahsyat. Kiamat pun bisa terjadi. Sungguh tidak aneh jika mereka merasa khawatir. Apalagi,Matahari dan Saturnus juga secara mengejutkan telah beradapada lingkaran Aries. Namun, saat para ahli astronomi memperkirakan tabrakandahsyat antara bulan dan Yupiter akan terjadi, secara tiba-tiba Yupiter berbalik arah menuju belakang lingkaran bintang sehingga hati para ahli astronomi dipenuhi akhirnya, Yupiter kembali kepada garis edarnya di antaraplanet-planet. Namun, sebuah peristiwa yang dialami ilmuwan mudadari madrasah Harran yang bernama Keldani Urpinasy telahmenimbulkan desas-desus dan gunjingan di saat Yupiter mengalami pergerakan kembali pada garisedarnya, Urpinasy bersama dengan sahabatnya dari Arab yangbernama Ismail Alawi dan Efridun Hurmuzi yang dari Persiasedang menggambar peta angkasa. Entah apa yang telahterjadi, kedua mata Urpinasy tiba-tiba buta. Meski seorangdokter bernama Revaha Nejrani telah menyampaikan bahwakebutaan itu bersifat sementara, gosip dan gunjingan tetapmenyebar ke mana-mana. Para guru dari madrasah ilmu astronomi berkata bahwakejadian itu adalah bentuk hukuman akibat melampaui batassaat ingin mengetahui sesuatu. Wajarlah jika ilmuwan mudaitu mendapatkan kutukan dari roh jahat. Sementara itu, para ustaz yang berpegang teguh padaitikad dan keimanan yang hanif menyatakan bahwa hanyaAllah yang menjadi satu-satunya penguasa untuk memberikanhukuman, sedangkan setiap makhluk, seperti roh jahat, samasekali tidak memiliki kewenangan menghukum. Lebih dari itu,melihat kejadian luar biasa di angkasa dan juga peristiwa yangdialami Urpinasy, mereka yakin bahwa semua itu merupakantanda-tanda hari kiamat telah semakin dekat. Bukankah memang demikian? Ilmu sudah tidak lagi dihargai, kemaksiatan dan dosamerajalela, serta orang-orang suci dan tidak bersalah diusirdengan paksa dari tanah kelahirannya. Bahkan, para nabi menyeru dan membimbing umat manusia kepada jalankebenaran pun mereka bunuh. Semua kejadian itu telahmembuat seorang ustaz bernama Berra bin Urkusyi yang telahberusia seratus tahun lebih menyendiri atau beruzlah di balikjeruji besi. Sungguh, semua tanda itu telah menggambarkanhari kiamat semakin dekat, mungkin tinggal beberapa saat lagi. Di sisi lain, Ismail Alawi, Efridun Hurmuzi, dan Urpinasysangat tahu bahwa yang membuat mata mereka buta karenaterkena cahaya menyilaukan adalah pergerakan bintangberekor. Menurut Alawi, sesuai dengan kisah Arab kuno, bintangberekor itu dinamakan Bintang Betlehem meski seorang kepalamadrasah ilmu astronomi bernama Hezarfen Taki Rafeti yangterkenal skeptis telah menolak mentah-mentah pendapat inikarena dapat mengganjal upaya-upaya penelitian akademis. Hurmuzi kemudian mengingatkan perihal ujian lisandi bulan depan sehingga menyarankan sahabatnya tidakpernah menyinggung tentang cerita-cerita kuno. Hal itudapat membuat para ustaz yang menguji tes lisan naik Alawi pun setuju sehingga cerita kuno tentang bintangBetlehem hanya menjadi rahasia di antara mereka bertiga. Meski buta sementara yang diderita Urpinasy telahsembuh, pengaruh khayalan selama sakit tidak juga kunjunglenyap dari angan-angannya. Selama sakit, Urpinasymendengar seruan tentang kedatangan seorang raja yangdapat menyembuhkan orang-orang sakit, memulihkan orangbuta, menyembuhkan kusta, hingga kemudian dirinya akandiangkat ke langit. Ia juga mendengar bahwa dirinya harusmengikuti pergerakan bintang berekor itu ke arah Betlehemuntuk mengikuti jejak sang raja. menyelesaikan ujian akhir tahun, ketiga pemudaitu memutuskan mengikuti jejak bintang berekor itu. Merekamenghadap para ustaz di madrasah ilmu astronomi danmeminta izin mengadakan perjalanan ke arah Suriah untukmengunjungi saudaranya. “Kita semua harus menyuguhkan dalil berupa hadiahkepada sang raja yang ditunjukkan bintang ekor itu,” kataUrpinasy. Ini adalah adat, kebiasaan kuno yang sangat pentingdalam kelahirannya di tempat para penyembah api. Teman-temannya yang lain juga menerima pemikirannya ini. Salingmemberikan hadiah adalah hal mulia. Sesuai dengan mimpi Urpinasy Hurmuz Efridun akan memberikan emasnya’; UrpinasyHovhannes membawa tanaman murrusafi; dan Ismail Alawimengajukan kendir untuk diberikan kepada raja yang akandilahirkan sebagai sebuah dalil dan penghormatan. Hurmuz berkata, “Karena dia adalah tuan bagi semuamanusia, seorang yang paling terkemuka dan mulia, aku akanmemberikan hadiah yang paling mulia pula, yaitu emas.” Tak ketinggalan, Urpinasy berkata “Karena sang raja iniakan menyembuhkan banyak orang sakit, memulihkan kembalipenglihatan orang buta, aku memilih tanaman murrusafi yangmengandung banyak khasiat dan cepat menyembuhkan sebagai dalil dariku.” Ismail Alawi menambahkan, “Karena sang raja akandiangkat ke langit, aku akan memberikan hadiah berupakandir, yang ketika dibakar asapnya paling cepat terangkat kelangit.” raja yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Isa . Mereka tidak tahu dan hanya sebatas mengejar rasa ingintahu. Mereka terus berjalan menyusuri arah bintang yangmereka amati dengan teropong. Setelah tiga bulan kemudian,mereka telah sampai ke kota al-Qudds. Pakaian dan logat bicara yang sangat berbeda membuatsemua orang memerhatikan mereka. Lebih-lebih, merekaberdialog menggunakan bahasa Latin. Tak pelak, para penjagakeamanan langsung membawa mereka ke hadapan sang rajauntuk memastikan kemungkinan mereka adalah utusan rajadari Roma. Kini, mereka telah berada di depan penguasa al-Quds,yaitu Raja Herodes. “Yang mulia. Kami adalah ahli astronomi yang datang kekota Anda dari Harran dengan melewati Damaskus. Kamisedang mengikuti arah pergerakan bintang berekor. Orang-orang Arab menamakannya bintang Betlehem. Sesuai dengankitab suci yang kami pelajari di madrasah Harran dan jugadari kitab suci yang diyakini karya Nabi Danial, pada masayang dekat akan lahir raja yang memiliki kelebihan ruhaniluar biasa. Kedatangan kami ke sini adalah untuk mencarijejak raja itu,” kata Efridin Hurmuzi mengawali diplomasinyadengan keulungan gaya Persia. menyimak penuturan itu, perhatian sang rajatertuju kepada Zakaria dan keluarganya. Selama ini,Zakaria dianggap masyarakat sebagai nabi dari kaum BaniIsrail. Dalam diri dan keluarganya sering terdengar hal-halluar biasa yang mendekati apa yang telah disampaikan paraahli astronomi itu. Sang raja pun tak luput dari ingin memanfaatkan para pemuda ahli astronomi itu untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan mengusut keberadaan seorang bayi yang disebut-sebut akan lahir sebagai raja itu. Herodes berencana secepat mungkin mengakhiri nyawabayi itu. Herodes lalu menerima dan menyambut ketiga pemudaahli astronomi itu dengan baik. Ia berharap mereka dapatsegera menunjukkan jejak seorang bayi yang nantinya akanmenjadi lawan posisinya sebagai seorang raja. “Silakan makan dan minum sepuasnya. Anda sekalianadalah tamuku,” kata Herodes. “Jika nanti kalian telah menemukan sang raja yangdimaksud, segera beritahuku sehingga kami dapat segeramemberikan penghormatan dan pengabdian yang semestinyadilakukan. Dengan demikian, rakyat kami dapat mengambilmanfaat dari keahlian dan ilmu Anda sekalian.” Setelah bicara untuk beberapa lama, Herodes segerakembali ke dalam ruangannya tanpa sedikit pun ikut makan. ahli astronomi itu memang diberikan kebebasanseluas-luasnya untuk mengadakan perjalanan dan penelitiantanpa mengalami sedikit pun hambatan dan larangan. Namun,di balik semua itu, tanpa mereka sadari, sang raja juga telahmenyebar mata-mata untuk selalu mengikuti setiap gerakanmereka. -o0o- nugerah uar Bisa Dalam waktu yang singkat, Maryam telah memikat hatisetiap orang. Ketakwaan dan doa-doa yang senantiasa iapanjatkan telah menebar kasih sayang kepada semua malam Maryam mengunjungi orang-orang yangmenderita sakit untuk berbagi penderitaan bersama denganmereka. Maryam menyeka kening mereka dengan kain yangdibasahi air hangat dan tak lupa mendoakan yatim juga selalu menunggu-nunggu kedatanganMaryam. Mereka akan saling berebut memegangi tangannyadan tidur di atas pangkuannya. Maryam juga sangat mencintaimereka. Maryam akan membelai dan menyisiri rambutmereka, membasuh muka mereka, serta berbagi segala yang iamiliki, seperti roti kering maupun setandan anggur. Maryamseakan-akan menjadi seorang perawat bagi masyarakat miskindan lemah. Ia selalu mendatangi rumah setiap orang yangmembutuhkan ketenangan jiwanya yang begitu luas. tinggal di dalam mihrab, Maryam selalu mendapatkan berbagai anugerah luar biasa. Ia kerap mendengar suara-suara, yang tak lain adalah suara malaikat yang sedang berbicara dengan Maryam untuk menyampaikan perintah Allah. Nabi Zakaria juga seorang yang sering mendengar suaraseperti itu. Perbedaannya, karena Zakaria seorang nabi,malaikat dapat berbicara dengan wujud seorang manusia,sementara Maryam hanya mendengar suara. KemampuanMaryam mendengar suara para malaikat inilah telahmenjadikan dirinya dijuluki Muhaddasa. Para rasul dan nabi mampu melihat malaikat yangmembawa wahyu atau bermimpi bersama para malaikat yangmembawa wahyu. Sementara itu, para muhaddasa mampumendengar suara para malaikat yang membawakan wahyukepadanya. Suara itu berkata seperti demikian... “Wahai Maryam! Allah telah memilihmu.” Suara ini terdengar semakin menggema memenuhi mihrabtempat Maryam berada. “Allah telah memilihmu, dengan menciptakanmu begitusuci. Ia telah memilihmu di antara semua wanita di dunia!” “Wahai Maryam. Taatlah kepada Tuhanmu.” “Sujud dan hormatlah kepada Tuhanmu!” “Terhadap orang-orang yang rukuk kepada-Nya, ikutlahkamu rukuk.” ini kian hari kian menggema. Cahaya nuraniyang dipancarkannya memenuhi seisi mihrab. Setiap kalimenggema, suara itu memantul begitu harmonis ke arahdinding-dinding mihrab sehingga menjadikan hati Maryamhanyut dalam perasaan yang begitu lain. Sebuah perasaan yangbelum pernah dirasakan sebelumnya. Karena itu, dalam diriMaryam muncul keringanan untuk segera melaksanakan apasaja yang diperintahkan wahyu itu dengan penuh semangatdan penghambaan. Peristiwa yang dialaminya pada akhir-akhir ini telahmembuat Maryam semakin rajin beribadah. Maryam makinberlama-lama diri, rukuk, dan sujud dalam salat sehinggapergelangan kakinya mulai bengkak. Anehnya, ia sendiri tidakmerasakan kelelahan sama sekali. Sering Maryam tidak bangkit dari sujud sampai berjam-jam. Seolah-olah kening Maryam semakin luas, meninggi menggapai percikan cahaya Ilahi. Kening Maryam yang terangkat luas dan tinggi... Kedua tangan Maryam yang terangkat luas dan tinggi... Adalah tanda awal dari seorang anak yang dikurbankankepada Tuhannya... Demikianlah kening dan tangan Maryam menjadi begituterang bercahaya karena terus bersujud. Dalam perintah “Terhadap orang-orang yang rukuk kepadaTuhannya, engkau juga ikut rukuk”, Maryam memahami kalaudirinya harus ikut berdoa dan mendirikan salat dengan paraalim di Baitul Maqdis. menjelang Hari Raya Mawar, dengan sembunyi-sembunyi Maryam ikut salat bersama dengan para berada di barisan paling belakang di kubah Sahra perintah wahyu yang ia dengarkan, keinginanMaryam semata-mata hanya untuk dapat rukuk dan sujudbersama dengan para alim. “Sujud bersama dengan orang-orang yang sujud....” Namun, sesuai dengan perintah para rahib Baitul Maqdis,wanita dilarang memasuki kubah Sahra Suci yang terletakdi sebelah timur tempat amanah-amanah suci masuk, mendekat saja kaum wanita dilarangkeras. Dengan perintah Ilahi, Maryam telah mendirikan salatberjamaah di Kubah Suci itu seraya mengakhiri larangan danhal yang dianggap tabu oleh peraturan selama ini. Para rahib yang melihat Maryam berada di sana menjadimarah besar. Mereka dengan tega mengusir dan menyiksaMaryam dengan tindakan yang sangat kejam. Maryam telah diputuskan menerima hukuman yangberat. Semua orang yang tidak terima dengan apa yangdilakukannya ini telah meminta agar hukuman yang diberikanadalah mati. Begitu mendengar keributan, Zakaria langsung berlarimenuju tempat para rahib berkumpul untuk memutuskanperkara. Saat Nabi Zakaria menyampaikan bahwa Maryamtelah mendengar suara yang telah memerintahkannya untukberibadah secara berjamaah, kemarahan dan penghinaansemakin bertambah. Mungkinkah seorang wanita, apalagi masih bocah,mendengarkan suara dari Ilahi? Mungkinkah ia mendapatkanwahyu dari Allah? Mungkinkah malaikat memberikan ilhamkepadanya? Mungkinkah semua ini terjadi? Ketika ada begitubanyak orang yang telah mengabdikan seluruh hidupnyadi jalan Allah sampai rambut janggutnya memutih semua,bagaimana mungkin malaikat memberikan wahyu kepadaseorang bocah? Belum cukupkah Zakaria yang menyatakandirinya sebagai nabi sampai-sampai Maryam juga menerimawahyu? Keributan semakin meluas. Semua orang bicara dengannada keras penuh kemarahan, seolah-olah sudah tidak kenalkata ampun lagi. “Apakah engkau sadar dengan apa yang engkau ucapkanwahai Zakaria? Mungkinkah Allah berirman kepadawanita?” “Apakah kamu sekarang ingin menyatakan persamaanantara wanita dan laki-laki, wahai Zakaria?” “Bukankah engkau mengetahui syariat Musa wahaiZakaria?” “Bagaimana engkau bisa lupa bahwa dalam syariat Musawanita dilarang memasuki Kubah Suci?” “Sungguh, engkau adalah orang yang telah keluar darisyariat. Hukuman yang layak bagimu adalah mati.” Demikianlah mereka menghina dan mengancam Zakaria. “Semua ini,” kata Nabi Zakaria “adalah syariat milik kaliandan bukan syariat Musa !” “Tapi... syariat ini telah selama bertahun-tahun menyatukankita dan mengatur kehidupan kita!” sergah Mosye “Syariat kamu sekalian telah jatuh untuk berbuatkezaliman,” lanjut Zakaria. saja kalian berkata syariat. Padahal, yang seharusnyaadalah melihat hati kalian, wahai saudara dan para putrapamanku. Sungguh hati, kalian sudah berkarat, sudah tidakada lagi rasa belas kasihan dan iba. Kita saksikan rakyat beradadalam kemiskinan, kelaparan, sakit, dan menderita bebanpajak yang begitu berat. Coba sekarang tolong kalian katakan,di mana syariat yang kalian sebut-sebutkan itu? Denganmengatasnamakan syariat, kalian mengumpulkan harta darikurban dan persembahan. Namun, apa yang kalian lakukanselain hanya menyalakan perapian suci? Inikah yang kaliansemua sebut-sebut sebagai syariat? Padahal, tidakkah Yahovatelah berkata dalam Taurat? Aku mencintai kasih sayangdan kedekatan, bukan daging kurban. Aku menginginkanmuagar mengenal Allah bukan bagaimana memegang api oborperibadatan.’ Lalu, sekarang apa yang telah terjadi dengan hatikalian? Tidakkah kalian mendengar apa yang telah Yahovakatakan? Aku menginginkan masyarakat yang kesadaranmereka senantiasa mengalir di dalam jiwa sebagaimana airmengalir. Keadilan mengalir seperti aliran sungai yang tidakpernah mengering.’ Anak-anak yatim dan para wanita janda terpaksa harusmeminta-minta untuk dapat mengisi perut mereka. Kaumfakir miskin tidak mampu mendapatkan pakaian. Sampai,orang-orang telah mulai meninggalkan al-Quds untuk mencaridaerah yang dapat memayungi kehidupan mereka dengankeadilan. Namun, kalian masih juga menikmati kehidupanyang penuh dengan kenyamanan serta terus mendakwahkansyariat. Sungguh, aku khawatir sekali dengan jiwa kasih sayangyang telah hilang dari dalam jiwa kalian. Dan sungguh, kaliantelah merugikan diri kalian sendiri.” Baitul Maqdis masih bergema dalam seruan lantangNabi Zakaria. Namun, hati mereka membisu dan tuli sebagaimana bisudan tulinya bebatuan. Bahkan, mereka telah meminta Maryamdan Zakaria dihukum dengan kematian... Dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin Maryamakan tetap bertahan di Baitul Maqdis? -o0o- Trn kpada Marym Tirai Ketika mulai tumbuh dewasa, Maryam menyelimutiseisi mihrabnya dengan tirai. Tirai itu pula yang membatasiZakaria dan Yusuf sang tukang kayu saat berkunjung danberbicara dengannya. Padahal, sewaktu kecil, Maryam selalu menantikankedatangan Yusuf. Tukang kayu itu kerap membawakanmainan dari tempurung kemiri yang dicat warna-warnioleh Merzangus. Bahkan, Yusuf juga membawakan anakkucing atau burung yang menjadi kesukaan Maryam. Ia akanmenyimpannya rapat-rapat di dalam keranjang untuk dibawake dalam mihrab. Bersama dengan Maryam, Yusuf membawakan kendiuntuk diisi air pancuran dari pelataran masjid. Yusuf jugasering membawakan mainan berbentuk mahkota yang terbuatdari rangkaian bunga kering atau rajutan benang. Tidakpernah Yusuf datang ke mihrab tanpa membawa sesuatu yangdapat mengambil hati Maryam. tirai itu menyelimuti seluruh ruangannya, terbesitdalam benak Yusuf bahwa Maryam telah menginjak usiaremaja. Ini bukan semata-mata tirai. Ini juga menunjukkanperjalanan rohaniah Maryam yang membedakannya denganmanusia lain untuk lebih mendekatkan diri kepada kuat penghambaan Maryam, semakin terpisah jauhdari himpitan-himpitan benda dan segala yang berbau pun mampu menyusup dan lolos darinya. Maryam adalah seorang yang berlari kepada Allah. Bagi manusia umum, tirai tampak sebagai sebuahpenghalang. Bagi Maryam, ia adalah sebuah jalan, tataranyang akan mengantarkannya kepada ketinggian kedudukanyang lebih mulia. Maryam adalah pejalan yang telah mengarungi perjalanan menuju Allah. Tirai adalah isyarat bagi manusia yang berada dibelakangnya. Ia ibarat lentera, cahaya penunjuk jalan. Tirainyaadalah isyarat bagi Maryam. Tapak kedua kakinya adalahtanda penunjuk jalan bagi setiap manusia yang akan mengikutijejak di belakangnya. Laksana sebuah mercusuar cahaya yangmemberi petunjuk arah bagi kapal yang sedang mengarungilautan kelam. Begitulah tirai Maryam. Ia akan menunjukkanjalan bagi setiap pejalan Rabbani, pemberi tanda bagi arah dantujuannya. Dan tirai adalah busana, hijab, bagi Maryam. busana yang memberi tanda seorang Maryam. Tandaakan jalan yang dilaluinya, tanda ketakwaannya. Tirai bukansebuah penghalang. Ia adalah papan petunjuk. Pedoman yangmemberikan pemahaman, saran, dan anjuran mengenai lika-liku dan kesulitan sebuah perjalanan. Demikianlah arti tirai Maryam adalah seorang pemalu. Semakin tirai di depannya tergelar, dirinya akan semakin berselimut dengan tirai baru di belakangnya. Semakin ia mendekatkan diri kepada Sang Kekasih,semakin semangat dirinya dalam khusyuk yang membuai,tersungkur dalam sujud, bersimpuh dalam penghambaan, maludalam limpahan kelembutan yang tercurah dari dalam buaian rahasia Ilahi yang diperuntukkan baginyasehingga menutupi diri seperti dekapan erat seorang ibukepada bayinya. Semakin menyelimuti diri, Maryam semakinterbuai dalam kekhusyukan penghambaan. Lewat tirai itulah Maryam menapaki tatarannya,terpelihara dan terjaga dirinya dalam kemuliaan. Inilah dasaryang akan menyangga kehidupan yang akan dipikulnya dimasa datang. Tirai Maryam bukan sebuah penghalang. Ia hadir demisemangat kekhusyukannya yang ingin mengutarakan isi seorang yang begitu memelihara dan melindungisegala yang ada pada dirinya. Sosok yang mengejawantahkandirinya di balik tirai. Seakan-akan tirai itu memelas hati dengan mengatakan Mohon lepaskanlah diriku,jangan engkau sentuh aku, janganlah halangi langkahku.’ Tirai Maryam juga sebuah ijazah, tanda kelulusan dalampendidikan kehidupannya, karena tirai itu menunjukkankesempurnaannya. Tirai yang menyelimuti Maryam ini di kemudian hari telahmenjadi risalah, wasiat berhijab bagi kaum wanita ahli para muwahhidah adalah tanda bagi hijab yangdikenakan Maryam. Hijab adalah kaum hawa, isyarat yang menjadikan merekaseperti Maryam. Dan hijab Maryam adalah kehormatan. Bahkan, Zakaria dan juga Yusuf sang tukang kayumemahami hijab itu sebagai benteng kokoh lagi perkasa saatmelihatnya. Maryam adalah bendera tauhid, yang mengibarkan panjikehormatan dengan berhijab memasuki mihrab. Maryam telah menginjak dewasa. Maryam telah memasuki alam barzakh dunia baru... Tirai tipis yang melintang membatasi masa kecil denganusia dewasanya. Hijab yang menjadi tanda kedalaman alambarzakh ini sudah bukan lagi sebatas tabir, melainkan hijabnyadan perangainya yang baru, adalah pembiasan dari kedalamanrohaninya. Tirai hijab Maryam adalah penyimpan, pembungkus,sebagaimana ia juga merupakan penguak dan pengingat akanapa yang terkandung dalam rohaninya. dan hijab Maryam ibarat cangkang bagi yang menutup diri serapat-rapatnya setelah meneguk air hujan di bulan April. Perjuangan, pengorbanan doa, dan penghambaanyang dengan tetesan air hujan yang sama akan melahirkanmutiara. Tirai dan hijab Maryam laksana sayap yang telah siapterbang, mengepak penuh dengan kencang. Tirai inilah yangmenyiapkan Maryam kepada Jibril. Jibrillah yang mengepakkan sayapnya kepada Maryam,sementara Maryam kepada lalu dia memasang tabir yang melindunginya dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang Dia Maryam berkata, “Sungguh, aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pemurah terhadapmu, jika engkau orang yang bertakwa.”19. Dia Jibril berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu, seorang anak laki-laki yang suci.”20. Dia Maryam berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah orang laki-laki yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!” Dia Jibril berkata, “Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku, dan agar Kami menjadikannya suatu tanda kebesaran bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu urusan yang sudah diputuskan.” Maryam [19] 17-21 Agar tidak merasa takut dan memahami apa yangdiwahyukan, malaikat diturunkan kepadanya dalam wujudmanusia. Kesamaan dimensi sebagai manusia tentu akanmempermudah Maryam sehingga mereka berbicara dalambahasa yang dimengerti. Malaikat Jibril juga guru yang sempurna sebagaimanahalnya sebagai malaikat yang menurunkan wahyu. Denganperkataan yang penuh hikmah dan tutur kata yang sopan,Jibril telah menjadi guru besar dan pendukung Maryam dalammemikul tugas yang ditumpukan kepadanya al-Baqarah[2] 87. Setelah penyampaian wahyu selesai, Maryam merasakanembusan sampai ke bulu kuduknya. Hawa dingin terasa disekujur tubuhnya. Hati Maryam dipenuhi perasaan khawatir saatmalaikat menampakkan dirinya dalam wujud pemuda yang begitu tampan. Embusan hawa ketenangan pun akhirnya merasuk kedalam jiwanya sebagai kuasa Ilahi yang telah membuatMaryam rela kepada takdirnya. -o0o- Yusuf sang tukang kayu menyapu di sekitar mihrab, iamelihat bayangan Maryam di balik tirai yang kian hari berubah-ubah. Ia pun mencoba untuk tidak memerhatikannya. Dan lagi, ketika suatu hari Yusuf hendak menyalakanlentera untuk membersihkan sekitar mihrab, bayangantampak dari balik tirai Maryam yang sedang terbaring. Saatitu, ia memerhatikan keadaan tubuh Maryam yang terlihatseperti seorang ibu yang sedang mengandung. Yusuf tergetarmenyaksikan hal itu. Lentera yang ada di tangannya punterjatuh. Suara itu membuat Maryam kaget. Namun, begitu melihatYusuf sedang bersih-bersih, Maryam pun menyapanya. Saatitu, suara Yusuf tidak seperti biasa, seolah-olah bukanlahsosok yang dikenal Maryam. Basah kuyup sekujur tubuh Yusuf oleh keringat dingin. “Pasti setan telah mengembuskan desas-desus yang aku lihat tadi tentu hanya sebuah khayalan,” demikiankata Yusuf pada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin seorang Maryam dapat hamil?Bukankah mihrabnya telah dikunci berlapis tujuh? “Tidak... tidak mungkin hal itu terjadi!” kata Yusufmeyakinkan diri. Meski demikian, penglihatannya seperti tidak mau percayapada kata hatinya. “Tidakkah matamu benar-benar melihat bahwa diahamil?” “Tidak... tidak mungkin!” kata hatinya, kembali meyakinkandiri. “Maryam adalah seorang suci. Dia hamba yang secarakhusus telah dipilih oleh Allah.” Yusuf pun menunduk sekali lagi untuk mengambil lenterayang terjatuh. benar!” kata Yusuf di dalam hati. Ternyata benar, pandangan matanya tidak menipu. Iamelihat tubuh Maryam seperti seorang hamil yang sedangmemegang tasbihnya dan berzikir. “Tapi.... Bukankah dirinya selalu melewatkan siang danmalam hanya untuk beribadah kepada Allah? Tidak! Tidak!Tidak” Yusuf pun kaget dan bingung. Bagaimana mungkin semua ini terjadi? Ia pun tidak kuasa menahan diri untuk tidak bertanyakepada Maryam. “Wahai Maryam. Aku ingin bertanya kepadamu tentangsuatu hal apakah kamu sedang luang?” “Tentu saja. Semoga saja aku bisa menjawab apa yang akankamu tanyakan.” Tetap terjaga. Keduanya bersimpuh mengindahkan tata krama dalamruangan yang berbeda, di antara tirai tipis namun begitukokoh membatasi. Luaplah keduanya dalam linangan air mata saat yang satubertanya dan yang satu menjawabnya. “Wahai Maryam! Mohon katakan kepadaku, mungkinkahpohon dapat tumbuh tanpa benihnya?” Maryam memahami apa yang dimaksud oleh pertanyaanitu. “Mungkin...,” jawab Maryam dalam tangis. Kali ini, Yusuf pun ikut luap dalam tangis seraya bertanyakembali, “Bagaimana mungkin?” “Tidak diragukan lagi bahwa Allah telah menciptakanmakhluk yang pertama tanpa benih. Persemaiannya tanpabenih dan begitu pula benihnya tanpa persemaian. Tidakkahengkau juga mengetahui hal ini? Namun, jika engkau masih dalam pertanyaan, jika saja benih tidak dijadikan oleh-Nya, Ia pun tidak mensyaratkan persemaian.” “Sungguh, diriku berlindung kepada Allah dari berkatayang demikian. Namun mohon katakan, mungkinkah pohondapat tumbuh tanpa siraman air, tanpa curahan hujan?” Kembali Maryam tertegun menelan ludah.... “Ah, Yusuf.... Benih diturunkan dari tumbuhan yangdiciptakan pertama kali oleh-Nya tanpa benih. Lebih dari itu,biar menjadi ingatanmu bahwa Allah pertama kali menciptatumbuhan tanpa curahan hujan. Kemudian, setelah terjadipenciptaan seperti ini, Allah pun menjadikan hujan sebagaisyarat tumbuh pepohonan. Dalam keadaan seperti ini,akankah engkau menyatakan, jika saja tiada hujan, kuasakahAllah menciptakan pepohonan?” Maryam menuturkan semua ini dalam kata-kata dari dalamjiwanya yang penuh dengan kepedihan. Apa yang telah terjadikepadanya adalah suatu kejadian yang tidak pernah diujikankepada seorang wanita mana pun di dunia. Ia mengandungseorang bayi tak berayah. “Hasya...,” kata Yusuf. Setelah beberapa saat, Yusuf pun mencobamenyembunyikan tangisnya. “Diriku berlindung kepada Allah dari berkata yangdemikian. Dan sungguh, diriku sangat takut melukaiperasaanmu. Namun, seperti inilah keadaanku yang tetap jugatidak paham. Memang, apa yang terlihat oleh mata tidak bisadicerna oleh hati ini. Mohon berkenan menjelaskan kembalikepadaku mungkinkah seorang bayi ada tanpa ayah?” Inilah pertanyaan yang dinantikan. Maryam menepukkantangannya ke ulu hatinya dalam-dalam dengan penuhkepedihan. Akhirnya, pertanyaan pahit yang dinanti-nantikanpun datang. kepedihan itu Maryam menata diri untuk tetapteguh dan tegar. “Bukankah engkau tahu bagaimana Allah telah menciptaNabi Adam, wahai Yusuf? Lalu, bagaimana dengan IbundaHawa? Allah yang Mahakuasa untuk menciptakan merekatanpa seorang ayah dan tanpa seorang ibu. Sungguh Dia kuasamenciptakan segala sesuatu hanya dengan memerintahkanjadi’ maka jadilah. Ataukah engkau tidak meyakini hal yangseperti ini?” Kembali Yusuf berkata, “Hasya....” “Mungkinkah diriku tidak beriman dengan hal ini?Namun, mohon Anda bercerita tentang keadaan diri Anda,wahai Maryam!” pinta Yusuf dengan begitu pedih menahanguncangan dahsyat dalam perasaan khawatir seraya bersimpuherat-erat dalam tata krama seolah-olah dirinya tertindih besiberat di atas punggung dan pangkuannya.. Dan Maryam pun berkata, “Allah telah memberi kabargembira kepadaku seorang Kalamullah yang menyandangsanjungan al-Masih, bernama Isa, sebagai putra Maryam. Diadalah seorang hamba yang senantiasa dimuliakan di duniadan juga di akhirat. Yang dimuliakan dengan ketaatan kepada-Nya. Demikianlah, wahai Yusuf. Segala apa yang telah terjadikepadaku adalah atas perintah Allah sebagai rangkaian takdir-Nya. Sekarang terserah, engkau boleh mengadili keadaandiriku dan bayi yang telah berada dalam kandunganku.” “Mengadili diri Anda? Tidakkah Anda juga tahu bahwadiriku telah mengabdikan hidup ini untuk selalu membantuAnda? Anda akan selalu mendapati diriku sebagai seorang yangsenantiasa mengorbankan diri untuk melindungi dan menjagakeamanan Anda. Bukankah Anda pula yang mendapati diri iniselalu menjadi pendukung dan juga pengabdi dalam perjalanan Sungguh, pada hari-hari penuh dengan ujian berat ini,diriku juga akan senantiasa mengabdi dan menyimpan rahasiaAnda.” Malam itu, Yusuf sang tukang kayu sama sekali tidakmembuka mulut kepada siapa pun. Namun, Nabi Zakariayang senantiasa mengasihi Yusuf seperti putra kandungnyasendiri mendapatinya tidak bicara dan paham bahwa telahterjadi sesuatu. Untuk itu, setelah makan, Nabi Zakariamemanggilnya untuk suatu urusan penulisan kitab. Saatitu, Yusuf sama sekali tertunduk, tidak pernah mengangkatpandangannya. Ia tidak bisa fokus pada tugas yang sedangdiberikan kepadanya. Sampai-sampai, Yusuf menumpahkantinta karena pena yang ia pegang tidak tercelupkan tepat padabotol tintanya. Nabi Zakaria pun angkat bicara. “Wahai anakku, apa yang sebenarnya telah terjadi?Permasalahan apakah yang telah sedemikian membuatmuterbebani seperti ini?” “Tidak ada apa-apa, wahai Paman. Saya hanya terlalulelah.” “Namun, hal ini masih juga selalu seperti ini sejak engkaukeluar dari mihrab. Apa yang sebenarnya telah terjadi?” Mendapati pertanyaan seperti itu, Yusuf tidak kuasamenahan tangis seraya menceritakan satu per satu apa yangtelah dapati di dalam mihrab kepada nabi yang juga pamannyaitu. Sejak saat itu, ia menuturkan keinginannya tidak lagimengabdi di dalam mihrab. Ia takut masyarakat akanmemitnahnya. Yusuf pun memohon izin kepada pamannyauntuk menjauh ke suatu tempat. Nabi Zakaria sangat tahu pengabdian tulus Yusuf kepadaMaryam. Bahkan, sebagian masyarakat juga ada yangberpendapat mengenai kecocokan Yusuf dengan Maryam. pemuda ini sudah bertunangan,” demikian katamasyarakat. “Ah... masa muda,” kata Nabi Zakaria. “Coba dengarkan apa yang telah disampaikan Yusuf,”kata Nabi Zakaria memanggil istrinya untuk datang keruangannya. Al-Isya yang sedang dalam kandungan tua dan telahmenunggu hari-hari kelahiran putranya dengan perlahanmendekat ke ruangan kemudian duduk bersandar padadinding pintu. “Puji dan salam kepada Zat yang telah melimpahkananugerah ke dalam kandungan ini. Sungguh, Maryam adalahseorang yang suci dan ahli zuhud. Bayi yang telah dititahkanAllah dengan nama Yahya dalam kandungan ini selama tigabulan berucap salam kepada bayi yang saat ini berada dalamkandungan Maryam. Inilah yang diriku rasakan. Sungguh,hal ini telah membenarkan berita yang engkau ceritakanwahai Yusuf. Semua ini semata-mata atas kehendak Mahakuasa untuk menciptakan seorang manusiatanpa ayah dan ibu. Zat yang telah menciptakan Nabi Adampasti memiliki kuasa menciptakan bayi yang akan lahir darikandungan Maryam.” “Demikianlah seorang wanita saudara Harun . Sungguh,betapa dia selalu bertutur kata mulia lagi pintar dalam kata-katanya,” kata Nabi Zakaria. “Untuk sementara, biarlah berita ini terjaga kerahasiaannyadi dalam rumah ini dan jangan sampai ke luar dari rumah Allah senantiasa menjadi wakil dan penolong kitasemua,” tambah Nabi Zakaria. -o0o- Nabiyulah Yahya Lair Begitu al-Isya merasakan sakit, Merzangus langsung berlarimemanggil Tujuh Dukun Bayi terdekat di kota al-Quds. Orang pun beramai-ramai memadati halaman depanrumah, taman, dan kebun zaitun. Mereka hendak menjadisaksi akan mukjizat berita gembira yang telah disampaikankepada seorang nabi di akhir usianya. Saat itu, Ham, Sam, dan Yafes juga ikut menjadi saksidengan membawa daun siklamen dari Kampung Rempah-Rempah yang dipercaya dapat membantu proses kelahirandengan cara direbus dan diminum airnya. Doa-doa dan puji-pujian yang dipanjatkan para tamu ikutmenciptakan suasana tegang saat-saat menunggu kelahiransang bayi. Nabi Zakaria memang terkenal dengan ketekunandalam berzikir. Hatinya begitu bersih dengan selalu berizikirkepada Allah. Ia yakin bahwa hanya dengan berzikir hatimenjadi tenang. Dalam suasana yang cukup menegangkanini, ia masih juga berseru kepada kaumnya, “Perbanyaklahberzikir kepada Allah, perbanyaklah zikir. Ingatkanlah hatikalian.” Lalu, datanglah saat-saat yang dinanti. Benih Nabi Yahyayang ditanam ke dalam rahim ibundanya kini telah lahir kedunia. seorang nabi dan putra nabi yang disanjung dengankebaikan. Demikianlah seorang bayi yang baru saja dilahirkan.“Ya Yahya, bersikap baiklah kepada ayah dan ibumu. Diabukanlah seorang yang membangkang. Semenjak dilahirkan,saat kematian, dan saat kebangkitan dari alam kubur, salamterucap untuknya.” Banyak sekali kisah yang menuturkan Nabi Yahya sebagaiseorang yang memiliki keutamaan dengan telah dikabarkandalam berita gembira seperti berikut.“Setiap anak Adam akan kembali kepada Allah dengandosa yang telah diperbuatnya. Dalam keadaan seperti ini, jika Allah menginginkan, Ia akan mengazab atau memberi rahmat kepada hamba tersebut, kecuali Nabi Yahya, putra Nabi Zakaria.” Demikianlah kemuliaan Nabi Yahya. Dia adalah nabiterpilih yang sejak kecil memiliki akhlak mulia dan sikapdewasa. Ketika anak-anak sebayanya sibuk bermain, Yahyakecil selalu menyampaikan kepada mereka kalau duniabukan tempat untuk bermain, seraya mengajak teman-temansebayanya untuk berdoa dan berzikir. Atas perilakunyayang seperti itu, Alquran pun menerangkan “Wahai Yahya!Berpegang teguhlah kepada kitab Allah dengan sekuat dia masih kecil pun Kami telah memberikan ilmu danhikmah kepadanya.” -o0o- Sift-Sift Yahya Yahya adalah saudara sepupu Maryam. Putra dari itu, Isa adalah cucu dari kakak ibundanya. Yahyaadalah salah satu dari tiga orang yang diberitakan sebagaiberita gembira. Yang pertama adalah Ishak, putra Ibrahim ,yang kedua adalah Maryam, dan yang ketiga adalah Yahya,putra Zakaria . Mereka lahir di saat sang bunda telahberusia lanjut sebagai berita gembira yang dikabarkan olehAllah. Semoga salam dan kesejahteraan dari Allah senantiasaterlimpah atas mereka. Mengenai Nabi Yahya.... Dia adalah seorang sayyid... Seorang yang tidak pernah marah, tidak pula suka tergesa-gesa Qatadah Berakhlak mulia Dahhak Hamba yang bertakwa Salim Seorang yang mulia Ibn Zaid Seorang alim, fakih Ibn Musayyab Seorang yang tidak memiliki sifat hasud Sawri Hamba yang selalu rela dengan ketetapan Allah Ahmadbin Asim Seorang yang taat, mulia dari teman-teman sebayanyaHalil tawakal Abu Bakrinil Warrak Yang memiliki cita-cita mulia Tirmizi Dermawan, selalu lebih dalam kebaikan Abu Ishak Yang menyerahkan dua dunianya kepada Tuhan JunaidBagdadi Seorang hasur... Yang tidak menikah meskipun mampu... yangmenghindarkan diri dari segala keinginan dan lintasan untukberhubungan badan. Yang sejak kecil telah bersikap teguhbahwa Diriku bukan diciptakan untuk bermain’. Dialahseorang Hasur, yang terjaga, yang terlindungi dengan perisaibaja sifat haya. Dialah seorang nabi.... Seorang yang menjadi utusan dan juru bicara nabi yang menyeru kepada hidayah, menjadipenuntun bagi kehidupan ummat manusia. Seorang yang saleh. Nama yang mencakup semua kebaikan, Saleh. Martabatmanusia yang paling tinggi; kedudukan yang paling mulia,dengan kehidupan luar dan dalam yang selalu sesuaidengan syariat, bersih-suci. Seorang yang murni, terang-benderang.... Seorang yang sering menangis. Sejak kecil selalu menyendiri di lereng gunung, duduk di samping sumur, sendiri menangis pilu.... -o0o- Btng Bereor di Btleem Malam itu... Sebuah bintang berekor bersinar terang di atas kota al-Quds. Ia memancarkan cahaya sangat terang cukup lamasampai kemudian bergerak menuju selatan dan orang pemuda ahli astronomi segera bangkit daritenda yang didirikana di lereng Bukit Zaitun. Mereka memacukuda seraya mengejarnya. Mereka mengejar dan terusmengejar ke arah yang sama sekali belum pernah diketahui. Pada waktu yang bersamaan... Maryam yang dijatuhi keputusan hukuman matikarena mendirikan salat secara berjamaah di padang pasir suci telah hampir genap sembilan bulan menyendiri di balik tirai penutup jendela mihrab. Kandungan Maryam yang beberapa lama ini tenangtiba-tiba mulai bergerak-gerak dengan kencang. Saat itulah,sebagaimana yang telah disepakati bersama dengan NabiZakaria, Maryam menyalakan lentera di dalam mihrabnya. lentera menyala, mulailah Nabi Zakaria, Yusuf,dan Merzangus berangkat menuju masjid dengan sembunyi-sembunyi. Sesampai di mihrab, setelah pintu terbuka, Zakariadan Yusuf berucap salam kepada Maryam sambil keluar dengansembunyi-sembunyi. Perlahan mereka menuruni tangga sampaiakhirnya bertemu dengan Merzangus yang telah menunggu disamping tangga dengan sebilah pedang terhunus di tangan. Merzangus langsung mendekap Maryam yang begitulemas dan gemetar. Pertama-tama, mereka memutuskansegera pergi menemui al-Isya. Namun di tengah-tengahperjalanan menuju rumah sang bibi, mereka dikagetkankedatangan beberapa orang pemuda ahli astronomi. Kuda-kuda tunggangan mereka tampak bertiga “Sang raja sudah lahirkah!?” tanya mereka berulang-ulangdengan tergesa. Bintang berekor telah melaju kencang daritangga Masjid Aqsa menuju tempat ini sampai kemudianmenghilang. Merzangus yang juga kaget dengan kedatangan merekamelirik ke arah Nabi Zakaria dan Yusuf dengan pandanganbertanya, sambil menghunus pedang dan mengacungkannyake arah tiga pemuda tersebut... Ia angkat cadar wajahnya sampai menutupi bagian hidungseraya berteriak, “Jangan mendekat!” Para pemuda ahli astronomi ini pun kaget dengantindakan Merzangus. Mereka bahkan sampai kewalahanmenghentikan kudanya dan lekas turun untuk bersimpuh danberucap salam. Dengan singkat dan cepat mereka menuturkanmaksud kedatangannya dan langsung bertanya, “Apakah sangraja sudah lahir?” keadaan seperti ini, Merzangus punmemasukkan kembali pedang ke dalam ia sendiri juga tidak tahu apa yang harusdilakukan dalam keadaan seperti itu. Satu-satunya hal yangada dalam pikirannya adalah secepat mungkin meminta ketigaorang asing tersebut segera meninggalkan tempat itu karenaMaryam telah sedemikian pedih merasakan sakit. “Aku dapat menunjukkan kepada kalian tempat sang rajayang kelahirannya Anda sekalian nantikan. Ikutilah diriku,”ujar Merzangus. Merzangus segera loncat ke atas punggung kudanya yangbernama Suwat sambil memberi isyarat dengan pedangnyaagar ketiga orang asing tersebut mengikutinya. Saat itulah Yusuf baru menyadari mengapa Merzangusmelakukan hal tersebut. Kemudian, mereka pun segeramelanjutkan perjalanan membawa Maryam yang gemetarkedinginan ke suatu tempat yang lebih terang dan saja, Maryam sudah tidak lagi mampu berjalan. Fasepembukaan telah dimulai. Darah pun terlihat. Pedih beribupedih ia rasakan. Pada saat itulah lagi-lagi datang seorang penjaga bersamadua temannya karena mendengar suara kuda yang dipacu. Saatmendapati mereka berjalan mendekat ke arah Nabi Zakariadengan membawa kayu pemukul berujung besi, sang Nabi itupun berkata kepada rombongannya, “Kalian pergilah. Biar akuyang meyakinkan mereka agar mau kembali.” Yusuf pun segera menuntun Maryam yang terlihat begituletih dan lemas. Badannya berselimutkan pasmina. Maryampun berjalan pelan menuju rumah al-Isya. Namun, belumbeberapa lama, Maryam menyampaikan kepada Yusuf tentangilham yang didapatkannya dari Allah. katanya... “untuk saat ini cukup sampai di siniengkau menemaniku. Dalam hatiku terdetak perasaan yangbegitu kuat kalau aku harus sendirian menempuh perjalananini untuk pergi ke tempat yang jauh. Malam hari ini, ke manasaja Allah menghendaki diriku pergi, ke tempat itulah akuakan pergi menjauh dari keramaian. Berdoalah untukku danuntuk bayiku yang akan lahir. Aku tidak bisa membayar hak-hakmu atas diriku, mohon dimaafkan.” Meski Yusuf telah berusaha meyakinkan Maryam, tetapsaja ia tidak mampu. Bahkan, Maryam telah beranjak untukmemikul, menunaikan perintah, dan mengikuti ilham yangtelah diberikan oleh Allah. Demikianlah, salah satu nama lain dari Maryam adalah“Asra”, yang berarti seorang yang berjalan pada waktumalam. Bersama dengan sang bayi yang berada di dalamkandungannya, ia menyendiri ke tempat yang jauh. Ilhamlah yang telah Maryam dapatkan dan memandunyauntuk terus berjalan dan berjalan dalam penuh kepedihanmenuju Betlehem yang terletak di sebelah selatan menyendiri ke suatu tempat yang teramat jauh.“Tempat yang jauh” itu telah menjadi takdir bagi sebatang tunas yang dirawat langsung oleh Zat YangMaha Mencipta, Maryam telah disimpulkan dengan kata“jauh” dalam kehidupannya. Jauh.... Demikianlah Maryam hidup dalam perintah “uknut!” disepanjang kehidupannya. “Taatlah...!” Saat ia berlama-lama berdiri tegak berdoadalam salat, di saat ia berteguh dalam ketaatan, bahkansaat merebahkan diri dalam istirahat, kehidupannya selalu dalam ikatan perintah uknut. Begitulah guratantakdir yang telah ditentukan baginya. Kini, perintah taat telah membuatnya berjalan ke tempatyang jauh. “Diri sendiri” adalah ringkasan singkat hidupnya. Takdir yang akan ditempuhnya merupakan contoh bagi setiap kaum hawa di masa setelahnya. Tidak pernah ia merasa gentar dengan kesendiriannya. Dengan ketegaran dan keteguhannya inilah ia akanberbisik bahwa bersama dengan Allah merupakan kekuatanyang tidak mungkin ada yang menandingi. Dalam ujian yangteramat sangat berat inilah Maryam akan bercerita apa sajayang mampu dipikul oleh seorang wanita yatim. “Jiwa kesatria adalah sebuah sifat. Dengan jiwa itu ada beberapa kaum wanita telah menunjukkan diri sebagai seorang kesatria.” Demikianlah yang terpekik dalam ujian hidup yangdialami Maryam, yang api ujian itu masih terus membara,terus membakar jiwa sebagian kaum wanita. -o0o- Marym di Btleem Setelah berpisah dengan Merzangus, kemudian Zakaria dan Yusuf, Maryam melangkahkan kakinya berjalan kearah barat daya al-Quds. Ia terus melangkahkan kakinyamenembus rimbun perkebunan zaitun. Maryam denganteguh melangkah seolah-olah di depannya terdapat anak-anakkecil memanggil-manggilnya dengan riang sambil melambai-lambaikan tangan. Saat Maryam mencapai ujung kebun zaitun, tiba-tibajalan telah menanjak menuju atas bukit. Napas Maryam puntersengal. Ia bersandar pada pematang kebun untuk beristirahatsejenak sembari memandang ke arah Danau Luth. Embusan angin malam menyapu wajah Maryam bersamaaroma kepekatan garam. Saat itulah jerit pedih dan tangisankaum Luth yang ingkar bersama dengan istrinya yangtenggelam di dasar danau seolah-olah terdengar. Merekaadalah kaum Luth yang tidak mengindahkan seruan pun mengutus dua malaikat untuk menyelamatkanNabi Luth bersama dengan anak-anaknya dari kaumnya yangzalim. keheningan malam, kota kaum Nabi Luthdiluluhlantakkan amblas ke dalam tanah. Hantaman air deraslalu memusnahkan tempat itu hingga tenggelam. Gambaranseperti itulah yang sedang terbayang nyata dalam pandanganMaryam saat melihat ke arah hamparan air Danau Luth padamalam itu. Maryam tiba-tiba terperanjat akibat suara gemeretakdedaunan dari ketinggian bukit. Saat mengarahkan pandanganke arah suara itu, ia makin kaget karena ada penampakan duaorang berpakaian putih menyala menuruni lereng-lerengbukit. “Mungkinkah ini hanya ilusi dari kelelahan yang akurasakan?” Perasaan Maryam masih belum tenang. Selama ini, kehidupannya selalu berlangsung di dalammihrab dan diawasi Nabi Zakaria. Maryam tidak pernah beradadi jalanan, apalagi di dalam keheningan malam, seorang pernah beberapa kali Maryam mengunjungi rumahpara fakir miskin dan anak-anak yatim di keheningan malam,saat itu dirinya dipandu Yusuf sehingga ia tidak terlalu risau. Apalagi, saat ini kedua telapak kakinya memar dan penuhluka. Ia sama sekali tidak memiliki alas kaki. Berjalan Maryam tanpa alas kaki. Berjalan seorang diri dalam keheningan malam. Berjalan tanpa mengenali arah dan jalur perjalanan. Dalam rasa sakit yang memilukan. Maryam berlumuran darah. Runcing bebatuan dan tajam duri-duri jalanan tidak hanyamelukai kedua kakinya tapi juga menusuk pedih jiwanya. Terus berjalan dalam keheningan malam... mengikuti lambaian tangan anak-anak yangmemanggilnya dengan penuh keriangan, menyusuri jejakdua orang berpakaian putih yang menyusup dari ketinggianpuncak bukit. Pada saat itulah terdengar seruan di dalamtelinganya, “Jangan pernah berhenti untuk berzikir kepadaTuhanmu.” Maryam menahan rasa sakit yang dideritanya untuk tetapberjalan dan berjalan. Sejak kecil Maryam menjadikan lafaz-lafaz zikir sebagai napasnya. Seperti menimba air dari dalam sumur, Maryam pun menarik napas zikir dari dasar kedalaman hatinya. Namun, pada malam ini isi sumur hati Maryam seakan-akan membeludak. Terlebih dengan sakit yang dideritanya,yang telah membuat hati, lidah, dan segenap jiwanya dipenuhisemangat untuk khusyuk dalam untaian zikir. Seolah-olahkehidupan di dalam mihrab yang penuh kekhusyukanberdoa dan berzikir telah membimbingnya untuk semakinbersemangat mengungkapkan isi hatinya. “Ya Rabb Ya Allah, Ya Fattah Ya Allah, Ya Shamad YaAllah, Ya Wahhab Ya Allah, Ya Shabur Ya Allah... Engkaulah al-Fattah. Hanya kepada-Mu diri inimengadukan keadaanku. Sungguh, Engkaulah Zat YangMaha Menggenggam kunci keluar dalam setiap derita dankesusahanku.” tidakpernahbutuhkepadasiapa pun. Engkau tidak berputra, tidak pula itu, diri ini adalah hamba yang senantiasa butuhkepada-Mu. Sungguh, rasa sakit ini semakin menjadi dankeheningan malam membuat diri ini merasa sendiri sehinggahanya kepada-Mu diri ini memohon dihindarkan darikepedihan hati dan dan badan. Engkaulah al-Wahhab. Zat yang Maha telah melimpahkan nikmat-Mu kepadaku sebagaiseorang yang yatim. Engkau tumbuh kembangkan dirikuhingga dewasa dalam limpahan nikmat yang tiada ini, aku memohon Engkau berkenan menyingkapkeadaanku yang penuh dengan kesusahan dan kepedihanini untuk dipertemukan dengan kelapangan dan Engkau adalah Mahakuasa atas segala sesuatu. Olehkarena itu, hamba memohon dengan sangat, keluarkanlahdiriku dari kegelapan sebagai limpahan dari nikmat-Mu. Ya Shabur, Ya Allah! Limpahkanlah diri ini kekuatandari-Mu. Jadikanlah diri ini menjadi hamba yang senantiasamampu bersabar menghadapi musibah dan kesusahandengan kekuatan iman kepada-Mu. Ya Tuhan! Limpahkanlahkepadaku kekuatan untuk dapat tetap bertahan!” Setelah sampai ke puncak bukit, Maryam pun melihat kesekelilingnya. Dari kejauhan, sorot remang lampu perkampunganBetlehem terlihat. Redup sorot cahaya lentera itu seakan-akan sedikit meredakan sakit yang Maryam rasakan. Ia punmenenangkan diri dan mengarahkan wajahnya ke arah embusanangin yang bertiup semilir. Hati Maryam seolah-olah merintihmemandangi redup cahaya lentera dari rumah-rumah itu. keheningan malam, semua orang tentu sedangdalam keadaan yang begitu nyaman, sementara dirinyamenyusuri rimba jalanan yang dia sendiri tidak tahu hati Maryam dalam pandangan sorot cahaya lenteraitu sehingga wajah ibundanya hadir dalam bayangan. Wajahitu seolah-olah nyata seperti yang ia jumpai di dalam mimpi. “Oh ibu!” katanya. Ibu... Betapa indah kata itu. Kata yang penuh dengan muatandoa. Seolah-olah lafaz zikir. Mengucapkannya, hati manusiamenjadi tenang. Seakan-akan seseorang telah datangmengulurkan tangannya dan hamparan langit menjadicerah dibuatnya. Dada manusia pun menjadi lapang dalamkeberadaannya. “Duhai ibu!” kata Maryam, “Sungguh, jika saat ini masihada, engkau tidak akan mungkin membiarkanku sedirian disini.” Maryam merasa heran dengan dirinya saat mengucapkankalimat itu. Dirinya sejak kecil telah ditempa dengankehidupan yang penuh dengan kesabaran. Tidak pernah iamengungkapkan keyatimannya. Namun, entah apa yang telahterjadi dalam kesendiriannya di keheningan malam itu? Maryam merasa bahwa sakit dan kepedihan yang dirasakandalam kesendirian dan keheningan akan menghimpit manusiake dalam kerapuhan serta menggerogoti kesabarannyaseperti bubuk kayu. Demikianlah yang terlintas dalampikiran Maryam. Namun, sudah tidak tersisa tenaga untukmerenunginya saat kepedihan baru menusuk jiwa Maryamsehingga ia pun lebur sehalus debu. 241
PERPUSDIGITAL MTs. HIDAYATUS SHOLIHIN menerbitkan 4 Wanita Penghuni Surga - Maryam, Bunda Suci Sang Nabi pada 2021-09-29. Bacalah versi online 4 Wanita Penghuni Surga - Maryam, Bunda Suci Sang Nabi tersebut. Download semua halaman 451-474.
Kini, Maryam seakan-akan lebur menjadi satu titik. Dan titik itu adalah titik kepedihan. Satu titik yang membuatnya semakin mengerut dalam kesakitan seakan-akan tulang-tulang di sekujur tubuhnya hendak dipisahkan. Pandangan kedua matanya menjadi gelap. Maryam pun roboh, terkulai di atas tanah. Ia mencoba bangkit dengan susah-payah, dengan tenaga yang sedikit tersisa... Rasa sakit yang diderita Maryam semakin terasa saat bayi yang berada di dalam kandungannya bergerak-gerak. Dalam rasa sakit yang tidak tertahan itu, Maryam membungkuk untuk mengusap tubuhnya yang basah oleh keringat. Ini adalah rasa sakit yang timbul pada saat akan melahirkan. Terlebih, dia hanya seorang diri. Malu Maryam kepada dirinya yang begitu papa. Ia pun bersimpuh di atas tanah. Apakah yang sebenarnya telah terjadi dalam kehidupannya? Seakan-akan air tak pernah berhenti mengalir dari dalam kandungannya seperti guyuran timba dari sebuah sumur yang dalam. Keadaan inilah yang membuat Maryam bertekuk lutut, bersimpuh lemas di atas tanah.... Namun, beberapa saat kemudian, Maryam berusaha menjejakkan kedua kakinya dengan rasa sakit yang begitu menusuk jantungnya. 242Dirinya tidak bisa tenang tanpa bergerak lantaran rasa sakit yang ditahannya. Kesakitan yang akhirnya membuat Maryam bersandar pada sebatang pohon kurma. Pohon yang telah mengering seluruh batang dan daunnya. Pohon yang berada di tanah kering dengan batu-batuan yang runcing. “Aduuuh!!!” rintih Maryam pedih. “Aduh kurma! Kurma kering, kurma yang sama menderita denganku. Sungguh, demi Tuhan yang telah menumbuhkan dirimu dalam tanah kering berbatu panas dan tajam! Apakah dirimu telah ditumbuhkan di sini demi dapat menjadi sandaran bagi seorang yatim?” -o0o- 24327. Caan Cta Sbang Pohon urma Sebatang pohon kurma telah menjadi saksi bagi Maryam. Ia ikut menangis tersedu-sedu dengan air mata yang terus berlinang. Entah apa saja yang akan dia katakan jika mampu berbicara dengan sahabatnya yang kini sedang dalam derita. “Ah ibunda Maryam. Maryam yang telah dipilih oleh Rabbi. Maryam yang telah dikurbankan. Maryam yang telah disucikan. Maryam yang tirainya tertutup rapat untuk dunia, tapi terbuka kepada Allah Maryam yang terang cahaya keningnya sebagai penanda seorang hamba yang terpilih. Mengering sudah sekujur dahan-dahan dan daunku ini saking lamanya menunggu dirimu. Tak tersisa sudah air di kandung badan. Jika saja sebelumnya tidak diberi berita gembira akan hari saat engkau bersandar di punggung batangku, niscaya telah 244lama sudah kesabaranku berakhir. Telah lama pula diriku membusuk bercampur tanah. Lenyap sudah diriku jika tidak tersisa harapan akan perjumpaan denganmu. Dan kini, sebagaimana yang engkau lihat, diriku adalah sebatang pohon kurma yang telah mengering, sebatang pohon yang setelah ini akan tercatat sebagai pohon yang pemalu namun cerah kehidupan masa depanku. Sungguh, segala puji dan syukur aku panjatkan ke hadirat Allah yang telah menitahkan diriku sebagai teman dan kekasih di dalam kegelapan malam. Ia telah memilih diriku di antara semua pohon untuk menjadi sandaran saat engkau begitu lemah. Janganlah engkau lihat diriku yang telah mengering daun dan dahan-dahannya. Banyak sekali darwis yang telah lama melebur dalam jalan perjuangannya di tengah-tengah padang pasir saat mereka mencari jejak sang kekasihnya. Sampai-sampai mereka sendiri telah melebur menjadi jalan. Seperti para darwis itulah diriku jika engkau tahu saat engkau belum datang dan menyandarkan tubuhmu. Saat-saat sebelum engkau datang, penantian merupakan kesendirian teramat pedih yang tiada berujung. Kini, pada malammu yang pedih ini, terimalah diriku yang sudah tua dan kering ini sebagai temanmu sebagaimana ibumu yang teramat engkau rindukan dan ayahmu yang tidak pernah engkau lihat wajahnya. Ah, Maryam! Saudaraku yang tinggal sebatang kara.... Saudaraku yang berwajah cantik, yang pada malam- malam hari seorang diri dalam derita. Engkaulah yang selama bertahun-tahun ini aku tunggu. Engkau datang seperti bintang, tepat pada saat harapanku hampir punah. 245Bagaikan sungai... Bagaikan dalil... Bagaikan ayat… Segala puji dan syukur aku panjatkan kepada Zat yang telah menjadikanku sebagai kekasihmu, yang telah membubuhkan namaku dalam buku-buku catatan bersanding dengan namamu... Selamat datang! Wahai saudaraku tercinta. Kini, engkau bisa bersandar dengan sepenuhnya pada batangku. Janganlah takut, pijakan akar-akarku tidak akan roboh. Akar-akarku telah terikat dengan takdir yang telah dititahkan kepadamu. Karena itulah tidak mungkin aku pergi, tidak mungkin aku akan lari. Wallahi. Billahi. Tallahi. Tidak mungkin aku berputus asa dari sumpahku. Selamat datang temanku yang telah bertahun-tahun aku tunggu, teman yang demi takdir yang telah digariskan kepadamu aku rela bersimpuh bertahun-tahun menunggu. Dan sekarang, saatnya Maryam bersandar dengan rasa aman. Entah berapa musim salju silih berganti, berapa musim semi, musim panas... entah berapa lama terik padang pasir membakar kepalaku. Namun, aku tetap bersabar, tetap teguh, tetap bertahan.... Dan hanya untuk beberapa saat engkau bersandar, semua kepedihan, kesakitan, dan perjuangan ini aku lakukan… 246Agar kekasihku merasa nyaman bersandar, aku relakan pelepah dan daun-daunku mengering. Hingga sekarang ibunda Maryam, Ibunda sang Marziyyah, Ibunda sang Saiyyah, Ibunda sang Azra, Ibunda sang Asra, Ibunda sang Bakirah, Ibunda sang Marbubah, Ibunda sang Zahra, Ibunda sang Mahjubah, Ibunda sang Masummah, Ibunda sang Zahidah, Nama terbaik dari nama-nama yang baik.. Sekaranglah saatnya engkau mengenakan mahkota kesabaran, keteguhan. Dan sejak saat ini, semua makhluk di sepanjang zaman akan mengenalmu sebagai seorang yang bersandar pada sebatang pohon kurma dengan mengenakan mahkota gelar kesabaran dalam setiap ujian kesabaran, keteguhan, dan ketegaran Rabbani. Sekarang, teguhkanlah, kuatkanlah dirimu sehingga setiap kaum hawa setelahmu juga akan melihatmu seraya bersandar sepertimu dalam setiap derita yang dipikulnya. Sungguh, engkaulah pengantin wanita sang kesabaran, Sungguh, engkaulah malaikat keteguhan, Penuntun setiap nama dalam ketabahan, Teladan terbaik dalam ketahanan... 247Dengan demikian, setiap hamba yang memikul kepedihan ini, demi rida Allah, juga akan mengenangku. Mengenang dan dengan seizin Allah, kemudian bersandar pada batang kurmaku ini yang sejatinya hina. Semoga salam terucap kepada siapa saja yang membubuhkan namaku sebagai sebatang pohon kurma kering’ dalam catatannya. Sebatang pohon kurma kering yang terbakar oleh terik matahari cinta, yang mengorbankan dirinya demi bunda Maryam sang kekasihnya.” -o0o- 24828. ithn Marym “Kepedihan yang dirasakan saat hendak melahirkan mendorongnya untuk bersandar pada sebatang pohon kurma kering. Seandainya saja,’ katanya. Seandainya saja diriku mati sebelumnya sehingga menjadi seorang yang hilang dilupakan.’” Saat-saat Maryam merasakan sakit karena hendak melahirkan, takdir telah menuntunnya untuk berjalan ke tempat yang sama sekali tidak ia ketahui. Ia telah mengandung seorang bayi tanpa suami. Dan ini adalah ujian terberat dari Allah bagi seorang wanita. Sebuah ujian yang paling berat sepanjang zaman. Sebuah cobaan paling berat bagi kehormatan dan kesucian seorang wanita. Namun, bukankah saat di awal kehidupannya pun Maryam telah diberi isyarat bahwa “wanita tidak seperti laki-laki?” Dan kini, ujian yang telah ditimpakan kepadanya 249sebagai seorang wanita akan dicatat sebagai pelajaran bagi kaum hawa dalam menghadapi ujian agar tabah dan teguh hati. “Diriku tidak jauh lebih kuat daripada sehelai kecambah dalam langkahku di dunia ini.” Diriku adalah Maryam Seorang yatim lagi sebatang kara.... Diriku seperti sungai yang mengering dalam dekapan gunung. Laksana sebatang cabang dari pohon Huda-yi Nabit yang tumbuh dalam pemeliharan Allah. “Akar-akarku telah terikat dalam tanah,” kata sebatang pohon kurma kering. Sementara itu, takdirlah yang telah mengikat diriku. Tidak mungkin bisa lari dari ketentuan takdir… demikian diriku menunduk seraya bersabar. Diriku selalu berada di dalam ruangan. Berada di dalam diriku sendiri. Namun, malam ini aku diperintahkan untuk keluar. Berpindah. Berada di luar. Tanpa rumah. Tanpa atap. Tanpa alamat tujuan. Tanpa ada rumah, tanpa ada pintu untuk diketuk. Tak pernah diriku berjalan. Tak pernah diriku pergi. Hingga tak pernah pula diriku beralas kaki. Dalam sunyi gelapnya malam ini, 250Di tengah-tengah gunung yang tidak aku kenal, tidak pula aku mengerti ini. Dalam kesendirian di luar untuk melangkah dan melangkah tanpa aku mengerti, tanpa aku kenali. Aku kedinginan, wahai sebatang pohon kurma kering! Aku menggigil, wahai sahabatku! Selimutilah diriku, sembunyikan diriku… jangan engkau perlihatkan diriku pada orang lain. Setelah saat ini, setiap buku catatan akan membubuhkan kisah tentang apa saja yang aku alami. Ah! Bukalah tanahmu biar aku membenamkan diri di sampingmu; di dalam tanahmu yang hangat. Biarlah manusia melupakan diriku, biarlah manusia tidak menuliskan cerita tentang diriku. Dalam udara sedingin es, Sepanas api, Sekeras besi, Namun, siapa yang mengangkat hijabku? Ah! Jika saja diriku mati, mati.... Hingga tak akan pernah dibubuhkan ke dalam buku catatan, Hingga pena pun tak akan menuliskan namaku, Dan diriku akan menjadi orang yang hilang dilupakan...” -o0o- 25129. Suara eiga Jiwa mana yang menitahkan takdir rela menyaksikan rintihan pedih bunda Maryam bersama sebatang pohon kurma kering yang menjadi sandarannya. Tentu saja titah takdir tidak memiliki jiwa. Namun, demikianlah gambarannya. Allah, Zat yang bertitah, sejatinya tidak rela. Saat menyusun serangkaian ujian, Ia juga telah menyusun pendukung untuk menguatkan hati hamba-Nya. Karena itu, tanpa disangka-sangka, saat pintu harapan seakan mulai meredup, Allah memberikan kekuatan kepada Maryam untuk bersandar pada sebatang pohon kurma kering serta mengutus malaikat dan Isa untuk menjadi pendukungnya. Begitu kepedihan semakin menjadi, Maryam semakin sadar adanya kehangatan dalam setiap tarikan napasnya. Seolah-olah Allah yang telah menjadikan kesunyian malam terasa semakin pekat dalam derita, semakin menyayat di lubuk hatinya, telah mengirimkan para malaikat untuk melegakan hati Maryam. Pada saat-saat itulah terdengar suara Jibril “Janganlah kamu bersedih hati. Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu. Niscaya pohon itu akan 252menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka, makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah, Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah sehingga aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” Lahirlah putra Maryam. Lepaslah kandungan Maryam. Seorang bayi yang Allah sendiri telah menyebutnya sebagai kalamullah telah lahir ke dunia sebagai mukjizat, sebagaimana Adam . Dan saat itu, Maryam hanyalah seorang diri. Kesendirian yang telah diatur Allah sehingga dunia dan isinya tidak lagi manis baginya. Bersama dengan keindahan dan kemegahannya, dunia telah meninggalkannya. Ia memang bukan seperti manusia pada umumnya yang membahagiakan diri dengan harapan duniawi, sehingga rintih dan kepedihannya bukan bersandar pada dunia dan nafsu manusia. Kepapaan dan kesendirian adalah medan yang telah disiapkan secara khusus oleh Allah untuk menempa jiwanya. Oleh karena itu, ketika manusia berteman dengan nafsu dan kebutuhan jasmani, Maryam berteman dengan para malaikat yang mengajari, menemaninya dalam penghambaan kepada Allah. 253Dan meski kenyataannya Maryam tercipta di dunia, Namun jiwa dan kehidupan bukanlah untuknya... Dialah seorang diri. Seorang yang tidak memiliki ibu, ayah, rumah, dan teman. Seolah kemapanan duniawi telah dicabut darinya demi suatu ujian Ilahi. Kehidupan yang umum dialami oleh layaknya manusia menjadi berlebih bagi seorang Maryam. Hanya dalam batas tertentu yang diperbolehkan baginya sehingga Maryam mampu tabah dalam keterbatasannya dan mampu mencapai tujuan mulianya tanpa terhalang segala hal duniawi. Ia bukan saja panutan bagi kaum hawa, melainkan juga bagi seluruh umat manusia yang dibimbing langsung “secara khusus” oleh Allah. Tidak ada hal yang dibutuhkan untuk menjadi pelipur lara, pendukung, penopang, maupun pemberi kesenangan bagi Maryam, Sejatinya ada beberapa orang yang selalu mendukungnya... Mereka tidak lain adalah Nabi Zakaria dan keluarganya, alam hewan dan tumbuhan, angin, siang, malam, dan juga para malaikat. Dan akhirnya Malaikat Jibril pun datang seraya berseru kepada Maryam. Berseru untuk mengempaskan kepedihan dan derita yang menghimpit jiwanya seperti barisan gunung menindih jantungnya. “Janganlah engkau bersedih hati!” seru Malaikat Jibril kepada Maryam laksana teman atau sahabat tempat berbagai perasaan. Dan dalam masa-masa sulit, Malaikat Jibril memang telah ditugasi untuk menjadi sahabat dekatnya. Setelah bayi Maryam lahir di alam yang paling aman dan paling rahasia, yaitu di perbukitan Betlehem, kuasa Ilahi telah 254menciptakan aliran sungai yang begitu jernih airnya sehingga dapat menghilangkan dahaga yang dirasakan Maryam dan juga bayinya. Dalam kelahiran yang umum, ibu dan ayahlah yang pertama-tama memberi ucapan selamat kepada sang bayi, bidan, dan dokter. Namun, bagi Maryam, sosok itu adalah Malaikat Jibril. “Makan dan minumlah. Selamat, bayimu telah lahir dengan selamat!” demikian seolah ucapan sang malaikat. Sang Ruhul Kuddus.... Sungguh, betapa ia adalah sahabat yang mulia. Utusan Allah yang sempurna, teman berbagi dan juga penopangnya. Semoga salam dari Allah tercurah bagi para kekasih dan kedua hamba-Nya! -o0o- 25530. Para Ali stronoi pn Dim Di atas Suwat, kuda tunggangannya, Merzangus memimpin ketiga pemuda ahli astronomi memacu kudanya sekencang tiupan topan. Tanpa henti, mereka terus memacu kudanya ke arah tenggara al-Quds. Tak ayal, dalam satu malam sampailah mereka ke Lembah Naml’. Nabi Sulaiman bersama pasukannya pernah menyeberangi lembah ini. Lembah berupa koridor sempit memanjang dan diapit pegunungan granit terjal yang seolah- olah tanpa ujung. Lorong curam yang sarat bahaya, ditambah jalan licin berliku-liku, menembus dengan singkat ke kota Askalan. Jalan ini sebenarnya hanya alternatif terakhir ketika perang terjadi atau wabah penyakit melanda. Itu pun harus dipandu seorang yang benar-benar memahami rutenya. Kalau tidak, Lembah Naml tidak lain adalah sebuah wahana kematian. Nama lembah ini diambil dari jenis semut yang begitu lincah merayap dari puncak-puncak bukit yang terjal seperti cerobong pembakaran alami. Inilah hewan paling pintar yang mampu bergerak gesit dalam lembah yang tidak mungkin dilalui manusia dengan berjalan kaki. Sebuah lembah yang 256sama sekali tidak mungkin dilalui seorang pun kecuali seorang pengelana besar dengan sebuah peta yang tidak mungkin pernah dilihat oleh seorang manusia. Merzangus tahu bagaimana menjinakkan Lembah Naml dari gurunya, Zahter. “Suatu hari, jika engkau harus melewati lembah ini, ketahuilah bahwa ia hanya mungkin dilewati dengan sabar dan puasa tanpa bicara,” kata Zahter menasihati murid dan juga anak angkatnya. Kini, Merzangus makin paham makna kata-kata Zahter saat itu. Merzangus juga masih berpikir, jika dirinya urung melintasi lembah itu, ketiga orang yang dipandunya pasti akan menyadari sandiwara yang sedang dimainkan. Mereka pun akan urung mengikuti Merzangus dan balik mengejar Maryam. Oleh karena itu, mau tidak mau dirinya harus menuruni lembah mematikan tersebut. Inilah jalur paling singkat yang dapat mengantarkan musair dari al-Quds ke kota Askalan meski mematikan. Inilah perjuangan seorang Merzangus, yang memilih jalan paling sulit untuk ditempuh dalam kehidupan. Ia tidak ingin rahasia Maryam dan bayi yang akan dilahirkannya terbongkar oleh ketiga ilmuwan itu, suatu hal yang akan membuat pihak penguasa membuntutinya. 257Dengan cambukan lembut pada perutnya, Suwat berlari semakin kencang. Di belakangnya mengejar Ismail Alawi dengan kuda putih bagai bintang menerobos kegelapan malam. Tidak lama kemudian, Ismail mampu mengejar kuda Merzangus. Saat itulah Ismail memberikan isyarat kepada Merzangus untuk memperlambat laju kudanya atau berhenti sejenak. Akhirnya, laju kuda melambat, namun Merzangus dan Suwat tidak menghentikan langkahnya. Suwat tampak marah karena lajunya diperlambat. Ia meringkik sambil melompat-lompat seolah-olah memberi isyarat untuk segera berlari dari ular dan setan yang mungkin keluar dari semak-semak belukar. Saat itu Merzangus membenahi cadarnya kemudian berseru dari atas kudanya. “Ada apa? Apa yang engkau inginkan?” “Temanku tertinggal jauh di belakang. Aku mengkhawatirkan keselamatan mereka. Kami sama sekali belum pernah melewati lembah yang gelap dan mengerikan ini. Namun, jika engkau memerhatikan posisi bintang di langit dan juga embusan udara yang semakin lembap dan asin, ini menunjukkan kita semakin mendekati arah laut. Benarkah engkau akan membawa kami ke tempat Sang Raja dilahirkan?” “Kalau tidak tahu, engkau harus mengikuti aku!” “Tapi, aku sangat mengkhawatirkan keselamatan temanku yang lain. Mereka tidak pandai menunggangi kuda seperti kita. Aku akan kembali mengejar mereka di belakang.” “Tidak bisa! Engkau tidak bisa tinggal diam atau kembali dari lembah ini. Ini adalah Lembah Naml. Lebih-lebih, di lembah ini dilarang keras banyak bicara seperti ini.” 258“Apa? Lembah Naml? Duhai Allah! Benarkah ini adalah lembah yang pernah dilewati Nabi Sulaiman bersama pasukannya? Kalau memang benar, berarti aku harus segera kembali!” Dengan segera Ismail menarik kekang kudanya untuk kembali ke arah semula dengan tekad bulat. Mendapati hal ini, setelah ragu untuk beberapa lama, Merzangus kemudian langsung memacu kudanya dengan kencang. Namun, setelah beberapa lama memacu kudanya dan menembus kegelapan lembah, mereka akhirnya berhenti sejenak untuk menghela napas dalam keputusasaan. Entah mengapa, kedua kuda tunggangannya kini tidak lagi mau berjalan. Belum juga Merzangus berkata “tunggu”, Ismail Alawi sudah melompat dari atas kudanya. Ia jatuh tersungkur dan mulai merintih keras sambil memegangi kedua matanya. Kudanya sendiri melompat-lompat, memukul-mukulkan kakinya dengan meringkik keras. Melihat Ismail yang merintih kesakitan, Merzangus langsung melemparkan selendang ke arahnya. Dengan berpegang pada uluran tali selendang itulah Ismail mencoba bangkit untuk kembali naik ke atas punggung kudanya. Begitu dapat kembali duduk di atas kuda, dalam napas terengah- rengah Ismail pun bertanya dengan nada marah, “Sebenarnya mau kamu bawa ke mana kami, wahai wanita malang!” Merzangus mengeluarkan pedangnya dari kerangkanya seraya berucap salam dengan pedangnya. “Aku adalah seorang prajurit yang telah bersumpah melindungi Maryam putri Imran dan bayi yang akan dilahirkannya.” 259“Aku tidak peduli dengan apa yang ingin kamu lakukan. Tahukah kamu kalau tadi ribuan anak panah tiba-tiba dihunjamkan ke dalam mataku? Tidak hanya itu, aku juga mendengar suara-suara yang sangat aneh. Jeritan anak-anak yang mengatakan jangan sekali-kali engkau mengganggunya!” “Suara yang engkau dengar itu bisa jadi para malaikat atau semut-semut yang menjaga lembah ini. Mereka adalah umat Nabi Sulaiman yang masih ada sampai zaman sekarang. Dan lembah ini berada dalam pengamanan mereka. Tidak pernah ada manusia yang melewati lembah ini dengan berjalan kaki. Kudamu jauh lebih tahu tentang semua ini.” “Siapa sebenarnya dirimu ini? Dari mana asalmu? Bagaimana kamu bisa berkata semua ini?” “Bukankah engkau baru saja bertanya, benarkah ini adalah Lembah Nabi Sulaiman? Ya. Lembah ini adalah tempat semut-semut berucap salam kepadanya. Para malaikat, angin, dan juga jin adalah tentaranya. Mereka semua masih menetap di sini. Karena itulah lembah ini tidak pernah ada dalam peta. Jika yang menjaga lembah ini mengizinkan, mungkin kita bisa menemukan kembali temanmu. Hanya saja, ada satu syaratnya....” “Apa syaratnya? Tunggu, jangan engkau sebutkan. Apa pun syaratnya, aku akan memenuhinya asal bisa menemukan kembali kedua temanku yang hilang di lembah kematian ini.” “Kalau begitu, tutuplah kedua matamu dan ikutilah doa yang akan aku ucapkan. Semoga kita bisa keluar dengan selamat dari lembah ini dan menemukan kedua temanmu. Kemungkinan, mereka sekarang sedang dalam tawanan para tentara Nabi Sulaiman yang tidak kasat mata. Sekarang, 260bersumpahlah untuk tidak akan membuntuti Maryam dan putranya yang akan dilahirkan. Bersumpah pula untuk tidak memberi tahu apa pun tentang ibu dan anak ini kepada Wali Romawi yang telah merencanakan ribuan pembunuhan kepadanya. Paham? Biar sekalian aku ingatkan bahwa tempat ini adalah Lembah Rahasia. Jika engkau tidak menjaga rahasia ini, di mana pun berada para pasukan Nabi Sulaiman akan mendapatkanmu sehingga engkau tidak akan bisa berbuat apa-apa.” Setelah itu, Merzangus mulai membaca doa Ismi Azam. Tertutur oleh kedua bibir Merzangus sembilan puluh sembilan asma Allah dalam satu bacaan doa. Sementara itu, Ismail Alawi dengan khusyuk mendengarkan doa itu sambil berucap amin, amin, amin....’ Setelah selesai berdoa, keduanya mulai memacu kudanya untuk bergegas menyusuri jalan ke arah laut. Saat mentari terbit, keduanya telah sampai di pantai yang membentang di antara Gazza dan Askalan. Tidak hanya itu, mereka juga melihat Urpinasy dan Efridun telah menunggunya di pinggir laut. “Dalam kegelapan malam, kami kehilangan jalan. Akhirnya, tiupan angin memandu kami sampai di tempat ini.” “Angin juga makhluk dan tentara Allah,” kata Merzangus. Untuk beberapa saat, mereka beristirahat di pantai. Saat itulah Merzangus mulai menerangkan sosok Maryam yang sejak kecil telah dikurbankan di jalan Allah. Mereka pun mendengarkannya dengan saksama. Setelah mendengarkan penuturan Merzangus, para ilmuwan astronomi itu yakin bahwa mereka akan ditangkap dan dipaksa menunjukkan keberadaan Maryam bersama 261dengan putranya jika kembali ke al-Quds. Mereka akhirnya sepakat untuk kembali dengan naik kapal dari Gazza menuju Pelabuhan Sayda, kemudian menuju Damaskus. Dengan demikian, mereka tidak akan melewati kota al-Quds beserta daerah di sekitarnya. Dengan cara ini, mereka akan terhindar dari pantauan mata-mata Wali Romawi. Mereka pun berpisah dengan Merzangus. Mereka menitipkan hadiah untuk Isa berupa emas, tanaman murrusafi, dan tumbuhan sejenis tembakau kering. Setelah itu, mereka memacu kudanya menuju Pelabuhan Gazza. Dalam perjalanan pulang, Merzangus tidak lagi melewati Lembah Naml. Ia lebih memilih jalur utara menembus kota Hebron. Orang-orang Yahudi menyebut Nabi Ibrahim dengan nama Hebron. Merzangus pun berziarah ke makam Nabi Ibrahim, Nabi Ishak, dan Nabi Yakub. Sebelum berkunjung ke makam para nabi ini, Merzangus terlebih dahulu mengambil air wudu dan menyelipkan pedang Ridwan di pelana kuda. Sewaktu hidup, Zahter selalu berpesan agar tidak mengunjungi para alim dan nabi, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, dengan membawa pedang. Demikianlah ajaran sang kakek dalam memberi pendidikan mengenai tata krama. Dengan khusyuk, Merzangus berdoa untuk para nabi, istri-istri mereka, dan keluarganya yang dimakamkan di sampingnya. Setelah selesai berdoa, begitu melompat ke punggung Suwat, Merzangus teringat masa kecilnya. Sejak kecil, Zahter telah mendidiknya menjadi seorang yang mahir menggunakan pedang. Suatu hari, saat belajar teknik pedang, Merzangus terjatuh tanpa mampu melawannya. Dengan ujung pedang yang ditudingkan ke lehernya, Zahter berkata, “Jangan sekali- kali engkau mengunjungi para nabi dengan pedang terhunus.” 262Saat itulah Merzangus melakukan gerakan cepat sehingga ia mampu bangkit dan Zahter pun dapat dijatuhkan dalam posisi seperti dirinya sebelumnya. “Baiklah,” kata Zahter. “Aku memberimu izin. Mungkin, suatu hari engkau akan mengangkat pedang untuk mengabdi kepada seorang nabi.” Saat Nabi Isa dilahirkan, pedang Merzangus telah terhunus untuk mengabdi kepadanya. Doa sang kakek yang juga gurunya telah menjadi kenyataan. Dengan kencang Merzangus memacu kudanya sembari menyapu pandangan ke arah Betlehem. “Terhunus sudah pedang Ridwan ini, entah kepada siapa ia akan senantiasa mengabdi?” Waktu telah banyak dilewatkan. Saatnya untuk segera menemukan Maryam. Namun, saat kembali, semua orang ternyata sudah pergi. Bahkan, Nabi Zakaria dan Yusuf sang tukang kayu pun sama sekali tidak mengetahui keberadaan Maryam. Merzangus semakin dirundung rasa gundah. Ia khawatir terjadi sesuatu pada Maryam. “Aku harus segera dapat menemukannya. Tidak mungkin diri ini rela membiarkannya sendiri dalam keadaan sepedih itu,” kata Merzangus seraya melompat ke punggung kudanya tanpa menghiraukan apa yang dikatakan sahabatnya yang lain. Selama empat puluh hari Merzangus memacu kudanya melewati gurun pasir. Dia mencari keberadaan Maryam dari satu perkampungan ke perkampungan lain dengan mendaki gunung dan bukit serta menyeberangi lembah dan perkampungan. 263Tidak tersisa lagi tempat di sepanjang Laut Mati sampai Danau Jalilah yang tidak ia cari. Meski demikian, tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan Maryam dan putranya. Tidak hanya berhenti di situ, Merzangus juga melanjutkan pencarian dari Gurbara sampai timur Jabali Guruz. Di setiap perkampungan badui, kepada setiap karavan yang lewat, Merzangus bertanya tentang sosok Maryam. Seolah-olah ada rahasia Ilahi yang membuat jejak Maryam sama sekali tidak diketahui. Orang-orang badui di selatan padang pasir Tabariyah adalah penduduk yang bertugas menghapus jejak para karavan setelah kepergian mereka di waktu malam. Merzangus juga telah bertanya kepada mereka. Namun, begitu mereka mengatakan tidak ada jejak kaki seorang pun yang berjalan sendirian, Merzangus langsung memutuskan meninggalkan pencariannya di sebelah utara dan berbalik ke arah al-Quds. Keputusan ini dilakukan tepat setelah mencapai empat puluh hari semenjak Maryam keluar dari mihrab untuk melahirkan putranya. Empat puluh hari sudah Merzangus mencari dan terus mencari. Namun, tidak ada tanda yang menunjukkan keberadaan Maryam. Kini, ia pun harus kembali.... -o0o- 26431. Marym Bernaar Maryam terlihat begitu lapang setelah melahirkan bayinya dengan ketenangan yang telah diturunkan Allah. Tubuhnya pun terasa lebih kuat. Segera ia kumpulkan biji buah kurma untuk dimakan dan mengumpulkan air segar dari anak sungai yang mengalir di bawahnya untuk diminum. Ia juga segera menyusui bayinya saat air susunya mengalir. Setidaknya, Maryam sudah mengerti keadaan dirinya dan sang bayi yang terlahir tanpa seorang ayah. Masyarakat pasti mendakwa dirinya dengan kejam. Dan ini berarti akhir bagi kehidupan seorang wanita. Padahal, apa yang menimpanya semata-mata datang dari sisi Allah sebagai ujian. Sama sekali tidak ada kesalahan yang telah diperbuat Maryam. Ia bukan seperti yang dituduh kebanyakan orang. Apa yang dilakukannya, apa yang bisa dilakukan seorang Maryam dalam keadaan seperti ini? 265Begitulah, Maryam akan diam saja. Diam seribu kata sebagaimana yang diperintahkan kepadanya. Memang, setiap kata dan pembelaan tidak akan mengurangi tuduhan orang kepadanya. Selain itu, kejadian di luar kebiasaan umum yang dialaminya sangat adil jika diserahkan pada persidangan di dalam hatinya sendiri. “Aku mengadukan semua kejadian ini kepada Allah. Hanya Allah yang mungkin bisa mengampuni diriku,” ujar Maryam pada dirinya sendiri. Semua kejadian yang menimpanya memang datang dari sisi Allah. Dan hanya Allah pula yang akan mampu membelanya dengan cara paling baik. Sungguh, kata-kata bagi Maryam sedang dalam berada di bagian penghujung. Tidak satu pun pembelaan akan mampu menjadikan dirinya suci. Dan memang, dia adalah seorang yang suci sehingga bagaimana harus disucikan kembali? Dialah merupakan sosok yang “putih”, lalu bagaimana akan diperputih? Bagaimana kemaksuman akan membelanya? Jadi, biarlah mereka yang ingin menodai kemaksumannya berbicara semaunya hingga habis semua kata-kata. Biarlah Maryam tidak bicara. Biarlah ia diam seribu bahasa. Biarlah ia diam seribu kata. Sebab, “kata-katanya” telah berada dalam gendongannya. 266Apalagi, Maryam sudah mencurahkan semuanya. Ia luapkan hingga tak tersisa apa-apa, Selain Ruhullah yang ada dalam buaiannya... Dialah sang “Kalamullah” yang menjadi dalilnya. Sang dalil yang julukannya adalah Isa putra Maryam. Dialah kini yang akan mengatakan “kata-kata yang paling baik”. Paling baik bagi ibundanya dan juga bagi umat manusia. -o0o- 26732. Marym embai ke al-Quds Setelah selesai masa nifas empat puluh hari, ibunda Maryam segera bersuci, mandi, dan kemudian memotong kain yang telah dicucinya untuk membungkus sang bayi. Setelah itu, Maryam segera melangkahkan kaki... Selesai sudah masa empat puluh harinya... Saat melewati perkebunan zaitun, setiap orang yang mengenalnya selalu mengikuti untuk bertanya-tanya tentang bayi yang ada di gendongannya. Belum lagi pertanyaan lain soal mengapa dirinya keluar dari masjid dan benarkah gunjingan yang selama ini ramai dibicarakan tentang dirinya. Setiap Maryam dengan keputusannya. Ia sama sekali tidak menjawab semua pertanyaan orang-orang itu. Maryam diam seribu kata. Semakin diam, semakin orang-orang merasakan keteguhan Maryam untuk menjaga jarak dari mereka. Semakin diam, semakin teguh Maryam melangkahkan kakinya. Melangkah dengan menggendong putranya yang suci lagi mulia menuju Masjidil Aqsa. 268Pada saat itulah, di tengah perjalanan, ada beberapa orang dari kerabatnya yang menghampiri dan berkata, “Ah, Maryam! Sungguh, engkau telah berbuat hina!” Akhirnya ia menggendong bayinya untuk dibawa ke depan kaumnya. Mereka berkata, “Wahai Maryam, engkau sungguh telah berbuat hal yang hina! Wahai putri saudara perempuan Harun! Sungguh, ayahmu bukan seorang yang buruk, begitu pula ibumu! Kerabat dan tetangga terdekat juga kaget melihat Maryam sedang menggendong seorang bayi. Benarkah dia seorang Maryam yang selama ini mereka kenal sangat mulia? Terlebih- lebih dengan menggendong bayi, tanpa malu, dan melangkah di depan kerumunan masyarakat? Mosye, yang memang sejak awal telah memusuhi keluarga Maryam, memanfaatkan kesempatan itu untuk berteriak sekeras-kerasnya di depan kerumunan orang. “Dengan muka apa engkau berani-beraninya kembali ke masjid? Sungguh, engkau telah mengotori rumah suci ini! Siapa pun yang menjadi ayah dari anak itu, pergilah kamu ke rumahnya! Jangan sekali-kali berani datang ke masjid ini lagi!” Mendengar provokasi Mosye, semua orang jadi marah. Sebagian melempari Maryam dengan batu atau kayu. Sebagian lagi ada yang memukulinya sambil berkata-kata kotor kepadanya. Bahkan, anak-anak kecil pun ikut menyebar duri dan meludahi Maryam di sepanjang jalan. Sungguh, sebuah kejadian yang amat memilukan. Meski demikian kejam, Maryam tetap tidak menjawab sepatah kata pun. Ia hanya berusaha melindungi bayi yang ada di gendongannya sambil terus berjalan dengan penuh 269keyakinan. Keteguhan Maryam semakin membuat semua orang tercengang. Tak ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam terus berjalan menuju masjid dengan langkah yang teguh bagaikan kapal yang telah diterpa ombak besar. Semua orang lalu berkumpul di alun-alun. Para pemimpin pesantren di Baitul Maqdis pun ikut datang. Mereka terpaku di atas tangga masuk sambil memandang kerumunan orang yang terus berdatangan memadati alun-alun masjid. Salah satu dari para pemimpin madrasah tersebut tidak lain adalah Nabi Zakaria. Begitu melihat Maryam, hatinya langsung seraya terkoyak. Sambil menuruni tangga, ia berteriak, “Maryam... anakku..!” Namun, Maryam tetap diam hingga tiba di tangga gerbang masuk. Dengan jari tangannya, Maryam memberi isyarat kepada orang-orang yang berkuruman untuk memerhatikan bayinya. Hal tersebut justru membuat orang-orang yang membencinya semakin ingin meluapkan kemarahan. “Jadi, dia ingin agar kita bicara dengan bayinya? Sungguh, ini adalah penghinaan bagi kita sehina perbuatan dosanya!” demikian kata mereka. Suara orang-orang mulai bergemuruh, berteriak-teriak. “....apa maksudnya ini? Bagaimana mungkin kita bisa berbicara dengan seorang bayi?” Mosye dan para pendukungnya makin meradang. “Coba perhatikan, wanita hina ini meminta kita berbicara dengan seorang bayi. Apakah dirinya ahli sihir? Bagaimana mungkin seorang bayi bisa bicara. Apakah ia akan bercerita tentang perbuatan dosa yang telah dilakukan ibunya?” 270Semua orang tertawa, mencaci-maki dengan kata-kata kotor. Dalam waktu yang sama, Merzangus datang menaiki kuda yang dipacu dengan kencang, sementara Yusuf berlari terengah-rengah dari tempat kerjanya sebagai tukang kayu. Tidak ketinggalan, al-Isya juga ikut berlari menerjang kerumunan orang bersama bayinya yang bernama Yahya. Dengan menangis tersedu-sedu, al-Isya berteriak kepada kerumunan orang-orang itu. “Jangan kalian sakiti dia. Semua ini datangnya dari Allah!” Namun, kata-kata itu tidak bisa menenangkan mereka. Bahkan, al-Isya juga mendapatkan pukulan dari orang-orang yang memang sejak awal berniat jahat. Begitulah, semuanya terjadi seketika pada saat itu. Mulailah sang bayi yang ada dalam gendongan Maryam berbicara. Sebab, ia adalah “Kalamullah”. “Diriku adalah hamba Allah. Ia telah memberiku Alkitab. Dan Ia telah mengutusku menjadi seorang nabi. Di mana pun aku berada, Ia akan memuliakanku. Ia telah memerintahkan kepadaku untuk mendirikan salat dan zakat sepanjang hidupku. Ia telah membuatku menghormati ibuku dan tidak membuatku menjadi seorang yang malang. Salam dan keselamatan terucap bagiku saat kelahiranku, sepanjang hidupku, dan saat diriku hendak dimasukkan ke dalam liang kubur.” -o0o- 27133. Ksah Tiga Bayi yng Mmpu Bicara Merzangus termenung. Ia membuka kembali catatan lama tentang tiga bayi yang dapat berbicara saat dirinya melakukan perjalanan panjang. Sungguh, kisah itu seperti sebuah ibarat yang begitu mulia. Merzangus pun tertegun merenunginya. Kisah itu kembali membuka cakrawalanya seperti sebuah jalan setapak yang mengantarkannyakejalan yang Merzangus benar-benar mampu memahami hakikat dan hikmah dari kisah itu. Pemikirannya begitu terang terbuka bagaikan bintang yang memberi isyarat dan pertanda baginya. Seolah kisah-kisah yang selalu ia dengarkan dari penuturan Zahter di sepanjang perjalanan telah menjadi guru di sepanjang usia kecilnya. Seperti kuliah di sepanjang perjalanan padang pasir. Sebuah kisah yang selalu melekat dalam ingatannya. Kisah penuh hikmah tentang tiga bayi yang bisa berbicara. 272Putra Maryam juga seorang bayi yang bisa berbicara, bahkan ketika masih dalam buaian bundanya. Kemudian, Merzangus teringat kisah lainnya. Salah satunya adalah Jurayj dari Bani Israil. Ia adalah seorang yang hanif, ahli salat, zakat, dan juga seorang mukmin yang sempurna. Suatu hari, saat dirinya sedang salat, ibunya memanggilnya sebanyak tiga kali. Saat itu, Jurayj tidak membatalkan salatnya. Setelah selesai, ia segera akan menunaikan apa yang diinginkan ibunya. Rupanya, sang ibu adalah sosok pemarah. Ia tidak sabar dan akhirnya berdoa jelek untuk sang anaknya. “Duhai Allah! Jangan cabut nyawa Jurayj sampai Engkau mengujinya dengan wanita!” Akhirnya, Jurayj mendapati ujian dengan seorang wanita saat ia menyendiri beribadah di salah satu tempat di kampungnya. Wanita tersebut tertarik oleh Jurayj yang memang masih muda dan tampan. Jurayj dapat membuatnya pergi dengan kebaikan akhlaknya. Namun, wanita itu masih terus menggodanya sampai akhirnya berbuat hina dengan seorang penggembala hingga mengandung seorang bayi. Wanita itu akhirnya memitnah Jurayj. Jurayj sama sekali tak tahu-menahu dengan semua kejadian ini. Ia masih khusyuk beribadah di dalam gubuk di pinggir kampungnya. Meski demikian, warga sudah telanjur marah karena isu yang diembuskan wanita itu. Mereka pun naik pitam dan beramai-ramai mendatangi Jurayj. Bahkan, 273gubuk tempat Jurayj beribadah dirobohkan. Tak sampai di situ, Jurayj pun sempat dipukuli. Jurayj lalu mengajak warga mendatangi tempat bayi wanita itu berada. Sesampai di sana, Jurayj bertanya kepada sang bayi, “Siapa bapak kamu?” Anehnya, sang bayi dapat menjawab pertanyaan itu dengan berkata, “Penggembala.” Karena sang bayi tiba-tiba dapat berbicara, warga pun kaget. Mereka akhirnya meminta maaf kepada Jurayj. Bahkan, mereka juga membangun kembali gubuk tempat beribadah yang telah dirusak sebelumnya. Kisah bayi berbicara lain juga berasal dari Bani Israil. Sang bayi dapat berbicara dengan ibundanya. Seorang wanita Bani Israil sedang menyusui bayinya berdoa ketika melihat seorang kesatria penunggang kuda lewat di depannya. “Ya Tuhan, jadikanlah bayiku ini seperti dia!” Mendengar doa sang bunda, bayi itu tiba-tiba dapat berbicara dengan berkata, “Ya Rabbi, jangan Engkau jadikan diriku sepertinya!” Beberapa saat kemudian, lewat seorang pembantu bersama putranya yang selalu dipandang hina masyarakat. Sang ibu bayi pun berdoa kembali. “Duhai Allah, janganlah Engkau jadikan anakku hina seperti wanita itu!” Mendengar doa itu, sang bayi pun kembali dapat berbicara, “Duhai Allah, jadikanlah diriku seperti dirinya!” 274Sang ibu kembali kaget. Akhirnya, ia bertanya kepada bayinya. Sang bayi pun menjawab, “Duhai Ibundaku! Kesatria itu adalah seorang yang zalim lagi sombong, sementera wanita pembantu itu adalah seorang yang maksum. Semua orang menyalahkan dirinya, padahal ia adalah seorang yang maksum lagi suci. Aku lebih memilih menjadi orang seperti wanita itu daripada menjadi seorang yang sombong dan zalim.” -o0o- 27534. Sift-Sift Isa Dia adalah Kalamullah... Kelahirannya terjadi atas perintah Allah. Kun, jadi, maka jadilah... Dialah penjelas, pengingat, dan penanda mukjizat penciptaan-Nya... Ketika segala sesuatu tiada, Dialah Yang Mahaada. “Keberadaan” adalah Diri-Nya yang senantiasa ada di sepanjang masa... Saat Dia dalam kekayaan yang tersembunyi, Dia pun menginginkan untuk dikuak. Bertitahlah “jadi”, maka “jadilah”. Titah ini pula yang dicipta-Nya dalam penciptaan pertama. Titah yang pertama kali dicipta, dititahkan, dan yang pertama kali pula mengarungi perjalanan... Kalamullah. Laksana awal dari putaran jarum jam, seperti angka garis pertama dalam mistar, bagaikan batu pertama dalam fondasi suatu bangunan. Demikian pula saat bangunan alam ini disusun untuk kali pertama, saat matematika dipetakkan sangat awal, saat bangunan kehidupan pertama kali ditegakkan, ketika jagat raya pertama kali ditinggikan, saat kejadian pertama kali muncul, yang ada tidak lain adalah titah “KUN”. 276“Kun” seperti sel pertama, sidik jari. Ia adalah rahasia yang menggenggam segala cipta. Dan kalam, adalah penggenggam rahasia bagi pengucapnya... Kalam, adalah pejalan yang mengayunkan kakinya dari jiwa yang terdalam. Kalam, adalah serpihan yang tercerai dari kesatuan. Kalam, adalah perpisahan; terjadinya luka. Kalam, adalah perantauan. Kalam, adalah nama jalan, perjalanan, dan juga pejalannya. Kalam, adalah jejak penanda. Kalam, adalah milik Allah; titah-Nya. Kalam, adalah utusan. Kalam, adalah nama lain dari Nabi Isa; puji dan syukur semoga terpanjat untuk Zat yang telah menitahkannya. Dan kalam, adalah al-Masih... Dengan seizin Allah, seorang buta bisa menjadi sembuh setelah diusap al-Masih. Al-Masih adalah berarti seorang yang tidak bisa berdiam diri di suatu tempat, yang selalu bergerak, bermigrasi. Seorang yang di waktu pagi ada di sebuah tempat, di malam hari sudah berada di tempat lain. Itu juga nama minyak wangi yang diusapkan pada kepala raja bangsa Yahudi untuk menyucikannya sehingga sang raja pun dimuliakan.... Al-Masih, adalah hamba mulia dan suci. Al-Masih, seorang yang menggenggam as-syifa di tangannya. Al-Masih, seorang yang diberi ucapan selamat, dan juga yang memberi ucapan selamat... 277Al-Masih, seorang yang mengulurkan tangannya, yang menolong, menuntun. Al-Masih, seorang yang menerima dengan lapang dada; yang memberi salam keselamatan, kabar gembira... Al-Masih, adalah medali. Pangkat, piagam pengukuhan, ijazah kemampuan... Al-Masih, adalah Isa . Dan Nabi Isa adalah lencana kehormatan yang disematkan di dada umat manusia... -o0o- Ia adalah al-wajih… Isa, seorang yang mulia. Terhormat, menduduki tempat yang tinggi. Sosok yang diterima, dihormati, dan dicintai setiap orang. Yang didengar kata-katanya begitu memulai bicara di muka umum. Kata-katanya lembut, meyakinkan, dan jauh dari keraguan. Yang tidak pernah muram, selalu tersenyum dalam berzikir. Bahkan, saat masih berada di dalam kandungan sang ibu, ia senantiasa bertasbih, berbicara dengan sang bunda. Dikisahkan, semasa dalam kandungan, ia telah menghafal Taurat. Kemudian, kitab Injil diturunkan kepadanya. Hikmah. Seorang yang memberi kabar gembira mengenai kedatangan nabi terakhir bernama “Ahmad”. Seorang rasul mulia, baik di dunia dan akhirat. Dia adalah al-Mukarrib... 278Isa , seorang yang dekat dengan Allah. Allah pun dekat dengannya. Hamba yang juga mengajak umatnya mendekatkan diri kepada-Nya. Utusan yang telah mewakafkan dirinya di jalan Allah, untuk menjembatani umatnya dalam mendekatkan diri kepada-Nya. -o0o- Demikianlah, seorang bayi yang dapat bertutur kata mengenai kebenaran telah membuat hati sekerumunan orang tercengang. Mosye pun syok berat. Lidahnya kaku terjulur. Tubuhnya kejang sampai jatuh berguling-guling. Dari mulutnya keluar busa dan teriakan keras, “Tidak...! Tidak mungkin...!” Namun, apa yang terjadi telah benar-benar terjadi. Jika Allah menghendaki, pasti akan terjadi. Sementara itu, Nabi Zakaria tiada berhenti berucap puji dan syukur ke hadirat Allah atas apa yang telah disaksikannya. Demikian pula dengan Yusuf. Ia segera bersujud syukur di tempat itu juga. Sang bibi, al-Isya, baru saat itu berkesempatan bersua dengan kemenakannya. Bajunya sampai robek saat berdesakan menerobos kerumunan orang. Saat itulah dua bayi, Yahya dan Isa, dapat bertatap muka untuk kali pertama. Yahya berucap salam kepada Isa seperti saat masih berada dalam kandungan... Isa senyum gembira mendapati 279temannya sesama bayi, seolah-olah bukan dirinya yang baru saja berbicara. “Tolong berikan jalan... berikan jalan! Salam dan keselamatan semoga tercurah untuk Isa ibnu Maryam! Dialah sang Kalamullah, al-Masih, semoga salam terucap untuknya! Berikan jalan wahai penduduk al-Quds yang kini telah mendapati limpahan nikmat agung!” Seorang yang berteriak-teriak demikian tidak lain adalah Merzangus. Seorang pahlawan yang tidak pernah turun dari kudanya sepanjang empat puluh hari masa nifas Maryam. Masa-masa sulit yang ia namai dengan “hari-hari arbain”. Selama masa itu, ia hanya memakan beberapa pucuk daun pakis untuk sekadar dapat tegak berdiri. Sama seperti Ibunda Maryam yang hanya memakan buah kurma dan meminum air dari sumber mata air. Bersama-sama mereka menuju rumah Nabi Zakaria... Ungkapan “air bisa saja tidur, namun musuh tidak mungkin” terbukti. Para ahli khianat rupanya ingin segera melupakan kekalahannya di waktu siang. Dengan mata hati yang telah tertutup dari hakikat kebenaran, mereka mengingkari apa yang telah disaksikan. Mereka terus mencari cara untuk segera keluar dari kekalahan. Mereka pun segera mengirimkan berita kepada Heredos. Bagi Roma, kemunculan seorang nabi dari kalangan Bani Israil adalah sebuah petaka. Seolah-olah belum cukup dengan kehadiran Nabi Yahya dan Zakaria, sehingga diutus lagi seorang Isa putra Maryam. 280Api pergolakan telah disulut di seantero Syam dan al-Quds. Penguasa Romawi benar-benar sudah tidak tahan dengan tiga orang nabi yang datang dari keluarga yang sama. Para pemuka Yahudi yang telah dirasuki sikap khianat, seperti Mosye, semakin khawatir dengan status mereka sebagai pemuka agama. Mereka pun melakukan berbagai cara agar dapat menjalin kerja sama dengan pemerintah Romawi untuk melenyapkan keluarga Imran dan Zakaria. Malam pun tiba dan rencana pembunuhan siap digelar. Kaum munaik mendirikan tenda-tenda di perbukitan zaitun. Bagaimana mungkin para rahib agama Yahudi telah berbalik mendukung orang-orang Romawi yang menyembah berhala? Mungkin, inilah akibat kecintaan orang terhadap kedudukan dan pangkat... Acara makan malam telah selesai dilakukan. Kemelut api itnah pun semakin cepat menyebar. Kali ini, Nabi Zakaria yang jadi sasaran. Semua orang mengatakan bahwa Nabi Zakaria adalah satu-satunya orang yang mungkin melakukan perbuatan nista dengan kemenakannya, Maryam. Kian hari, api itnah yang paling busuk ini telah menjalar dengan cepat di tengah-tengah masyarakat. Dengan tuduhan inilah para kaum durjana itu telah mengobarkan kemarahan warga untuk beramai-ramai membunuh Nabi Zakaria. Setelah itu, Maryam dan juga putranya. Terlebih, sesuai adat, rajam menjadi hukumannya. Menurut syariat agama Yahudi, dosa berbuat zina adalah harus dibunuh dengan dilempari batu. Nah, setelah Nabi Zakaria tewas, tentu jauh lebih mudah melenyapkan seorang ibu beserta anaknya. Inilah rencana mereka. Rencana yang membuat hati para pengkhianat senang bukan kepalang, luap dalam pesta-pesta minuman keras bersama dengan orang-orang busuk lainnya. 281Mosye bersama dengan para pengikutnya berkata, “Apa yang mereka katakan tidak mampu menembus daun telinga; dan tidak akan mungkin memengaruhi dan mengubah pendirian kami.” -o0o- Selang beberapa lama, dua prajurit Roma yang menjaga tenda penasaran dengan nyala lentera yang mereka lihat dari kejauhan di lereng sebuah bukit kebun zaitun. Mereka pun segera berjalan menuju ke arah nyala cahaya lentera itu. Akhirnya, mereka menemukan tempat Ham, Sam, dan Yafes melakukan uzlah atau mengasingkan diri. Saat melihat para darwis itu sedang beribadah, mereka pun beristirahat sebentar untuk mengabil napas. Di sela-sela pembicaraan terdengar percakapan mereka yang menyebut-nyebut Nabi Zakaria . “Hari esok adalah hari yang paling susah bagi orang tua itu.” Mendengar percakapan tersebut, sesaat setelah para prajurit itu pergi, Ham segera memacu kudanya untuk pergi menuju rumah Zakaria . Rumah Zakaria rupanya telah dipenuhi orang-orang Mukmin. Tenang hati Ham saat melihat Merzangus sedang berdiri tegak di depan pintu dengan memegang sebilah pedang. Pada salah satu ruangan, Zakaria dan tukang kayu Yusuf sedang berdiskusi. Yusuf sependapat dengan usulan agar Maryam harus segera keluar dari al-Quds demi keselamatan dirinya dan sang bayi. Sementara itu, Zakaria akan tetap bersabar membimbing umat. 282Kini, yang menjadi pertanyaan, ke mana Maryam dan putranya harus dibawa pergi? Di manakah tempat yang paling aman untuk mereka? Saat mereka sedang membicarakan semua ini, tiba-tiba kuda Merzangus yang bernama Suwat mengamuk seraya menendang pintu masuk pekarangan. Saat orang-orang ingin mengetahui apa yang telah terjadi, si kuda memberikan isyarat ke sebuah arah dengan kepalanya. Tidak lama kemudian, orang-orang pun memahami apa yang dimaksud si kuda. “Ini adalah kuda peninggalan Siraj!” kata Merzangus. Merzangus juga mengingatkan, sebelum meninggalkan al- Quds, Siraj pernah berkata kalau kuda itu akan menemukan tempat dirinya berada. Kini, Siraj telah berada di Mesir. Merzangus pun menoleh ke arah Ham, Syam, dan Yusuf. “Kita bawa Maryam dan putranya ke Mesir!” Waktu sudah menipis. Mereka harus segera pergi, bahkan tanpa ada waktu untuk menyiapkan perbekalan. Agar aman dan tidak menarik perhatian, Merzangus dan Ham akan berjalan lebih dahulu, kira-kira satu kilo meter di depan. Di belakang, Yusuf akan mengawal Maryam dan sang putra yang dimasukkan dalam keranda yang ditarik seekor keledai. Dalam keadaan yang begitu terburu-buru, Yusuf bahkan tidak sempat mengenakan terompahnya, sementara Maryam mendekap erat sang putra yang tidak sempat ia kenakan baju. -o0o- 283284AIN 28535. ijrah ke Msr Adakah seorang nabi yang tidak diasingkan dari bangsa dan negerinya? Namun, hanya Nabi Isa yang diasingkan begitu lahir ke dunia. Begitulah, perjalanan hijrah telah tertulis sejak masa buaian. Mesir adalah tempat tujuannya. Sebuah tempat yang penuh menyimpan rahasia. Tempat berlindung sekaligus penjara bagi sebagian nabi. Ia telah menjadi tempat bertakhta bagi seorang nabi seperti Yusuf , tapi juga telah menjadi tempat saat membangun benteng bagi Musa . Mesir telah seakan-akan menjadi bentangan takdir bagi para nabi, laksana bentangan Sungai Nil dari hulu hingga ke hilir. Bagi Isa , Mesir adalah tempat berlindung, tempat bertamu, dan melewatkan masa kecil hingga dewasa. Beberapa abad kemudian, orang-orang akan saling bicara bahwa tempat yang diberi isyarat dengan nama “rabwa” tidak lain adalah Mesir itu sendiri. 286“Kami telah menjadikan Maryam dan putranya sebagai tanda kekuasaan kami. Kami telah berikan kepadanya tempat yang tinggi, tenang, kokoh, dan dilewati dengan sumber air.” al-Mukmin [40] 50 -o0o- Bersama dengan Yusuf, teman seperjuangannya, Maryam menyusuri jalan agar dapat sampai ke Mesir. Maryam dan bayinya menyelinap di balik keranda sempit yang terbuat dari anyaman bambu. Keras dan tajam papan bambu lama- kelamaan akan melukai tubuh bayi dan ibundanya yang tidak beralaskan apa-apa. Sampai-sampai Yusuf pun tidak tega saat kulit bambu telah membuat luka hingga bercak darah ada di mana-mana. Yusuf pun langsung melepaskan baju hangat yang menjadi satu-satunya harta dunia yang dimilikinya. Hanya baju itulah yang dapat mereka gunakan untuk berselimut. Satu-satunya harta di dunia adalah baju hangat itu. Namun, Yusuf telah merelakannya dengan sepenuh hati. Bahkan, ia sebenarnya telah memberikan jiwanya... Tak berselimut Maryam dan putranya. Saat itulah Yusuf telah menjadi cermin bagi manusia; cermin untuk berkorban demi cintanya. Cermin yang begitu jernih. Tanpa kotoran, tanpa goresan. Hanya pancaran cahaya cerah yang memantul darinya. Tanpa sedikit pun bercak. 287Tanpa sedikit pun penghalang. Tanpa sedikit pun kesamaran. Cermin untuk menunjukkan kedekatannya kepada sang Rabbi. Yang tak berpenghalang dengan sehelai selimut pun di dunia. Yang menyelinap bagaikan lesatan anak panah dari penghalang dunia. Yang menunjukkan kedudukan kedekatannya kepada yang mencipta. Yang membuat para malaikat pun iri kepadanya; Dialah Yusuf, yang menyusuri padang pasir tanpa alas kaki, tanpa baju yang menutupi punggungnya... -o0o- Saat itu, Maryam mencari sesuatu untuk dijadikan sebagai alat memintal. Kemahiran dasar yang dimiliki oleh para ibu bangsa Palestina. Mulailah Maryam mengurai benangnya. “Risyte-i Maryam”, demikian bait-bait puisi akan menamakan baju yang dipintalnya. Demikianlah yang disampaikan Hakani dari Yawsi dalam catatannya “Telah dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa begitu lembut kain yang dipintal Maryam. Jika tidak dilipat dua, ia masih licin dipegang.” 288Begitu lembut Risyte-i Maryam menutupi tubuh Isa yang masih bayi. Sedemikian lembut ia sehingga orang-orang yang melihatnya akan menyebutnya sebagai “kain pintal malaikat”. Itulah baju Isa yang dipintal ibundanya. Risyte-i Maryam tak lain adalah arti kesabaran. Risyte-i Maryam menyimpan erat rahasia kepedihan yang tidak pernah dirasakan orang. Risyte-i Maryam adalah berbuka puasanya sang ibunda dari tidak berbicara. Semakin berpuasa dari bicara, semakin lembut kain hasil pintalannya... Kain selembut itulah yang terpintal dalam perjalanan takdir Isa al-Masih... Begitulah perjuangan seorang ibunda untuk dapat menyelimuti bayinya, sampai kemudian memakaikannya dengan kancing peniti alakadarnya... Itulah “Suzen-i al-Masih”. Demikian orang menyebut hadiah yang telah diberikan kepada Isa ibnu Maryam... Kenangan yang membuat para malaikat di langit keempat saling bertanya “Tidakkah engkau tahu bahwa tidak diperkenankan memasuki surga dengan harta dunia, wahai Isa?” Isa pun menjawabnya “Suzen ini adalah kenangan dari ibuku, Kenangan yang mengangkatku dari bumi ke langit... Yang dipintal ibundaku yang bernapaskan Ruh Suci.” Terpana para malaikat mendengarkan jawaban sang al- Masih. Sejak saat itulah Suzen-i Isa terkenang di alam langit. 289Sampai berabad-abad kemudian, saat terjadi peristiwa Karbala, Suzen itu pula yang selalu menangis pada peristiwa yang dialami oleh Husein. Saat para kesatria Karbala dipenggal kepalanya, Saat itulah Suzeni Isa dirobek-robek, tercerai-berai menyebar ke angkasa Hingga tiap serpihannya menancap ke dalam hati para darwis cinta. -o0o- Para prajurit raja dan pendukung Mosye rupanya ikut mengejar mereka ke Mesir. Benar, jika seseorang telah berkata bahwa “hati seseorang yang mencintai demi Allah tidak akan tertidur”. Demikian pula hati Merzangus dan juga Ham yang selalu beribadah di gubuk di lereng bukit Zaitun... “Kini, saatnya kita membawa bukti rumput egrelti dari Kampung Rempah-Rempah,” kata Ham. Dalam waktu yang bersamaan, kuda yang ditungganginya berbelok arah seraya melesat kencang bagaikan anak panah lepas dari busur untuk mencapai pejalan yang ada di belakangnya... Ham tertegun. Air matanya berlinang saat melihat Yusuf yang menyusuri jalan tanpa alas kaki dan tanpa baju yang menutupi punggungnya. Belum lagi saat menyaksikan keranda tempat Maryam dan putranya telah penuh dengan bercak darah. Segera ia keluarkan rumput egrelti yang dibawanya untuk diulurkan kepada Maryam dalam muka tertunduk pedih. 290“Mohon oleskan tanaman ini pada luka Anda, wahai Tuan Putri! Dengan seizin Allah, semoga tanaman yang kelak akan dikenang dengan nama Buhuru Maryam ini dapat meringankan luka Paduka.” “Masyaallah tabarakallah,” kata Maryam seraya menyisipkan tanaman itu ke dalam buaian Isa. Begitulah, tanaman dan bunga-bungaan yang dibawanya dari Kampung Rempah-Rempah satu per satu akan mendapati tempatnya sebagai dalil. Isa putra Maryam kelak akan bersemayam dalam wewangian yang kelak juga akan menjadi jejak wangi nabi akhir zaman. Dialah seorang yang namanya al-Masih, al- Habib.... Ham kemudian menoleh ke arah sahabat perjuangannya, Yusuf sang tukang kayu. “Ada satu hal yang pernah dikatakan orang Badui padang pasir. Jika engkau mengusapkan tanaman egrelti ini, orang- orang yang menguntit di belakang akan kebingungan mencari jejak kita.” Ham pun segera memacu kudanya untuk kembali menyertai Merzangus memandu perjalanan di depan. Seekor keledai milik Yusuf sang tukang kayulah satu- satunya hewan yang pernah dinaiki Maryam. Ia tidak pernah menaiki unta, tidak pula kuda. Berabad-abad kemudian, seorang sahabat Allah yang bernama Abu Hurairah berkata demikian untuk Maryam. 291
Maryam- Bunda Suci Sang Nabi - ii. Pengnar Penerbt Siapa tidak mengenal Maryam? Dialah wanita yang dianugerahi berbagai kelebihan oleh Allah . Kesabaran dan novel ini, kita akan melihat bagaimana sosok Maryam Sang Bunda Suci ini yang begitu sabar dan kokoh menerima segala macam ujian yang mungkin belum pernah diterima manusia,
Nabi Zakaria semakin heran ketika melihat buah-buahan musim dingin berada di situ. Bahkan, buah-buahan yang namanya belum pernah diketahuinya pun ada dalam nampan tersebut. Baunya sangat harum, berwarna cerah, dan segar. Sungguh, dalam usianya yang masih sangat muda waktu itu, Maryam telah berkata penuh hikmah kepada Zakaria yang sudah berusia lanjut. “Jika berkehendak, Allah kuasa melimpahkan rezeki yang tidak terbatas...” Ya, sungguh benar apa yang telah Maryam katakan. Segalanya harus diminta dari sisi Allah. Dialah Zat yang perbendaharaan kekayaan-Nya tiada berbatas dan tidak mungkin berkurang. Sungguh, Maryam adalah putri yang mulia dengan kata- katanya yang penuh hikmah. Sebenarnya, hakikat yang didapati Maryam bersumber dari ajaran Nabi Zakaria. Kini, kepribadian mulia yang ada pada diri Zakaria telah berkembang, pecah menjadi dua. Nabi Zakaria pun mengangkat tangan untuk berdoa kepada Allah agar dikaruniai keturunan yang juga berhati mulia seperti Maryam. Maryam sangat jarang bicara. Dirinya selalu bergegas untuk kembali mendirikan salat dan memperbanyak zikir kepada Allah. Nabi Zakaria yang melihat kepribadian Maryam ini tak kuasa menahan tangis. Ia berucap syukur kepada Allah dalam lantunan doa. Sungguh, Maryam memang hamba yang mulia. Dia ibarat bunga yang terjaga dengan sempurna sepanjang hari, terutama di waktu malam yang digunakannya untuk selalu bertasbih kepada Allah. 192Seandainya dirinya dikarunia seorang putra yang mulia seperti dirinya... Demikianlah suara lembut hati Zakaria untuk berdoa kepada Tuhannya.... “Yang dibacakan ini adalah penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian keluarga Yakub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.” Maryam 19 2-6 Kemudian, Zakaria berpamitan dengan Maryam untuk kembali membuka dan menutup semua pintu seraya keluar dari mihrab. Saat Nabi Zakaria berjalan di dekat tempat pengumpulan kurban, ia kembali melihat seorang pemuda berpakaian putih yang sedang menunaikan salat. Dengan cepat, Zakaria melangkahkan kaki mendekati pemuda itu. “Mengapa di malam yang gelap gulita ini pemuda itu sudah berada di sini? Bagaimana dia bisa memasuki ruangan ini? Tidak ada orang lain di tempat itu. Lantas, bagaimana dia tiba-tiba bisa masuk?” pikir Nabi Zakaria. Saat itulah sang pemuda yang tidak lain adalah Malaikat Jibril itu berseru kepada Zakaria . 193“Hai Zakaria, sungguh Kami memberi kabar gembira kepadamu akan beroleh seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dirinya.” Maryam [19] 7 Zakaria pun kaget seraya berlindung kepada Allah. Ia segera mengucapkan basmalah dan bergegas mendirikan salat. Suara yang baru saja didengarnya itu kini kembali berseru kepadanya. Para malaikat memanggilnya ketika dia berdiri melaksanakan salat di mihrab. “Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan kelahiran Yahya yang akan membenarkan sebuah kalimat firman dari Allah, panutan, berkemampuan menahan diri dari hawa nafsu, dan seorang nabi di antara orang-orang saleh.” Ali Imran [3] 39 Seusai mendirikan salat, Zakaria mengangkat kedua tangannya untuk kembali berdoa dengan hati yang paling khusyuk. “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak, sedangkan aku sudah sangat tua dan istriku pun mandul? Berilah aku suatu tanda bahwa istriku telah mengandung.” Wahyu pun turun... Tandanya bagimu adalah bahwa kamu tidak dapat berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” Zakaria hampir pingsan tertelungkup saat bersujud. Ia pun melakukan sujud syukur atas kabar gembira itu. Kedua 194telinganya masih berdesing. Jantungnya juga berdebar-debar keras merasakan wahyu yang baru turun. Dirinya telah mendapatkan limpahan nikmat yang sangat besar. Allah telah menurunkan wahyu-Nya untuk memberikan kabar gembira yang telah bertahun-tahun dinantikannya dengan penuh harapan dan ratapan. Nabi Zakaria luluh dalam tangisan. Napasnya seakan-akan tersendat. Ia luluh dalam tangisan sampai susah bernapas dalam tangisan disertai batuk yang tidak berhenti. Beberapa saat kemudian, suara tangisannya terdengar seperti seorang yang terjepit di antara dua pintu atau tertindih batu. Doa-doa yang ia panjatkan seolah-olah telah mengeluarkan isi jantung dan hatinya. Tiba-tiba, dari dalam ruangan memancar seberkas cahaya. Pada saat yang sama, Zakaria merasakan tubuhnya ditindih sesuatu yang sangat berat. Ia pun kemudian berusaha melonggarkan ikatan pada kerah bajunya. Tubuhnya kembali tertelungkup saat mencoba berjalan menuju ruang persembahan karena lantai yang begitu dingin tersentuh kedua telapak kakinya. Nabi Zakaria pun menggigil seperti terkena malaria. Ia tidak mampu berbuat apa-apa. Tak mampu membuka mulut untuk berteriak meminta bantuan. Tubuhnya terus menelungkup dengan kedua kaki yang ia ganjalkan pada perut untuk menahan dingin yang semakin menjadi-jadi. Dingin yang luar biasa. Bibirnya kini bergetar dengan gigi- gigi yang saling berbenturan. Dalam kondisi seperti ini, tak ada yang mampu ia lakukan kecuali mengucapkan kata Allah lewat getaran di bibirnya. Entah berapa lama Zakaria berada dalam keadaan seperti itu. Ia mencoba bangkit, namun selalu kembali jatuh. 195Saat kedua matanya dapat terbuka, hari sudah menjelang pagi. Ia pun berusaha bangkit dalam keadaan sekujur tubuh kuyup oleh keringat. Perlahan, ia mencoba membenahi jubah dan syalnya, serta beranjak kembali ke rumahnya. Al-Isya sangat kaget begitu membuka pintu untuk suaminya. “Apa yang telah terjadi, bagaimana keadaan Maryam? Mengapa terlambat begitu lama?” tanya al-Isya. Zakaria tidak menjawab berondongan pertanyaan itu. Mulutnya seolah-olah terkunci dan lidahnya tidak lagi dapat berkata-kata. Seluruh kata tertelan ke dalam mulutnya. Nabi Zakaria tidak dapat berbicara. Kemudian, ia memberikan isyarat untuk diam dengan jari tangannya dan kemudian beranjak menuju kamar. -o0o- Genap tiga hari nabi Zakaria tidak keluar dari rumah. Kondisinya masih sama dengan hari pertama, terus menggigil dan menangis sambil berzikir kepada Allah. Orang-orang yang datang ke rumahnya mengira dirinya sakit parah. Mereka pun panik dan khawatir. Namun, Zakaria memberikan isyarat dengan tubuhnya agar mereka jangan sedih dan khawatir. Ia mencoba meyakinkan kerabatnya bahwa dirinya baik-baik saja. Tiga hari lamanya Zakaria dalam keadaan seperti itu. Yang keluar dari mulut Zakaria bukanlah kata-kata dan kalimat. Tidak ada seorang pun yang memahami arti suaranya dalam napas yang terengah-engah, tersedak dalam tangisan. Ia juga sama sekali tidak berkenan makan maupun minum. 196Akhirnya, al-Isya paham. Suaminya sedang menyimpan rahasia yang begitu luar biasa. Nabi Zakaria kembali jatuh pingsan setelah menyebut Yaa Rabb!’ Begitu siuman, ia segera mengambil wudu untuk mendirikan salat. Saat salat, ketika menyebut kata Ya Allah’, kedua kakinya gemetar sampai kemudian jatuh dalam sujud. Hanya isak yang sedu-sedan yang terdengar dari lafaz zikirnya. Makna dari lafaz-lafaz zikir itu, hanya Allah dan Nabi-Nya yang tahu. Nabi Zakaria tenggelam dalam lautan zikir. Lidah dan kedua matanya tidaklah berucap dan melihat selain kekuasaan Allah. Nabi Zakaria memang seorang ahli zikir. Hatinya begitu lembut. Ia telah mengorbankan seluruh hidupnya untuk merawat Maryam, keponakan dari istrinya. Sungguh, ia adalah seorang nabi yang penuh pengorbanan. Alim. Zuhud. Ia sangat senang menunaikan salat. Tidak pernah sejenak pun lupa dari berzikir kepada Allah. Namun, kondisinya saat ini luar biasa. Nabi Zakaria seolah-olah seorang hamba dari alam lain. Ia tidak berbicara dan hanya mengeluarkan suara yang menandakan cintanya kepada Tuhan tanpa seorang pun mengetahui maknanya. Sama seperti wahyu yang diberitakan, Zakaria tidak mampu berbicara dengan seorang pun. Tidak bisa berkata sepatah pun dalam bahasa dunia. Ia seolah-olah telah berada dalam dimensi dunia lain. Tidak ada lagi yang bisa diperbuat kecuali senantiasa berzikir. Zikir adalah salat, doa... Zikir adalah ingat dan mengingat, membangkitkan kembali akal, membersihkan dan membuatnya menjadi kembali fokus. Dan kini ia memusatkan semua titik fokusnya kepada Allah. 197Zikir seperti pergi ke luar. Menguak, melahirkan segala yang tersimpan dan terpendam sebagaimana melepaskan ikatan kuda dari dalam kandangnya untuk dipacu sekencang- kencangnya. Bagi Zakaria, ia kini sedang berlari sekencang- kencangnya kepada Allah. Terkoyak dalam kerinduan kepada- Nya, seperti hempasan aliran sungai menerjang batu-batu besar dari ketinggian gunung. Dan zikir adalah melesat ke depan. Melesat dengan kencang anak panah doa dan munajat yang terlepas dari busurnya menuju Allah. Setelah berada dalam keadaan yang begitu luar biasa menyimpan rahasia, Zakaria akhirnya kembali dapat berkata- kata dalam bahasa sehari-hari. Setelah menceritakan apa yang telah dialaminya kepada al-Isya, sang istri pun dengan penuh kesediaan dan kesetiaan membenarkannya. “Engkau adalah hamba tercinta dari Allah yang senantiasa melaksanakan perintah-Nya. Seorang yang selalu melindungi hak-hak anak yatim, yang hidup dengan kesahajaan, serta berbuat baik terhadap kerabat, tamu, dan musair. Sungguh, apa yang telah diwahyukan kepadamu adalah sesuatu yang hak. Dan diriku telah mendengar, beriman, dan taat dengan hal itu.” Betapa mulia diri al-Isya sebagai teman hidup seorang nabi. Gembira dengan penuh luapan kasih sayang Zakaria memandangi kedua mata istrinya yang memancarkan keimanan dan kesetiaan. Mereka pasangan yang baik, sahabat yang mulia, sempurna, dan senantiasa bersyukur kepada Tuhannya. -o0o- 198Setelah hari ketiga, Nabi Zakaria kembali berdoa kepada Allah. “Duhai Allah, jika bukan sebuah kewajiban yang telah ditindihkan di atas pundakku, niscaya diriku tidak akan mencoba berzikir kepada-Mu. Sungguh, diriku tidak mungkin kuat berzikir sesuai dengan keagungan-Mu. Jadi, bagaimana mungkin diriku akan mencoba melakukan hal seperti itu? Sungguh, dapat bertasbih kepada-Mu dengan sebenar- benarnya adalah kemuliaan yang paling agung. Semoga Engkau berkenan melimpahkan nikmat itu, duhai Allah! Dan sungguh, limpahan nikmat agung yang telah Engkau anugerahkan kepada kami tidak lain adalah mengalirkan lafaz-lafaz zikir kepada-Mu dalam lidah kami karena Engkau telah memperkenankan kami bertahmid, tasbih, bermunajat, dan memanjatkan doa ke haribaan-Mu. Sungguh, beribu syukur hamba haturkan ke hadirat-Mu, duhai Allah! Duhai Rabbi, semoga Engkau berkenan menyempurnakan limpahan nikmat-Mu atas diri kami. Karuniailah kami anugerah untuk selalu dapat mengingat-Mu, baik ketika sendiri maupun dalam keramaian, saat siang atau malam, terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, dalam kenyamanan maupun kesusahan. Jadikanlah kami seorang yang selalu beramal dengan hati yang bersih tanpa mengharapkan apa-apa. Ampunilah segala dosa dan kesalahan kami. Janganlah Engkau menimbang kesalahan- kesalahan kami dengan neraca timbangan yang terlalu jeli! Duhai Allah! Para hamba-Mu yang berhati bersih selalu terikat dengan cinta dan kasih-Mu. Sungguh, hati hanya akan mendapati ketenangan dan mencapai kedalaman dengan mengingat-Mu. Demikian pula rasa dan nafsu hanya akan mendapati kepuasan, bahkan mencapai kemuliaan, ketika 199mencapai diri-Mu. Engkaulah Zat yang akan membuat setiap makhluk senantiasa bertasbih di mana pun dan kapan pun. Engkau juga yang disembah pada setiap masa. Tidak ada awal dan akhir bagi keberadaan-Mu. Engkaulah Yang Mahaawal dan Mahaakhir. Tuhan yang dipinta dalam setiap bahasa, dalam setiap pujian dan doa. Ya Rabbi! Jika sampai saat ini diriku pernah menyangka adanya hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakan selain dari berzikir mengingatMu, jika saja diri ini pernah merasa adanya ketenangan pada hal selain diri-Mu, pernah mencari kedekatan selain dari mendekatkan diri kepada-Mu, pernah menyibukkan diri dari taat kepada-Mu maka sungguh diri ini bertobat atas semua itu. Sungguh, diri ini tobat seraya memohon ampunan dari sisi-Mu!” Luluh Sang Nabi yang setia dalam linangan air mata... -o0o- Setelah berpuluh-puluh tahun kemudian, al-Isya pun mengandung. Nama bayi yang dikandungnya telah ditetapkan jauh sebelum sang bayi berada dalam kandungan Yahya. -o0o- 20020. Lngt pn Bergerk Peristiwa yang terjadi dengan Maryam ikut disaksikan langit dengan sebuah kejadian yang besar. Para ahli astronomi di Harran menyatakan hal tersebut. Saat itu, langit menunjukkan kejadian luar biasa. Yupiter muncul dari sebelah timur rasi bintang Aries. Pada waktu yang bersamaan, bulan juga berada pada lingkaran rasi bintang Aries, yang kemudian bergerak menuju ke arah Yupiter. Namun, secara tiba-tiba, Yupiter juga bergerak mengarah ke rasi bintang Aries. Setelah menetap selama beberapa hari, Yupiter bergerak mendekati bulan. Keadaan seperti itu tentu saja menggemparkan. Menurut perhitungan para ahli astronomi, posisi bulan dan Yupiter yang seperti itu akan menyebabkan tabrakan dahsyat. Kiamat pun bisa terjadi. Sungguh tidak aneh jika mereka merasa khawatir. Apalagi, Matahari dan Saturnus juga secara mengejutkan telah berada pada lingkaran Aries. Namun, saat para ahli astronomi memperkirakan tabrakan dahsyat antara bulan dan Yupiter akan terjadi, secara tiba- tiba Yupiter berbalik arah menuju belakang lingkaran bintang 201Aries sehingga hati para ahli astronomi dipenuhi kelegaan. Pada akhirnya, Yupiter kembali kepada garis edarnya di antara planet-planet. Namun, sebuah peristiwa yang dialami ilmuwan muda dari madrasah Harran yang bernama Keldani Urpinasy telah menimbulkan desas-desus dan gunjingan di mana-mana. Pada saat Yupiter mengalami pergerakan kembali pada garis edarnya, Urpinasy bersama dengan sahabatnya dari Arab yang bernama Ismail Alawi dan Efridun Hurmuzi yang dari Persia sedang menggambar peta angkasa. Entah apa yang telah terjadi, kedua mata Urpinasy tiba-tiba buta. Meski seorang dokter bernama Revaha Nejrani telah menyampaikan bahwa kebutaan itu bersifat sementara, gosip dan gunjingan tetap menyebar ke mana-mana. Para guru dari madrasah ilmu astronomi berkata bahwa kejadian itu adalah bentuk hukuman akibat melampaui batas saat ingin mengetahui sesuatu. Wajarlah jika ilmuwan muda itu mendapatkan kutukan dari roh jahat. Sementara itu, para ustaz yang berpegang teguh pada itikad dan keimanan yang hanif menyatakan bahwa hanya Allah yang menjadi satu-satunya penguasa untuk memberikan hukuman, sedangkan setiap makhluk, seperti roh jahat, sama sekali tidak memiliki kewenangan menghukum. Lebih dari itu, melihat kejadian luar biasa di angkasa dan juga peristiwa yang dialami Urpinasy, mereka yakin bahwa semua itu merupakan tanda-tanda hari kiamat telah semakin dekat. Bukankah memang demikian? Ilmu sudah tidak lagi dihargai, kemaksiatan dan dosa merajalela, serta orang-orang suci dan tidak bersalah diusir dengan paksa dari tanah kelahirannya. Bahkan, para nabi 202yang menyeru dan membimbing umat manusia kepada jalan kebenaran pun mereka bunuh. Semua kejadian itu telah membuat seorang ustaz bernama Berra bin Urkusyi yang telah berusia seratus tahun lebih menyendiri atau beruzlah di balik jeruji besi. Sungguh, semua tanda itu telah menggambarkan hari kiamat semakin dekat, mungkin tinggal beberapa saat lagi. Di sisi lain, Ismail Alawi, Efridun Hurmuzi, dan Urpinasy sangat tahu bahwa yang membuat mata mereka buta karena terkena cahaya menyilaukan adalah pergerakan bintang berekor. Menurut Alawi, sesuai dengan kisah Arab kuno, bintang berekor itu dinamakan Bintang Betlehem meski seorang kepala madrasah ilmu astronomi bernama Hezarfen Taki Rafeti yang terkenal skeptis telah menolak mentah-mentah pendapat ini karena dapat mengganjal upaya-upaya penelitian akademis. Hurmuzi kemudian mengingatkan perihal ujian lisan di bulan depan sehingga menyarankan sahabatnya tidak pernah menyinggung tentang cerita-cerita kuno. Hal itu dapat membuat para ustaz yang menguji tes lisan naik pitam. Ismail Alawi pun setuju sehingga cerita kuno tentang bintang Betlehem hanya menjadi rahasia di antara mereka bertiga. Meski buta sementara yang diderita Urpinasy telah sembuh, pengaruh khayalan selama sakit tidak juga kunjung lenyap dari angan-angannya. Selama sakit, Urpinasy mendengar seruan tentang kedatangan seorang raja yang dapat menyembuhkan orang-orang sakit, memulihkan orang buta, menyembuhkan kusta, hingga kemudian dirinya akan diangkat ke langit. Ia juga mendengar bahwa dirinya harus mengikuti pergerakan bintang berekor itu ke arah Betlehem untuk mengikuti jejak sang raja. 203Setelah menyelesaikan ujian akhir tahun, ketiga pemuda itu memutuskan mengikuti jejak bintang berekor itu. Mereka menghadap para ustaz di madrasah ilmu astronomi dan meminta izin mengadakan perjalanan ke arah Suriah untuk mengunjungi saudaranya. “Kita semua harus menyuguhkan dalil berupa hadiah kepada sang raja yang ditunjukkan bintang ekor itu,” kata Urpinasy. Ini adalah adat, kebiasaan kuno yang sangat penting dalam kelahirannya di tempat para penyembah api. Teman- temannya yang lain juga menerima pemikirannya ini. Saling memberikan hadiah adalah hal mulia. Sesuai dengan mimpi Urpinasy Hurmuz Efridun akan memberikan emasnya’; Urpinasy Hovhannes membawa tanaman murrusafi; dan Ismail Alawi mengajukan kendir untuk diberikan kepada raja yang akan dilahirkan sebagai sebuah dalil dan penghormatan. Hurmuz berkata, “Karena dia adalah tuan bagi semua manusia, seorang yang paling terkemuka dan mulia, aku akan memberikan hadiah yang paling mulia pula, yaitu emas.” Tak ketinggalan, Urpinasy berkata “Karena sang raja ini akan menyembuhkan banyak orang sakit, memulihkan kembali penglihatan orang buta, aku memilih tanaman murrusafi yang mengandung banyak khasiat dan cepat menyembuhkan luka. Ini sebagai dalil dariku.” Ismail Alawi menambahkan, “Karena sang raja akan diangkat ke langit, aku akan memberikan hadiah berupa kandir, yang ketika dibakar asapnya paling cepat terangkat ke langit.” 204Sang raja yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Isa . Mereka tidak tahu dan hanya sebatas mengejar rasa ingin tahu. Mereka terus berjalan menyusuri arah bintang yang mereka amati dengan teropong. Setelah tiga bulan kemudian, mereka telah sampai ke kota al-Qudds. Pakaian dan logat bicara yang sangat berbeda membuat semua orang memerhatikan mereka. Lebih-lebih, mereka berdialog menggunakan bahasa Latin. Tak pelak, para penjaga keamanan langsung membawa mereka ke hadapan sang raja untuk memastikan kemungkinan mereka adalah utusan raja dari Roma. Kini, mereka telah berada di depan penguasa al-Quds, yaitu Raja Herodes. “Yang mulia. Kami adalah ahli astronomi yang datang ke kota Anda dari Harran dengan melewati Damaskus. Kami sedang mengikuti arah pergerakan bintang berekor. Orang- orang Arab menamakannya bintang Betlehem. Sesuai dengan kitab suci yang kami pelajari di madrasah Harran dan juga dari kitab suci yang diyakini karya Nabi Danial, pada masa yang dekat akan lahir raja yang memiliki kelebihan ruhani luar biasa. Kedatangan kami ke sini adalah untuk mencari jejak raja itu,” kata Efridin Hurmuzi mengawali diplomasinya dengan keulungan gaya Persia. 205Setelah menyimak penuturan itu, perhatian sang raja tertuju kepada Zakaria dan keluarganya. Selama ini, Zakaria dianggap masyarakat sebagai nabi dari kaum Bani Israil. Dalam diri dan keluarganya sering terdengar hal-hal luar biasa yang mendekati apa yang telah disampaikan para ahli astronomi itu. Sang raja pun tak luput dari ingin memanfaatkan para pemuda ahli astronomi itu untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan mengusut keberadaan seorang bayi yang disebut-sebut akan lahir sebagai raja itu. Herodes berencana secepat mungkin mengakhiri nyawa bayi itu. Herodes lalu menerima dan menyambut ketiga pemuda ahli astronomi itu dengan baik. Ia berharap mereka dapat segera menunjukkan jejak seorang bayi yang nantinya akan menjadi lawan posisinya sebagai seorang raja. “Silakan makan dan minum sepuasnya. Anda sekalian adalah tamuku,” kata Herodes. “Jika nanti kalian telah menemukan sang raja yang dimaksud, segera beritahuku sehingga kami dapat segera memberikan penghormatan dan pengabdian yang semestinya dilakukan. Dengan demikian, rakyat kami dapat mengambil manfaat dari keahlian dan ilmu Anda sekalian.” Setelah bicara untuk beberapa lama, Herodes segera kembali ke dalam ruangannya tanpa sedikit pun ikut makan. 206Ketiga ahli astronomi itu memang diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mengadakan perjalanan dan penelitian tanpa mengalami sedikit pun hambatan dan larangan. Namun, di balik semua itu, tanpa mereka sadari, sang raja juga telah menyebar mata-mata untuk selalu mengikuti setiap gerakan mereka. -o0o- 20721. nugerah uar Bisa Dalam waktu yang singkat, Maryam telah memikat hati setiap orang. Ketakwaan dan doa-doa yang senantiasa ia panjatkan telah menebar kasih sayang kepada semua orang. Setiap malam Maryam mengunjungi orang-orang yang menderita sakit untuk berbagi penderitaan bersama dengan mereka. Maryam menyeka kening mereka dengan kain yang dibasahi air hangat dan tak lupa mendoakan kesembuhannya. Anak-anak yatim juga selalu menunggu-nunggu kedatangan Maryam. Mereka akan saling berebut memegangi tangannya dan tidur di atas pangkuannya. Maryam juga sangat mencintai mereka. Maryam akan membelai dan menyisiri rambut mereka, membasuh muka mereka, serta berbagi segala yang ia miliki, seperti roti kering maupun setandan anggur. Maryam seakan-akan menjadi seorang perawat bagi masyarakat miskin dan lemah. Ia selalu mendatangi rumah setiap orang yang membutuhkan ketenangan jiwanya yang begitu luas. 208Selama tinggal di dalam mihrab, Maryam selalu mendapatkan berbagai anugerah luar biasa. Ia kerap mendengar suara-suara, yang tak lain adalah suara malaikat yang sedang berbicara dengan Maryam untuk menyampaikan perintah Allah. Nabi Zakaria juga seorang yang sering mendengar suara seperti itu. Perbedaannya, karena Zakaria seorang nabi, malaikat dapat berbicara dengan wujud seorang manusia, sementara Maryam hanya mendengar suara. Kemampuan Maryam mendengar suara para malaikat inilah telah menjadikan dirinya dijuluki Muhaddasa. Para rasul dan nabi mampu melihat malaikat yang membawa wahyu atau bermimpi bersama para malaikat yang membawa wahyu. Sementara itu, para muhaddasa mampu mendengar suara para malaikat yang membawakan wahyu kepadanya. Suara itu berkata seperti demikian... “Wahai Maryam! Allah telah memilihmu.” Suara ini terdengar semakin menggema memenuhi mihrab tempat Maryam berada. “Allah telah memilihmu, dengan menciptakanmu begitu suci. Ia telah memilihmu di antara semua wanita di dunia!” “Wahai Maryam. Taatlah kepada Tuhanmu.” “Sujud dan hormatlah kepada Tuhanmu!” “Terhadap orang-orang yang rukuk kepada-Nya, ikutlah kamu rukuk.” 209Suara ini kian hari kian menggema. Cahaya nurani yang dipancarkannya memenuhi seisi mihrab. Setiap kali menggema, suara itu memantul begitu harmonis ke arah dinding-dinding mihrab sehingga menjadikan hati Maryam hanyut dalam perasaan yang begitu lain. Sebuah perasaan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Karena itu, dalam diri Maryam muncul keringanan untuk segera melaksanakan apa saja yang diperintahkan wahyu itu dengan penuh semangat dan penghambaan. Peristiwa yang dialaminya pada akhir-akhir ini telah membuat Maryam semakin rajin beribadah. Maryam makin berlama-lama diri, rukuk, dan sujud dalam salat sehingga pergelangan kakinya mulai bengkak. Anehnya, ia sendiri tidak merasakan kelelahan sama sekali. Sering Maryam tidak bangkit dari sujud sampai berjam-jam. Seolah-olah kening Maryam semakin luas, meninggi menggapai percikan cahaya Ilahi. Kening Maryam yang terangkat luas dan tinggi... Kedua tangan Maryam yang terangkat luas dan tinggi... Adalah tanda awal dari seorang anak yang dikurbankan kepada Tuhannya... Demikianlah kening dan tangan Maryam menjadi begitu terang bercahaya karena terus bersujud. Dalam perintah “Terhadap orang-orang yang rukuk kepada Tuhannya, engkau juga ikut rukuk”, Maryam memahami kalau dirinya harus ikut berdoa dan mendirikan salat dengan para alim di Baitul Maqdis. 210Sehari menjelang Hari Raya Mawar, dengan sembunyi- sembunyi Maryam ikut salat bersama dengan para alim. Ia berada di barisan paling belakang di kubah Sahra Suci. Sebagaimana perintah wahyu yang ia dengarkan, keinginan Maryam semata-mata hanya untuk dapat rukuk dan sujud bersama dengan para alim. “Sujud bersama dengan orang- orang yang sujud....” Namun, sesuai dengan perintah para rahib Baitul Maqdis, wanita dilarang memasuki kubah Sahra Suci yang terletak di sebelah timur tempat amanah-amanah suci disimpan. Jangankan masuk, mendekat saja kaum wanita dilarang keras. Dengan perintah Ilahi, Maryam telah mendirikan salat berjamaah di Kubah Suci itu seraya mengakhiri larangan dan hal yang dianggap tabu oleh peraturan selama ini. Para rahib yang melihat Maryam berada di sana menjadi marah besar. Mereka dengan tega mengusir dan menyiksa Maryam dengan tindakan yang sangat kejam. Maryam telah diputuskan menerima hukuman yang berat. Semua orang yang tidak terima dengan apa yang dilakukannya ini telah meminta agar hukuman yang diberikan adalah mati. Begitu mendengar keributan, Zakaria langsung berlari menuju tempat para rahib berkumpul untuk memutuskan perkara. Saat Nabi Zakaria menyampaikan bahwa Maryam telah mendengar suara yang telah memerintahkannya untuk beribadah secara berjamaah, kemarahan dan penghinaan semakin bertambah. 211“Apa? Mungkinkah seorang wanita, apalagi masih bocah, mendengarkan suara dari Ilahi? Mungkinkah ia mendapatkan wahyu dari Allah? Mungkinkah malaikat memberikan ilham kepadanya? Mungkinkah semua ini terjadi? Ketika ada begitu banyak orang yang telah mengabdikan seluruh hidupnya di jalan Allah sampai rambut janggutnya memutih semua, bagaimana mungkin malaikat memberikan wahyu kepada seorang bocah? Belum cukupkah Zakaria yang menyatakan dirinya sebagai nabi sampai-sampai Maryam juga menerima wahyu? Keributan semakin meluas. Semua orang bicara dengan nada keras penuh kemarahan, seolah-olah sudah tidak kenal kata ampun lagi. “Apakah engkau sadar dengan apa yang engkau ucapkan wahai Zakaria? Mungkinkah Allah berirman kepada wanita?” “Apakah kamu sekarang ingin menyatakan persamaan antara wanita dan laki-laki, wahai Zakaria?” “Bukankah engkau mengetahui syariat Musa wahai Zakaria?” “Bagaimana engkau bisa lupa bahwa dalam syariat Musa wanita dilarang memasuki Kubah Suci?” “Sungguh, engkau adalah orang yang telah keluar dari syariat. Hukuman yang layak bagimu adalah mati.” Demikianlah mereka menghina dan mengancam Zakaria. “Semua ini,” kata Nabi Zakaria “adalah syariat milik kalian dan bukan syariat Musa !” “Tapi... syariat ini telah selama bertahun-tahun menyatukan kita dan mengatur kehidupan kita!” sergah Mosye “Syariat kamu sekalian telah jatuh untuk berbuat kezaliman,” lanjut Zakaria. 212“Selalu saja kalian berkata syariat. Padahal, yang seharusnya adalah melihat hati kalian, wahai saudara dan para putra pamanku. Sungguh hati, kalian sudah berkarat, sudah tidak ada lagi rasa belas kasihan dan iba. Kita saksikan rakyat berada dalam kemiskinan, kelaparan, sakit, dan menderita beban pajak yang begitu berat. Coba sekarang tolong kalian katakan, di mana syariat yang kalian sebut-sebutkan itu? Dengan mengatasnamakan syariat, kalian mengumpulkan harta dari kurban dan persembahan. Namun, apa yang kalian lakukan selain hanya menyalakan perapian suci? Inikah yang kalian semua sebut-sebut sebagai syariat? Padahal, tidakkah Yahova telah berkata dalam Taurat? Aku mencintai kasih sayang dan kedekatan, bukan daging kurban. Aku menginginkanmu agar mengenal Allah bukan bagaimana memegang api obor peribadatan.’ Lalu, sekarang apa yang telah terjadi dengan hati kalian? Tidakkah kalian mendengar apa yang telah Yahova katakan? Aku menginginkan masyarakat yang kesadaran mereka senantiasa mengalir di dalam jiwa sebagaimana air mengalir. Keadilan mengalir seperti aliran sungai yang tidak pernah mengering.’ Anak-anak yatim dan para wanita janda terpaksa harus meminta-minta untuk dapat mengisi perut mereka. Kaum fakir miskin tidak mampu mendapatkan pakaian. Sampai, orang-orang telah mulai meninggalkan al-Quds untuk mencari daerah yang dapat memayungi kehidupan mereka dengan keadilan. Namun, kalian masih juga menikmati kehidupan yang penuh dengan kenyamanan serta terus mendakwahkan syariat. Sungguh, aku khawatir sekali dengan jiwa kasih sayang yang telah hilang dari dalam jiwa kalian. Dan sungguh, kalian telah merugikan diri kalian sendiri.” 213Seisi Baitul Maqdis masih bergema dalam seruan lantang Nabi Zakaria. Namun, hati mereka membisu dan tuli sebagaimana bisu dan tulinya bebatuan. Bahkan, mereka telah meminta Maryam dan Zakaria dihukum dengan kematian... Dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin Maryam akan tetap bertahan di Baitul Maqdis? -o0o- 21422. Malakt Trn kpada Marym Tirai Ketika mulai tumbuh dewasa, Maryam menyelimuti seisi mihrabnya dengan tirai. Tirai itu pula yang membatasi Zakaria dan Yusuf sang tukang kayu saat berkunjung dan berbicara dengannya. Padahal, sewaktu kecil, Maryam selalu menantikan kedatangan Yusuf. Tukang kayu itu kerap membawakan mainan dari tempurung kemiri yang dicat warna-warni oleh Merzangus. Bahkan, Yusuf juga membawakan anak kucing atau burung yang menjadi kesukaan Maryam. Ia akan menyimpannya rapat-rapat di dalam keranjang untuk dibawa ke dalam mihrab. Bersama dengan Maryam, Yusuf membawakan kendi untuk diisi air pancuran dari pelataran masjid. Yusuf juga sering membawakan mainan berbentuk mahkota yang terbuat dari rangkaian bunga kering atau rajutan benang. Tidak pernah Yusuf datang ke mihrab tanpa membawa sesuatu yang dapat mengambil hati Maryam. 215Saat tirai itu menyelimuti seluruh ruangannya, terbesit dalam benak Yusuf bahwa Maryam telah menginjak usia remaja. Ini bukan semata-mata tirai. Ini juga menunjukkan perjalanan rohaniah Maryam yang membedakannya dengan manusia lain untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhannya. Semakin kuat penghambaan Maryam, semakin terpisah jauh dari himpitan-himpitan benda dan segala yang berbau dunia. Maryam pun mampu menyusup dan lolos darinya. Maryam adalah seorang yang berlari kepada Allah. Bagi manusia umum, tirai tampak sebagai sebuah penghalang. Bagi Maryam, ia adalah sebuah jalan, tataran yang akan mengantarkannya kepada ketinggian kedudukan yang lebih mulia. Maryam adalah pejalan yang telah mengarungi perjalanan menuju Allah. Tirai adalah isyarat bagi manusia yang berada di belakangnya. Ia ibarat lentera, cahaya penunjuk jalan. Tirainya adalah isyarat bagi Maryam. Tapak kedua kakinya adalah tanda penunjuk jalan bagi setiap manusia yang akan mengikuti jejak di belakangnya. Laksana sebuah mercusuar cahaya yang memberi petunjuk arah bagi kapal yang sedang mengarungi lautan kelam. Begitulah tirai Maryam. Ia akan menunjukkan jalan bagi setiap pejalan Rabbani, pemberi tanda bagi arah dan tujuannya. Dan tirai adalah busana, hijab, bagi Maryam. 216Tirai busana yang memberi tanda seorang Maryam. Tanda akan jalan yang dilaluinya, tanda ketakwaannya. Tirai bukan sebuah penghalang. Ia adalah papan petunjuk. Pedoman yang memberikan pemahaman, saran, dan anjuran mengenai lika- liku dan kesulitan sebuah perjalanan. Demikianlah arti tirai Maryam. Dan Maryam adalah seorang pemalu. Semakin tirai di depannya tergelar, dirinya akan semakin berselimut dengan tirai baru di belakangnya. Semakin ia mendekatkan diri kepada Sang Kekasih, semakin semangat dirinya dalam khusyuk yang membuai, tersungkur dalam sujud, bersimpuh dalam penghambaan, malu dalam limpahan kelembutan yang tercurah dari Tuhannya. Malu dalam buaian rahasia Ilahi yang diperuntukkan baginya sehingga menutupi diri seperti dekapan erat seorang ibu kepada bayinya. Semakin menyelimuti diri, Maryam semakin terbuai dalam kekhusyukan penghambaan. Lewat tirai itulah Maryam menapaki tatarannya, terpelihara dan terjaga dirinya dalam kemuliaan. Inilah dasar yang akan menyangga kehidupan yang akan dipikulnya di masa datang. Tirai Maryam bukan sebuah penghalang. Ia hadir demi semangat kekhusyukannya yang ingin mengutarakan isi hati. Dialah seorang yang begitu memelihara dan melindungi segala yang ada pada dirinya. Sosok yang mengejawantahkan dirinya di balik tirai. Seakan-akan tirai itu memelas hati 217manusia dengan mengatakan Mohon lepaskanlah diriku, jangan engkau sentuh aku, janganlah halangi langkahku.’ Tirai Maryam juga sebuah ijazah, tanda kelulusan dalam pendidikan kehidupannya, karena tirai itu menunjukkan kesempurnaannya. Tirai yang menyelimuti Maryam ini di kemudian hari telah menjadi risalah, wasiat berhijab bagi kaum wanita ahli tauhid. Demikianlah, para muwahhidah adalah tanda bagi hijab yang dikenakan Maryam. Hijab adalah kaum hawa, isyarat yang menjadikan mereka seperti Maryam. Dan hijab Maryam adalah kehormatan. Bahkan, Zakaria dan juga Yusuf sang tukang kayu memahami hijab itu sebagai benteng kokoh lagi perkasa saat melihatnya. Maryam adalah bendera tauhid, yang mengibarkan panji kehormatan dengan berhijab memasuki mihrab. Maryam telah menginjak dewasa. Maryam telah memasuki alam barzakh dunia baru... Tirai tipis yang melintang membatasi masa kecil dengan usia dewasanya. Hijab yang menjadi tanda kedalaman alam barzakh ini sudah bukan lagi sebatas tabir, melainkan hijabnya dan perangainya yang baru, adalah pembiasan dari kedalaman rohaninya. Tirai hijab Maryam adalah penyimpan, pembungkus, sebagaimana ia juga merupakan penguak dan pengingat akan apa yang terkandung dalam rohaninya. 218Tirai dan hijab Maryam ibarat cangkang bagi mutiara. Cangkang yang menutup diri serapat-rapatnya setelah meneguk air hujan di bulan April. Perjuangan, pengorbanan doa, dan penghambaan yang dengan tetesan air hujan yang sama akan melahirkan mutiara. Tirai dan hijab Maryam laksana sayap yang telah siap terbang, mengepak penuh dengan kencang. Tirai inilah yang menyiapkan Maryam kepada Jibril. Jibrillah yang mengepakkan sayapnya kepada Maryam, sementara Maryam kepada putranya. 17. lalu dia memasang tabir yang melindunginya dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna. 18. Dia Maryam berkata, “Sungguh, aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pemurah terhadapmu, jika engkau orang yang bertakwa.” 19. Dia Jibril berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu, seorang anak laki-laki yang suci.” 20. Dia Maryam berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah orang laki-laki yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!” 21921. Dia Jibril berkata, “Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku, dan agar Kami menjadikannya suatu tanda kebesaran bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu urusan yang sudah diputuskan.” Maryam [19] 17-21 Agar tidak merasa takut dan memahami apa yang diwahyukan, malaikat diturunkan kepadanya dalam wujud manusia. Kesamaan dimensi sebagai manusia tentu akan mempermudah Maryam sehingga mereka berbicara dalam bahasa yang dimengerti. Malaikat Jibril juga guru yang sempurna sebagaimana halnya sebagai malaikat yang menurunkan wahyu. Dengan perkataan yang penuh hikmah dan tutur kata yang sopan, Jibril telah menjadi guru besar dan pendukung Maryam dalam memikul tugas yang ditumpukan kepadanya al-Baqarah [2] 87. Setelah penyampaian wahyu selesai, Maryam merasakan embusan sampai ke bulu kuduknya. Hawa dingin terasa di sekujur tubuhnya. Hati Maryam dipenuhi perasaan khawatir saat malaikat menampakkan dirinya dalam wujud pemuda yang begitu tampan. Embusan hawa ketenangan pun akhirnya merasuk ke dalam jiwanya sebagai kuasa Ilahi yang telah membuat Maryam rela kepada takdirnya. -o0o- 220Saat Yusuf sang tukang kayu menyapu di sekitar mihrab, ia melihat bayangan Maryam di balik tirai yang kian hari berubah- ubah. Ia pun mencoba untuk tidak memerhatikannya. Dan lagi, ketika suatu hari Yusuf hendak menyalakan lentera untuk membersihkan sekitar mihrab, bayangan tampak dari balik tirai Maryam yang sedang terbaring. Saat itu, ia memerhatikan keadaan tubuh Maryam yang terlihat seperti seorang ibu yang sedang mengandung. Yusuf tergetar menyaksikan hal itu. Lentera yang ada di tangannya pun terjatuh. Suara itu membuat Maryam kaget. Namun, begitu melihat Yusuf sedang bersih-bersih, Maryam pun menyapanya. Saat itu, suara Yusuf tidak seperti biasa, seolah-olah bukanlah sosok yang dikenal Maryam. Basah kuyup sekujur tubuh Yusuf oleh keringat dingin. “Pasti setan telah mengembuskan desas-desus kepadaku. Apa yang aku lihat tadi tentu hanya sebuah khayalan,” demikian kata Yusuf pada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin seorang Maryam dapat hamil? Bukankah mihrabnya telah dikunci berlapis tujuh? “Tidak... tidak mungkin hal itu terjadi!” kata Yusuf meyakinkan diri. Meski demikian, penglihatannya seperti tidak mau percaya pada kata hatinya. “Tidakkah matamu benar-benar melihat bahwa dia hamil?” “Tidak... tidak mungkin!” kata hatinya, kembali meyakinkan diri. “Maryam adalah seorang suci. Dia hamba yang secara khusus telah dipilih oleh Allah.” Yusuf pun menunduk sekali lagi untuk mengambil lentera yang terjatuh. 221“Oh... benar!” kata Yusuf di dalam hati. Ternyata benar, pandangan matanya tidak menipu. Ia melihat tubuh Maryam seperti seorang hamil yang sedang memegang tasbihnya dan berzikir. “Tapi.... Bukankah dirinya selalu melewatkan siang dan malam hanya untuk beribadah kepada Allah? Tidak! Tidak! Tidak” Yusuf pun kaget dan bingung. Bagaimana mungkin semua ini terjadi? Ia pun tidak kuasa menahan diri untuk tidak bertanya kepada Maryam. “Wahai Maryam. Aku ingin bertanya kepadamu tentang suatu hal apakah kamu sedang luang?” “Tentu saja. Semoga saja aku bisa menjawab apa yang akan kamu tanyakan.” Tetap terjaga. Keduanya bersimpuh mengindahkan tata krama dalam ruangan yang berbeda, di antara tirai tipis namun begitu kokoh membatasi. Luaplah keduanya dalam linangan air mata saat yang satu bertanya dan yang satu menjawabnya. “Wahai Maryam! Mohon katakan kepadaku, mungkinkah pohon dapat tumbuh tanpa benihnya?” Maryam memahami apa yang dimaksud oleh pertanyaan itu. “Mungkin...,” jawab Maryam dalam tangis. Kali ini, Yusuf pun ikut luap dalam tangis seraya bertanya kembali, “Bagaimana mungkin?” “Tidak diragukan lagi bahwa Allah telah menciptakan makhluk yang pertama tanpa benih. Persemaiannya tanpa benih dan begitu pula benihnya tanpa persemaian. Tidakkah engkau juga mengetahui hal ini? Namun, jika engkau masih 222terusik dalam pertanyaan, jika saja benih tidak dijadikan oleh- Nya, Ia pun tidak mensyaratkan persemaian.” “Sungguh, diriku berlindung kepada Allah dari berkata yang demikian. Namun mohon katakan, mungkinkah pohon dapat tumbuh tanpa siraman air, tanpa curahan hujan?” Kembali Maryam tertegun menelan ludah.... “Ah, Yusuf.... Benih diturunkan dari tumbuhan yang diciptakan pertama kali oleh-Nya tanpa benih. Lebih dari itu, biar menjadi ingatanmu bahwa Allah pertama kali mencipta tumbuhan tanpa curahan hujan. Kemudian, setelah terjadi penciptaan seperti ini, Allah pun menjadikan hujan sebagai syarat tumbuh pepohonan. Dalam keadaan seperti ini, akankah engkau menyatakan, jika saja tiada hujan, kuasakah Allah menciptakan pepohonan?” Maryam menuturkan semua ini dalam kata-kata dari dalam jiwanya yang penuh dengan kepedihan. Apa yang telah terjadi kepadanya adalah suatu kejadian yang tidak pernah diujikan kepada seorang wanita mana pun di dunia. Ia mengandung seorang bayi tak berayah. “Hasya...,” kata Yusuf. Setelah beberapa saat, Yusuf pun mencoba menyembunyikan tangisnya. “Diriku berlindung kepada Allah dari berkata yang demikian. Dan sungguh, diriku sangat takut melukai perasaanmu. Namun, seperti inilah keadaanku yang tetap juga tidak paham. Memang, apa yang terlihat oleh mata tidak bisa dicerna oleh hati ini. Mohon berkenan menjelaskan kembali kepadaku mungkinkah seorang bayi ada tanpa ayah?” Inilah pertanyaan yang dinantikan. Maryam menepukkan tangannya ke ulu hatinya dalam-dalam dengan penuh kepedihan. Akhirnya, pertanyaan pahit yang dinanti-nantikan pun datang. 223Dalam kepedihan itu Maryam menata diri untuk tetap teguh dan tegar. “Bukankah engkau tahu bagaimana Allah telah mencipta Nabi Adam, wahai Yusuf? Lalu, bagaimana dengan Ibunda Hawa? Allah yang Mahakuasa untuk menciptakan mereka tanpa seorang ayah dan tanpa seorang ibu. Sungguh Dia kuasa menciptakan segala sesuatu hanya dengan memerintahkan jadi’ maka jadilah. Ataukah engkau tidak meyakini hal yang seperti ini?” Kembali Yusuf berkata, “Hasya....” “Mungkinkah diriku tidak beriman dengan hal ini? Namun, mohon Anda bercerita tentang keadaan diri Anda, wahai Maryam!” pinta Yusuf dengan begitu pedih menahan guncangan dahsyat dalam perasaan khawatir seraya bersimpuh erat-erat dalam tata krama seolah-olah dirinya tertindih besi berat di atas punggung dan pangkuannya.. Dan Maryam pun berkata, “Allah telah memberi kabar gembira kepadaku seorang Kalamullah yang menyandang sanjungan al-Masih, bernama Isa, sebagai putra Maryam. Di adalah seorang hamba yang senantiasa dimuliakan di dunia dan juga di akhirat. Yang dimuliakan dengan ketaatan kepada- Nya. Demikianlah, wahai Yusuf. Segala apa yang telah terjadi kepadaku adalah atas perintah Allah sebagai rangkaian takdir- Nya. Sekarang terserah, engkau boleh mengadili keadaan diriku dan bayi yang telah berada dalam kandunganku.” “Mengadili diri Anda? Tidakkah Anda juga tahu bahwa diriku telah mengabdikan hidup ini untuk selalu membantu Anda? Anda akan selalu mendapati diriku sebagai seorang yang senantiasa mengorbankan diri untuk melindungi dan menjaga keamanan Anda. Bukankah Anda pula yang mendapati diri ini selalu menjadi pendukung dan juga pengabdi dalam perjalanan 224Anda? Sungguh, pada hari-hari penuh dengan ujian berat ini, diriku juga akan senantiasa mengabdi dan menyimpan rahasia Anda.” Malam itu, Yusuf sang tukang kayu sama sekali tidak membuka mulut kepada siapa pun. Namun, Nabi Zakaria yang senantiasa mengasihi Yusuf seperti putra kandungnya sendiri mendapatinya tidak bicara dan paham bahwa telah terjadi sesuatu. Untuk itu, setelah makan, Nabi Zakaria memanggilnya untuk suatu urusan penulisan kitab. Saat itu, Yusuf sama sekali tertunduk, tidak pernah mengangkat pandangannya. Ia tidak bisa fokus pada tugas yang sedang diberikan kepadanya. Sampai-sampai, Yusuf menumpahkan tinta karena pena yang ia pegang tidak tercelupkan tepat pada botol tintanya. Nabi Zakaria pun angkat bicara. “Wahai anakku, apa yang sebenarnya telah terjadi? Permasalahan apakah yang telah sedemikian membuatmu terbebani seperti ini?” “Tidak ada apa-apa, wahai Paman. Saya hanya terlalu lelah.” “Namun, hal ini masih juga selalu seperti ini sejak engkau keluar dari mihrab. Apa yang sebenarnya telah terjadi?” Mendapati pertanyaan seperti itu, Yusuf tidak kuasa menahan tangis seraya menceritakan satu per satu apa yang telah dapati di dalam mihrab kepada nabi yang juga pamannya itu. Sejak saat itu, ia menuturkan keinginannya tidak lagi mengabdi di dalam mihrab. Ia takut masyarakat akan memitnahnya. Yusuf pun memohon izin kepada pamannya untuk menjauh ke suatu tempat. Nabi Zakaria sangat tahu pengabdian tulus Yusuf kepada Maryam. Bahkan, sebagian masyarakat juga ada yang berpendapat mengenai kecocokan Yusuf dengan Maryam. 225“Kedua pemuda ini sudah bertunangan,” demikian kata masyarakat. “Ah... masa muda,” kata Nabi Zakaria. “Coba dengarkan apa yang telah disampaikan Yusuf,” kata Nabi Zakaria memanggil istrinya untuk datang ke ruangannya. Al-Isya yang sedang dalam kandungan tua dan telah menunggu hari-hari kelahiran putranya dengan perlahan mendekat ke ruangan kemudian duduk bersandar pada dinding pintu. “Puji dan salam kepada Zat yang telah melimpahkan anugerah ke dalam kandungan ini. Sungguh, Maryam adalah seorang yang suci dan ahli zuhud. Bayi yang telah dititahkan Allah dengan nama Yahya dalam kandungan ini selama tiga bulan berucap salam kepada bayi yang saat ini berada dalam kandungan Maryam. Inilah yang diriku rasakan. Sungguh, hal ini telah membenarkan berita yang engkau ceritakan wahai Yusuf. Semua ini semata-mata atas kehendak Allah. Allah Mahakuasa untuk menciptakan seorang manusia tanpa ayah dan ibu. Zat yang telah menciptakan Nabi Adam pasti memiliki kuasa menciptakan bayi yang akan lahir dari kandungan Maryam.” “Demikianlah seorang wanita saudara Harun . Sungguh, betapa dia selalu bertutur kata mulia lagi pintar dalam kata- katanya,” kata Nabi Zakaria. “Untuk sementara, biarlah berita ini terjaga kerahasiaannya di dalam rumah ini dan jangan sampai ke luar dari rumah ini. Semoga Allah senantiasa menjadi wakil dan penolong kita semua,” tambah Nabi Zakaria. -o0o- 22623. Nabiyulah Yahya Lair Begitu al-Isya merasakan sakit, Merzangus langsung berlari memanggil Tujuh Dukun Bayi terdekat di kota al-Quds. Orang pun beramai-ramai memadati halaman depan rumah, taman, dan kebun zaitun. Mereka hendak menjadi saksi akan mukjizat berita gembira yang telah disampaikan kepada seorang nabi di akhir usianya. Saat itu, Ham, Sam, dan Yafes juga ikut menjadi saksi dengan membawa daun siklamen dari Kampung Rempah- Rempah yang dipercaya dapat membantu proses kelahiran dengan cara direbus dan diminum airnya. Doa-doa dan puji-pujian yang dipanjatkan para tamu ikut menciptakan suasana tegang saat-saat menunggu kelahiran sang bayi. Nabi Zakaria memang terkenal dengan ketekunan dalam berzikir. Hatinya begitu bersih dengan selalu berizikir kepada Allah. Ia yakin bahwa hanya dengan berzikir hati menjadi tenang. Dalam suasana yang cukup menegangkan ini, ia masih juga berseru kepada kaumnya, “Perbanyaklah berzikir kepada Allah, perbanyaklah zikir. Ingatkanlah hati kalian.” Lalu, datanglah saat-saat yang dinanti. Benih Nabi Yahya yang ditanam ke dalam rahim ibundanya kini telah lahir ke dunia. 227Dialah seorang nabi dan putra nabi yang disanjung dengan kebaikan. Demikianlah seorang bayi yang baru saja dilahirkan. “Ya Yahya, bersikap baiklah kepada ayah dan ibumu. Dia bukanlah seorang yang membangkang. Semenjak dilahirkan, saat kematian, dan saat kebangkitan dari alam kubur, salam terucap untuknya.” Banyak sekali kisah yang menuturkan Nabi Yahya sebagai seorang yang memiliki keutamaan dengan telah dikabarkan dalam berita gembira seperti berikut. “Setiap anak Adam akan kembali kepada Allah dengan dosa yang telah diperbuatnya. Dalam keadaan seperti ini, jika Allah menginginkan, Ia akan mengazab atau memberi rahmat kepada hamba tersebut, kecuali Nabi Yahya, putra Nabi Zakaria.” Demikianlah kemuliaan Nabi Yahya. Dia adalah nabi terpilih yang sejak kecil memiliki akhlak mulia dan sikap dewasa. Ketika anak-anak sebayanya sibuk bermain, Yahya kecil selalu menyampaikan kepada mereka kalau dunia bukan tempat untuk bermain, seraya mengajak teman-teman sebayanya untuk berdoa dan berzikir. Atas perilakunya yang seperti itu, Alquran pun menerangkan “Wahai Yahya! Berpegang teguhlah kepada kitab Allah dengan sekuat tenaga. Saat dia masih kecil pun Kami telah memberikan ilmu dan hikmah kepadanya.” -o0o- 22824. Sift-Sift Yahya Yahya adalah saudara sepupu Maryam. Putra dari bibinya. Sementara itu, Isa adalah cucu dari kakak ibundanya. Yahya adalah salah satu dari tiga orang yang diberitakan sebagai berita gembira. Yang pertama adalah Ishak, putra Ibrahim , yang kedua adalah Maryam, dan yang ketiga adalah Yahya, putra Zakaria . Mereka lahir di saat sang bunda telah berusia lanjut sebagai berita gembira yang dikabarkan oleh Allah. Semoga salam dan kesejahteraan dari Allah senantiasa terlimpah atas mereka. Mengenai Nabi Yahya.... Dia adalah seorang sayyid... Seorang yang tidak pernah marah, tidak pula suka tergesa- gesa Qatadah Berakhlak mulia Dahhak Hamba yang bertakwa Salim Seorang yang mulia Ibn Zaid Seorang alim, fakih Ibn Musayyab Seorang yang tidak memiliki sifat hasud Sawri Hamba yang selalu rela dengan ketetapan Allah Ahmad bin Asim Seorang yang taat, mulia dari teman-teman sebayanya Halil 229Ahli tawakal Abu Bakrinil Warrak Yang memiliki cita-cita mulia Tirmizi Dermawan, selalu lebih dalam kebaikan Abu Ishak Yang menyerahkan dua dunianya kepada Tuhan Junaid Bagdadi Seorang hasur... Yang tidak menikah meskipun mampu... yang menghindarkan diri dari segala keinginan dan lintasan untuk berhubungan badan. Yang sejak kecil telah bersikap teguh bahwa Diriku bukan diciptakan untuk bermain’. Dialah seorang Hasur, yang terjaga, yang terlindungi dengan perisai baja sifat haya. Dialah seorang nabi.... Seorang yang menjadi utusan dan juru bicara Allah. Seorang nabi yang menyeru kepada hidayah, menjadi penuntun bagi kehidupan ummat manusia. Seorang yang saleh. Nama yang mencakup semua kebaikan, Saleh. Martabat manusia yang paling tinggi; kedudukan yang paling mulia, dengan kehidupan luar dan dalam yang selalu sesuai dengan syariat, bersih-suci. Seorang yang murni, terang- benderang.... Seorang yang sering menangis. Sejak kecil selalu menyendiri di lereng gunung, duduk di samping sumur, sendiri menangis pilu.... -o0o- 230ya25. Btng Bereor di Btleem Malam itu... Sebuah bintang berekor bersinar terang di atas kota al- Quds. Ia memancarkan cahaya sangat terang cukup lama sampai kemudian bergerak menuju selatan dan menghilang. Beberapa orang pemuda ahli astronomi segera bangkit dari tenda yang didirikana di lereng Bukit Zaitun. Mereka memacu kuda seraya mengejarnya. Mereka mengejar dan terus mengejar ke arah yang sama sekali belum pernah diketahui. Pada waktu yang bersamaan... Maryam yang dijatuhi keputusan hukuman mati karena mendirikan salat secara berjamaah di padang pasir suci telah hampir genap sembilan bulan menyendiri di balik tirai penutup jendela mihrab. Kandungan Maryam yang beberapa lama ini tenang tiba-tiba mulai bergerak-gerak dengan kencang. Saat itulah, sebagaimana yang telah disepakati bersama dengan Nabi Zakaria, Maryam menyalakan lentera di dalam mihrabnya. 232Begitu lentera menyala, mulailah Nabi Zakaria, Yusuf, dan Merzangus berangkat menuju masjid dengan sembunyi- sembunyi. Sesampai di mihrab, setelah pintu terbuka, Zakaria dan Yusuf berucap salam kepada Maryam sambil keluar dengan sembunyi-sembunyi. Perlahan mereka menuruni tangga sampai akhirnya bertemu dengan Merzangus yang telah menunggu di samping tangga dengan sebilah pedang terhunus di tangan. Merzangus langsung mendekap Maryam yang begitu lemas dan gemetar. Pertama-tama, mereka memutuskan segera pergi menemui al-Isya. Namun di tengah-tengah perjalanan menuju rumah sang bibi, mereka dikagetkan kedatangan beberapa orang pemuda ahli astronomi. Kuda-kuda tunggangan mereka tampak terengah-rengah. Mereka bertiga “Sang raja sudah lahirkah!?” tanya mereka berulang-ulang dengan tergesa. Bintang berekor telah melaju kencang dari tangga Masjid Aqsa menuju tempat ini sampai kemudian menghilang. Merzangus yang juga kaget dengan kedatangan mereka melirik ke arah Nabi Zakaria dan Yusuf dengan pandangan bertanya, sambil menghunus pedang dan mengacungkannya ke arah tiga pemuda tersebut... Ia angkat cadar wajahnya sampai menutupi bagian hidung seraya berteriak, “Jangan mendekat!” Para pemuda ahli astronomi ini pun kaget dengan tindakan Merzangus. Mereka bahkan sampai kewalahan menghentikan kudanya dan lekas turun untuk bersimpuh dan berucap salam. Dengan singkat dan cepat mereka menuturkan maksud kedatangannya dan langsung bertanya, “Apakah sang raja sudah lahir?” 233Mendapati keadaan seperti ini, Merzangus pun memasukkan kembali pedang ke dalam kerangkanya. Sebenarnya, ia sendiri juga tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam keadaan seperti itu. Satu-satunya hal yang ada dalam pikirannya adalah secepat mungkin meminta ketiga orang asing tersebut segera meninggalkan tempat itu karena Maryam telah sedemikian pedih merasakan sakit. “Aku dapat menunjukkan kepada kalian tempat sang raja yang kelahirannya Anda sekalian nantikan. Ikutilah diriku,” ujar Merzangus. Merzangus segera loncat ke atas punggung kudanya yang bernama Suwat sambil memberi isyarat dengan pedangnya agar ketiga orang asing tersebut mengikutinya. Saat itulah Yusuf baru menyadari mengapa Merzangus melakukan hal tersebut. Kemudian, mereka pun segera melanjutkan perjalanan membawa Maryam yang gemetar kedinginan ke suatu tempat yang lebih terang dan aman. Hanya saja, Maryam sudah tidak lagi mampu berjalan. Fase pembukaan telah dimulai. Darah pun terlihat. Pedih beribu pedih ia rasakan. Pada saat itulah lagi-lagi datang seorang penjaga bersama dua temannya karena mendengar suara kuda yang dipacu. Saat mendapati mereka berjalan mendekat ke arah Nabi Zakaria dengan membawa kayu pemukul berujung besi, sang Nabi itu pun berkata kepada rombongannya, “Kalian pergilah. Biar aku yang meyakinkan mereka agar mau kembali.” Yusuf pun segera menuntun Maryam yang terlihat begitu letih dan lemas. Badannya berselimutkan pasmina. Maryam pun berjalan pelan menuju rumah al-Isya. Namun, belum beberapa lama, Maryam menyampaikan kepada Yusuf tentang ilham yang didapatkannya dari Allah. 234“Yusuf,” katanya... “untuk saat ini cukup sampai di sini engkau menemaniku. Dalam hatiku terdetak perasaan yang begitu kuat kalau aku harus sendirian menempuh perjalanan ini untuk pergi ke tempat yang jauh. Malam hari ini, ke mana saja Allah menghendaki diriku pergi, ke tempat itulah aku akan pergi menjauh dari keramaian. Berdoalah untukku dan untuk bayiku yang akan lahir. Aku tidak bisa membayar hak- hakmu atas diriku, mohon dimaafkan.” Meski Yusuf telah berusaha meyakinkan Maryam, tetap saja ia tidak mampu. Bahkan, Maryam telah beranjak untuk memikul, menunaikan perintah, dan mengikuti ilham yang telah diberikan oleh Allah. Demikianlah, salah satu nama lain dari Maryam adalah “Asra”, yang berarti seorang yang berjalan pada waktu malam. Bersama dengan sang bayi yang berada di dalam kandungannya, ia menyendiri ke tempat yang jauh. Ilhamlah yang telah Maryam dapatkan dan memandunya untuk terus berjalan dan berjalan dalam penuh kepedihan menuju Betlehem yang terletak di sebelah selatan al-Quds. Maryam menyendiri ke suatu tempat yang teramat jauh. “Tempat yang jauh” itu telah menjadi takdir bagi Maryam. Seperti sebatang tunas yang dirawat langsung oleh Zat Yang Maha Mencipta, Maryam telah disimpulkan dengan kata “jauh” dalam kehidupannya. Jauh.... Demikianlah Maryam hidup dalam perintah “uknut!” di sepanjang kehidupannya. “Taatlah...!” Saat ia berlama-lama berdiri tegak berdoa dalam salat, di saat ia berteguh dalam ketaatan, bahkan saat merebahkan diri dalam istirahat, kehidupannya selalu 235berlangsung dalam ikatan perintah uknut. Begitulah guratan takdir yang telah ditentukan baginya. Kini, perintah taat telah membuatnya berjalan ke tempat yang jauh. “Diri sendiri” adalah ringkasan singkat hidupnya. Takdir yang akan ditempuhnya merupakan contoh bagi setiap kaum hawa di masa setelahnya. Tidak pernah ia merasa gentar dengan kesendiriannya. Dengan ketegaran dan keteguhannya inilah ia akan berbisik bahwa bersama dengan Allah merupakan kekuatan yang tidak mungkin ada yang menandingi. Dalam ujian yang teramat sangat berat inilah Maryam akan bercerita apa saja yang mampu dipikul oleh seorang wanita yatim. “Jiwa kesatria adalah sebuah sifat. Dengan jiwa itu ada beberapa kaum wanita telah menunjukkan diri sebagai seorang kesatria.” Demikianlah yang terpekik dalam ujian hidup yang dialami Maryam, yang api ujian itu masih terus membara, terus membakar jiwa sebagian kaum wanita. -o0o- 23626. Marym di Btleem Setelah berpisah dengan Merzangus, kemudian Zakaria dan Yusuf, Maryam melangkahkan kakinya berjalan ke arah barat daya al-Quds. Ia terus melangkahkan kakinya menembus rimbun perkebunan zaitun. Maryam dengan teguh melangkah seolah-olah di depannya terdapat anak-anak kecil memanggil-manggilnya dengan riang sambil melambai- lambaikan tangan. Saat Maryam mencapai ujung kebun zaitun, tiba-tiba jalan telah menanjak menuju atas bukit. Napas Maryam pun tersengal. Ia bersandar pada pematang kebun untuk beristirahat sejenak sembari memandang ke arah Danau Luth. Embusan angin malam menyapu wajah Maryam bersama aroma kepekatan garam. Saat itulah jerit pedih dan tangisan kaum Luth yang ingkar bersama dengan istrinya yang tenggelam di dasar danau seolah-olah terdengar. Mereka adalah kaum Luth yang tidak mengindahkan seruan nabinya. Allah pun mengutus dua malaikat untuk menyelamatkan Nabi Luth bersama dengan anak-anaknya dari kaumnya yang zalim. 237Pada keheningan malam, kota kaum Nabi Luth diluluhlantakkan amblas ke dalam tanah. Hantaman air deras lalu memusnahkan tempat itu hingga tenggelam. Gambaran seperti itulah yang sedang terbayang nyata dalam pandangan Maryam saat melihat ke arah hamparan air Danau Luth pada malam itu. Maryam tiba-tiba terperanjat akibat suara gemeretak dedaunan dari ketinggian bukit. Saat mengarahkan pandangan ke arah suara itu, ia makin kaget karena ada penampakan dua orang berpakaian putih menyala menuruni lereng-lereng bukit. “Mungkinkah ini hanya ilusi dari kelelahan yang aku rasakan?” Perasaan Maryam masih belum tenang. Selama ini, kehidupannya selalu berlangsung di dalam mihrab dan diawasi Nabi Zakaria. Maryam tidak pernah berada di jalanan, apalagi di dalam keheningan malam, seorang diri. Meski pernah beberapa kali Maryam mengunjungi rumah para fakir miskin dan anak-anak yatim di keheningan malam, saat itu dirinya dipandu Yusuf sehingga ia tidak terlalu risau. Apalagi, saat ini kedua telapak kakinya memar dan penuh luka. Ia sama sekali tidak memiliki alas kaki. Berjalan Maryam tanpa alas kaki. Berjalan seorang diri dalam keheningan malam. Berjalan tanpa mengenali arah dan jalur perjalanan. Dalam rasa sakit yang memilukan. Maryam berlumuran darah. Runcing bebatuan dan tajam duri-duri jalanan tidak hanya melukai kedua kakinya tapi juga menusuk pedih jiwanya. Terus berjalan dalam keheningan malam... 238Berjalan mengikuti lambaian tangan anak-anak yang memanggilnya dengan penuh keriangan, menyusuri jejak dua orang berpakaian putih yang menyusup dari ketinggian puncak bukit. Pada saat itulah terdengar seruan di dalam telinganya, “Jangan pernah berhenti untuk berzikir kepada Tuhanmu.” Maryam menahan rasa sakit yang dideritanya untuk tetap berjalan dan berjalan. Sejak kecil Maryam menjadikan lafaz-lafaz zikir sebagai napasnya. Seperti menimba air dari dalam sumur, Maryam pun menarik napas zikir dari dasar kedalaman hatinya. Namun, pada malam ini isi sumur hati Maryam seakan- akan membeludak. Terlebih dengan sakit yang dideritanya, yang telah membuat hati, lidah, dan segenap jiwanya dipenuhi semangat untuk khusyuk dalam untaian zikir. Seolah-olah kehidupan di dalam mihrab yang penuh kekhusyukan berdoa dan berzikir telah membimbingnya untuk semakin bersemangat mengungkapkan isi hatinya. “Ya Rabb Ya Allah, Ya Fattah Ya Allah, Ya Shamad Ya Allah, Ya Wahhab Ya Allah, Ya Shabur Ya Allah... Engkaulah al-Fattah. Hanya kepada-Mu diri ini mengadukan keadaanku. Sungguh, Engkaulah Zat Yang Maha Menggenggam kunci keluar dalam setiap derita dan kesusahanku.” 239Engkaulah tidakpernahbutuhkepada siapa pun. Engkau tidak berputra, tidak pula diputrakan. Sementara itu, diri ini adalah hamba yang senantiasa butuh kepada-Mu. Sungguh, rasa sakit ini semakin menjadi dan keheningan malam membuat diri ini merasa sendiri sehingga hanya kepada-Mu diri ini memohon dihindarkan dari kepedihan hati dan dan badan. Engkaulah al-Wahhab. Zat yang Maha Melimpahkan. Engkau telah melimpahkan nikmat-Mu kepadaku sebagai seorang yang yatim. Engkau tumbuh kembangkan diriku hingga dewasa dalam limpahan nikmat yang tiada terhingga. Saat ini, aku memohon Engkau berkenan menyingkap keadaanku yang penuh dengan kesusahan dan kepedihan ini untuk dipertemukan dengan kelapangan dan keamanan. Sungguh, Engkau adalah Mahakuasa atas segala sesuatu. Oleh karena itu, hamba memohon dengan sangat, keluarkanlah diriku dari kegelapan sebagai limpahan dari nikmat-Mu. Ya Shabur, Ya Allah! Limpahkanlah diri ini kekuatan dari-Mu. Jadikanlah diri ini menjadi hamba yang senantiasa mampu bersabar menghadapi musibah dan kesusahan dengan kekuatan iman kepada-Mu. Ya Tuhan! Limpahkanlah kepadaku kekuatan untuk dapat tetap bertahan!” Setelah sampai ke puncak bukit, Maryam pun melihat ke sekelilingnya. Dari kejauhan, sorot remang lampu perkampungan Betlehem terlihat. Redup sorot cahaya lentera itu seakan- akan sedikit meredakan sakit yang Maryam rasakan. Ia pun menenangkan diri dan mengarahkan wajahnya ke arah embusan angin yang bertiup semilir. Hati Maryam seolah-olah merintih memandangi redup cahaya lentera dari rumah-rumah itu. 240Dalam keheningan malam, semua orang tentu sedang dalam keadaan yang begitu nyaman, sementara dirinya menyusuri rimba jalanan yang dia sendiri tidak tahu ujungnya. Tersayat hati Maryam dalam pandangan sorot cahaya lentera itu sehingga wajah ibundanya hadir dalam bayangan. Wajah itu seolah-olah nyata seperti yang ia jumpai di dalam mimpi. “Oh ibu!” katanya. Ibu... Betapa indah kata itu. Kata yang penuh dengan muatan doa. Seolah-olah lafaz zikir. Mengucapkannya, hati manusia menjadi tenang. Seakan-akan seseorang telah datang mengulurkan tangannya dan hamparan langit menjadi cerah dibuatnya. Dada manusia pun menjadi lapang dalam keberadaannya. “Duhai ibu!” kata Maryam, “Sungguh, jika saat ini masih ada, engkau tidak akan mungkin membiarkanku sedirian di sini.” Maryam merasa heran dengan dirinya saat mengucapkan kalimat itu. Dirinya sejak kecil telah ditempa dengan kehidupan yang penuh dengan kesabaran. Tidak pernah ia mengungkapkan keyatimannya. Namun, entah apa yang telah terjadi dalam kesendiriannya di keheningan malam itu? Maryam merasa bahwa sakit dan kepedihan yang dirasakan dalam kesendirian dan keheningan akan menghimpit manusia ke dalam kerapuhan serta menggerogoti kesabarannya seperti bubuk kayu. Demikianlah yang terlintas dalam pikiran Maryam. Namun, sudah tidak tersisa tenaga untuk merenunginya saat kepedihan baru menusuk jiwa Maryam sehingga ia pun lebur sehalus debu. 241
Khadijah Ketika Rahasia Mim Tersingkap. Fatimah az-Zahra: Kerinduan dari Karbala. Asiyah: Sang Mawar Gurun Firaun. Maryam: Bunda Suci Sang Nabi. Serial The Greatest Women. Aisyah: Wanita yang Hadir dalam Mimpi Rasulullah. Hajar: Rahasia Hati Sang Ratu Zamzam. Aminah: Senandung Rindu Bunda Rasul.
adat istiadat yang telah diajarkan para leluhur? Maukahsaya katakan sesuatu kepada Anda! Setiap kejelekan yangterjadi di dunia ini selalu saja dinisbatkan kepada para leluhuryang telah memulainya. Coba katakan siapa yang pertama kalimembuat patung? Biar saya ceritakan kepada Anda. Ada seorang raja yangsangat mencintai ayahnya yang bernama Baal. Begitu sang ayahmeninggal dunia, ia jatuh sakit karena sangat sedih. Akhirnya,dia membuat patung yang sangat mirip dengan wajahayahnya. Patung itu ia dirikan pada sebuah pasar di tengahkota. Ia juga perintahkan semua orang ikut menghormatipatung itu. Yang menghormatinya akan mendapatkankebaikan dan keselamatan. Semua orang, termasuk paraberandal, perampok, dan pembunuh ikut bersimpuh di depanpatung itu sambil menyuguhkan uang dan berbuat demikian, mereka akan dimaafkan sangraja. Akhirnya, uang dan persembahan yang diberikan untukpatung itu sangat berlimpah. Hal ini dimanfaatkan untukmendulang uang. Sang raja lalu memerintahkan mendirikanpatung Baal di seluruh penjuru. Padahal, sebagaimana ajaranyang disampaikan kepadaku, Allah sangat melaknat perbuatanseperti ini. Hamba-Ku telah melakukan sesuatu yang telah meniadakan hukum yang telah Aku sampaikanmelalui Musa dan berbalik mengikuti adat para leluhurmereka.” Raja Hagerce yang mendengarkan kisah itu menyela,“Mualim! Engkau bicara seolah Bani Israil memiliki patungdari batu dan kayu yang selalu mereka perkataanmu sangat keras!” tahu Bani Israil tidak memiliki patung dari batu dan kayu pada hari ini. Yang saya maksud adalah patung berdaging,” jawab Isa . Semua orang yang ada di situ pun mulai menangis. Maryam lalu berkata, “Ketahuilah bahwa hanya Allahyang seharusnya dicintai dan menjadi tujuan setiap orang!” Merzangus pun kembali menyuguhkan air susu dengangelas kayu kepada masing-masing tamu. -o0o- Marym dn Para Wna Ali Srga Setelah Raja Hagerce kembali ke negaranya, rombonganmelanjutkan perjalanan ke Nasara bersama para musair dariJalilah. Kebetulan, pada saat itu Merzangus mendengar berita adaseorang hamba saleh yang sedang sakit berat di sana. Maryampun mengajak rombongan mengunjunginya. “Ada baiknya kita mengunjunginya,” kata Maryam Merzangus menyetujui ajakan itu. “Pasti ada hikmah di sana. Mari kita mengunjunginya.” “Akan terbuka dua pintu bagi setiap manusia saat-saatmenjelang kematian. Yang satu menunjukkan arah dunia, kearah para kerabat yang sedang berkumpul pintu yang lainnya ke arah alam akhirat.” “Pada saat-saat itu malaikat akan memperlihatkan pintuakhirat kepadanya. Siapa tahu saat berkunjung nanti kita bisaberbicara dengan para penduduk surga.” Ternyata, berita itu benar. masih hidup, Zahter selalu menyempatkan dirimengunjunginya saat sedang singgah ke daerah tempat orangitu bermukim. Hamba saleh itu rupanya senang melakukanperjalanan di waktu malam demi mendapatkan selalu beruzlah atau mengasingkan diri, menyendiri darihiruk-pikuk dunia untuk mengosongkan diri dengan berzikirdan bertafakur. Mujur, saat sampai di Nasara, Nabi Isa dan para sahabatnyatidak sulit menemukan tempat tinggal orang saleh itu. Saat memasuki rumahnya, hamba saleh yang sedang sakitparah itu mencoba bangkit demi menyambut kedatanganpara tamu. Dari wajah para tamu yang memancarkan nuritulah ia dapat mengenali siapa yang datang berusaha bangkit dari ranjang, namun dirinya tak lagimemiliki cukup tenaga. “Anda sekalian...,” katanya, “Saya sepertinya mengenalkalian dari nur yang terpancar dari dahi bekas sujud. Selamatdatang wahai saudaraku!” “Mungkin kalian akan berkata bahwa orang tua sepertidiriku yang sedang sekarat ini sudah tidak lagi lurus berbicara,sampai-sampai mengaku mengenali kalian. Dan benar, saat inisatu pintu telah terbuka ke alam akhirat bagiku. Apa yang aku lihat saat ini, satu sisi mengarah pada alam akhirat dan satu sisi lagi mengarah pada alam dunia. Diriku pun bingung membedakannya. Meski demikian, ada satu doa yang senantiasa aku panjatkan kepada Allah. Doa itu adalah agar aku dapat berjumpa dengan nabi yang kedatangannyatelah diberitakan dalam Taurat. Berita ini sebenarnya lama dirahasiakan oleh orang-orang siapa saja yang menyinggung berita ini akan dicap sebagai orang yang terancam’.” “Janganlah Anda merasa takut,” kata Merzangus. Meskiaku seorang wanita yang sudah berusia hampir enam puluhtahun, sampai saat ini pedangku tidak pernah lepas daritanganku. Sejak Isa lahir, pedang ini belum pernah akumasukkan ke dalam kerangkanya. Sudah tiga puluh tahunlamanya ia terhunus untuk meradang dan menerjang,” kataMerzangus sembari menggantungkan pedangnya ke dindingkemudian mulai menyalakan tungku di dapur. Saat itu iaseolah-olah adalah penghuni rumah itu sejak lama. Maryam dan Isa masih tetap berdiri. Tidak adasatu kursi untuk duduk di gubuk yang hampir roboh mereka mungkin untuk yang terakhir kalisebelum nelayan saleh itu wafat. Sang nelayan pun merasamalu dengan keadaan rumahnya. Ia terus mencoba sudah berusaha sekuat tenaga, ia tetap tidak mampubangkit dari ranjang. Saat selimutnya jatuh ke tanah, terlihatjelas betapa kurus tubuh hamba saleh itu. “Tidah usah repot-repot,” kata Merzangus serayamengambilkan selimut yang terjatuh. Hamba saleh itu kemudian membungkuk dan bersucidengan ember air yang ada di dekatnya. Sungguh, apakahorang tua ini tidak memiliki seorang kerabat? Dengan gayungdi tangan, nelayan itu membersihkan diri di sekitar tempattidur. Dengan tenaga yang masih tersisa, ia melipat-lipat ikan yang hampir menutupi kamarnya. Dengan lipatanjaring itulah ia memberikan tempat duduk untuk Maryamdan putranya. “Terima kasih sekali,” kata Maryam, “Indah sekali tempatduduk ini!” Maryam dan Isa pun akhirnya dapat duduk sambiltersenyum. “Wahai anakku! Diriku tidak pernah keluar dari kamaryang kalian lihat ini. Sungguh, usiaku telah berlalu untukmendakwahkan agama yang benar kepada para nakhodakapal, nelayan, dan semua orang di sekitar sini. Aku yangmembuatkan jaring untuk mereka, sedangkan merekamembawakan ikan hasil tangkapannya. Orang-orang dahulusering bercerita bahwa nabi yang namanya disebutkan dalamTaurat kelak akan berdakwah dengan berpindah-pindah darisatu tempat ke tempat lain. Nabi itu tidak akan tinggal di satutempat dalam waktu yang lama. Sejak saat itulah aku selalumenantikan kedatangannya. Diriku hampir saja berputus asauntuk dapat berjumpa dengannya. Aku yakin kalian adalahorang-orang yang dekat dengan nabi itu. Hal ini terlihat jelasdari wajah dan sikap santun kalian. Karena itu, apakah kalianmemiliki berita tentang keberadaannya. Mohon sudilahbercerita kepadaku...!” “Wahai kakek!” kata Maryam. “Inilah Nabi yang selalu kau tunggu. Kini, Sang Nabi itubenar-benar telah berada di depanmu! Dialah Isa al-Masih,utusan yang membawa ajaran dari Allah.” Begitu mendengar penuturan Maryam ini, nelayan tua itumulai menangis sejadi-jadinya. Ia meluapkan rasa bersyukurdan gembiranya. Seketika itu pula ia menyatakan keesaan dan Isa sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Di wajah kakek yangsaleh itu terpancar cahaya. Setelah beberapa saat tersengal-sengal dalam tangisan, nelayan saleh itu kembali sadar bahwaajalnya ternyata sudah dekat. “Ahh....!” jerit sang nelayan. “Duhai Tuan, betapa diriku terlambat bertemu saat yang lalu aku merasa sedih karena belum dapatmenemukan dirimu. Dan sekarang, kesedihan itu semakinmemuncak namun berganti menjadi pedih karena takutkehilangan dirimu. Sungguh, usiaku hanya tinggal sesaatsaja.” “Ahh...!” kata Maryam menimpali. “Duhai Allah... Apa yang akan didapatkan jika seseorang kehilangan-Mu, Dan apa yang hilang darinya jika seseorang mendapatkan diri-Mu?” Mendengar perkataan Maryam, nelayan itu tersentuhhatinya. “Betapa baik hakikat yang Anda ucapkan sehingga hatikuyang sekarat ini menjadi kuat kembali wahai wahai Ibunda al-Masih.” Setelah menghela napas panjang, nelayan saleh itu kembalibertanya, “Berkenankah Anda menerangkan surga?” “Wahai kakek yang saleh! Telah lama engkau menungguberita bahagia itu. Dan sekarang kami datang untukmenyampaikan apa yang kami ketahui,” kata Maryam. Sejak kecil, Maryam telah bermain bersama para malaikat. sangat suka bercerita tentang surga sebagaimana iamenyenangi orang yatim dan miskin. Surga berarti tempat yangdirahasiakan dari pandangan mata manusia. Seperti bunga-bungaan, kebun, dan taman yang menutupi permukaan tanahsebagaimana malam menutupi siang, dan siang menutupimalam, demikian pula alam akhirat yang menutupi surga daripandangan mata kita. Surga memiliki beberapa nama. Adn’ Firdaus’ Mawa’ Naim’ Huld’ Salam’ Illiyyun’ Kakek saleh itu ikut menyebutkan nama-nama surga satudemi satu. “Surga memiliki banyak kedudukan dan paling tinggi ibarat taman kasih sayang,” katanya. Bagi Merzangus, surga hadir saat berada di sampingMaryam. “Kini, diriku berada di pinggir taman surga,” kata nelayansaleh itu seraya memberi isyarat untuk bersalaman denganMaryam. Bagi Merzangus, surga datang saat berada di sampingMaryam dalam embusan lembut kata-katanya yang penuhhikmah. Ya, Maryam adalah bunga surga yang kehidupannyaselalu semerbak mewangi karena membawa berita darisurga. kadang tak kuasa menahan penderitaan dankesusahan yang dihadapinya. Remuk hatinya, tercerai berai,dan berlinang dalam tangisan. Pada saat itulah Maryam yangberusia lima puluhan, lebih muda muda dari usianya, datanguntuk membelai rambutnya. Dengan kata-katanya yang lembutlagi merdu, Maryam bercerita tentang surga. Kehidupanyang menjadi harapan kita. Kehidupan sebenarnya yangakan datang setelah ujian berat di alam dunia ini. Mendengarpenuturan itu, Merzangus pun kembali kuat serasa inginsegera menjemput kematian dengan penuh kegembiraan. Bagi Maryam, kematian adalah pintu terbuka bagiruh untuk mencapai alam abadi. Kematian ibarat kudatunggangan. Saat ditunggangi, ia akan mengantarkan manusiakepada tujuan akhir. Demikianlah, kematian disambut tanpaketakutan atau menakutkan. Setiap kali Maryam membahas kematian, ia selalumengakhirinya dengan menerangkan kehidupan surgasehingga orang-orang fakir dan yang sedang sakit kerasdengan penuh semangat merindukan kematian. Merekajuga kembali tabah menghadapi kesulitan hidup. Ketegarandan ketabahan Maryam dalam menghadapi segala musibahdan kesulitan adalah bersandar dengan keimanannya padakehidupan setelah kebangkitan. Kehidupan surga bukanlahharapan materi melainkan kerinduan pada perjumpaandengan Tuhannya. Inilah kedudukan tertinggi dalam surgayang selalu diharapkan. Dalam masa-masa sulit di pengasingan dan musimpaceklik, Maryam selalu menuturkan kehidupan surga bagipara hamba yang bertakwa. bawahnya mengalir sungai yang jernih danmenyegarkan. Dihidangkan pula berbagai macam buah-buahkan dalam rindang bayangan pepohonan. Inilah imbalanbagi orang-orang yang menghindarkan diri dari berbuatkejelekan.” Saat mendengarkan cerita ini, nelayan saleh itu luap dalamlinangan air mata. Ia memanjatkan puji dan syukur ke hadiratAllah. Pintu-pintu surga seolah-olah terbuka satu per satuseiring dengan penuturan Maryam. Namun, apakah Maryam tidak membenci orang-orangyang berbuat kejahatan? Saat hati Maryam sakit oleh kejahatan dan keburukanorang-orang yang memusuhinya, ia selalu mengadukannyakepada Allah. “Duhai Allah, Tuhan bagi semua orang yang baik dan jugayang jahat!” “Sungguh, tidak ada pintu keluar bagiku selain denganmembuka pintumu.” Maryam selalu menceritakan kehidupan surga kepadaorang-orang yang hatinya sakit demi memberikan dukungankepadanya. Maryam juga mengedepankan harapan, bukankeputusasaan. Ia selalu mendahulukan kasih sayang daripadamenggambarkan ketakutan. Nabi Isa juga selalu mengedepankan pembahasan tentangkehidupan di surga. “Wahai sahabatku. Takut kepada Allah dan kecintaanpada surga Firdaus akan memberikan kesabaran atas kesulitanyang diderita dan menjauhkan diri dari kilau dunia,” demikiannasihat Nabi Isa yang selalu didakwahkan kepada parasahabatnya. Maryam membahas kehidupan surga, Merzanguspernah mendengar beberapa nama. “Pernah engkau bercerita tentang taman di surga danorang-orang mulia yang menghuninya. Berkenankah engkaumenyebutkannya lagi?” harap Merzangus kepada dari harapan ini tentu saja untuk mengantarkannelayan saleh itu mengembuskan napas terakhirnya dengantenang. Maryam pun mulai menjelaskan setiap tingkatan surgadan menerangkan bahwa martabat paling tinggi bagi seoranghamba adalah rida terhadap Allah. “Allah telah menciptakan kita di alam antara, yaitukehidupan di antara alam Mulk dan Malakut. Ini dilakukanagar manusia memahami kemuliaannya. Namun, jika manusiatidak memahami bahwa kemuliaan telah dianugerahkankepadanya dan kemuliaannya di antara semua makhluk harusdiwujudkan dalam syukur kepada Sang Penciptanya, hal initidak lain adalah kejahiliahan yang nyata.” Nabi Isa lalu mengarahkan pembicaraan pada kehidupansurga, yang dipenuhi kemuliaan dalam keindahan taman-taman surga. Semua itu hanya bisa dicapai dalam kerelaan. “Seolah semua penciptaan ini telah Allah letakkan dalamgenggamanmu sehingga engkau pun mampu menerangkannyadengan sedemikian indah,” kata Merzangus. Setelah diam sejenak, Maryam menoleh ke arah Merzangusseraya melanjutkan perkataannya. “Merzangus, sebenarnya diriku sangat penasaran denganpara wanita ahli surga yang kelak akan dipertemukankepadaku,” kata Maryam. adalah para wanita ahli surga? Engkau tidakpernah menyebutkan hal ini kepadaku sebelumnya, wahaiMaryam?” “Berarti Allah telah menakdirkan untuk diterangkandi sini. Engkau tahu Merzangus. Saat aku tinggal di mihrabsampai menjelang kelahiran putraku, pada masa-masa itulahmalaikat menyampaikan wahyu kepadaku untuk bersujudbersama orang-orang yang sujud. Aku pun segera menunaikanperintah itu dengan ikut mendirikan salat berjamaah diKubah Suci, di Masjid al-Aqsa. Namun, waktu itu tidak satupun wanita diizinkan memasuki daerah Kubah Suci. Begitudiriku terlihat ikut mendirikan salat di saf paling belakang,para rahib sangat marah dan menghujaniku dengan sampai tak sadarkan diri. Sesampai di mihrab, aku masihmenangis dalam kesakitan hingga tertidur. Dalam mimpi,malaikat mempertemukanku dengan tiga wanita ahli surga.” “Ya Allah! Jadi engkau pernah dipukuli oleh para rahibitu?” “Tidak penting hujan pukulan yang menimpaku. Bahkan,sudah sejak lama aku melupakan kejadian itu. Yang palingpenting, sekarang aku ingin bercerita kepadamu sebuahkejadian suci yang aku alami di dalam mimpi. Tiga wanita surga yang disebut namanya satu per satu oleh malaikat dengan penuh ucapan sanjungan adalah Asiyah putri Muzahim yang telah membesarkan Nabi Musa di dalam istana dengan penuh kasih-sayang....” Firaun telah tega menyiksanya?” “Setelah mengetahui bahwa Asiyah memeluk agama yangdiajarkan Nabi Musa, Firaun memerintahkan kedua kakidan tangan beliau yang mulia diikat dengan seekor kuda dicambuk agar saling tarik. TubuhAsiyah juga ditindih batu besar. Saat itu, wanita saleh tersebutberdoa, Duhai Allah! Limpahkanlah sebuah rumah di surgakelak. Lindungilah diriku dari Firaun dan diriku dari orang-orang zalim ini’ sampai napasterakhir pun terembus dalam senyuman penuh kebahagiaan.” “Surga adalah pelipur dan harapan bagi setiap hamba yangmendapati kezaliman.” “Benar. Dalam mimpi aku diperlihatkan dirinyamengenakan pakaian yang begitu indah seperti seorangpengantin. Aku melihat ke dalam pandangan matanya. Iatersenyum penuh sinar bagaikan kilauan mutiara. Ia samasekali seperti tidak merasakan sakit. Para malaikat puntidak henti-hentinya membacakan takbir saat dirinya lewat.Telah lewat Asiyah, seorang wanita ahli surga’. Begitulahseruan malaikat dengan suara lantang. Kemudian, malaikatmembawaku ke dalam kedudukan kedua yang juga penuhdengan pancaran cahaya terang.” “Siapakah yang engkau jumpai di sana, wahai Maryam?”tanya Merzangus. sana aku bertemu dengan Khadijah binti Khuwaylid. Dia adalah istri baginda Nabi di akhir zaman. Ia akan datang setelah Isa . Berita kedatangannya telah diserukan dalam kitab-kitab sebelumnya. Dia adalah Muhammad . Dan Khadijah Kubra adalah istri baginda nabi yang mulia ini.” Saat Maryam menuturkan kata-kata terakhir dari kisahini, nelayan saleh itu tiba-tiba terperanjat dan bangkit daritidurnya seraya berteriak, “Apa kata Anda, wahai Maryam?Adakah nabi setelah Isa ?” Mendengar pertanyaan ini, Nabi Isa pun berkatadengan kedua mata yang berkaca-kaca. “Sungguh, semoga salam dan keselamatan tercurah bagiSang Nabi akhir zaman itu . Jika dalam doamu engkaumeminta bertemu denganku, demikian pula dalam doaku. Akumemohon agar dapat dipertemukan dengan nabi akhir zamanitu sehingga diriku dapat bersaksi mengenai kenabiannya danmengabdi pada ajaran agamanya. Dia adalah Ahmad . Dansungguh, diriku beriman dan sangat mencintainya meskibelum mengenalnya.” Maryam kembali melanjutkan kisahnya. “Dialah Khadijah Kubra, istri Nabi yang ditunjukkansebagai salah satu ratu para wanita ahli surga yangdipertemukan denganku dalam mimpi.” “Semoga salam dan keselamatan dari Allah tercurahkepada baginda Nabi akhir zaman yang belum lahir dan jugauntuk para sahabat dan ahli baitnya!” sepanjang usiaku, belum pernah diri inimelihat wanita yang lebih cantik daripada Khadijah saat dirinya lewat, para malaikat terheran-heran hingga pingsan. Saat dirinya lewat, diriku yang Allahakan limpahkan Ruhul Kuddus ke dalam kandunganku jugaberada dalam barisan yang menunggunya. Aku mencintainya,merindukannya, sehingga tercium semerbak wangi ibukuyang diriku tidak pernah mengenalnya. Tebersit dalam dirikukeinginan untuk berteriak memanggilnya ibu’....” Semua orang yang ikut mendengarkan cerita Maryammenangis seketika. Jika saat itu mereka menoleh ke arah lautanyang terdapat di bawah gubuk nelayan saleh itu, niscaya merekaakan mendapati ribuan ikan yang sedang terpaku mendengarkankisah tersebut. Bukan hanya ikan, melainkan juga kerang,cumi-cumi, dan semua jenis makhluk di lautan. Mereka ikutlarut dalam tangisan. Jerit Maryam memanggil Khadijah Kubradengan panggilan ibu’ telah menggetarkan seluruh jiwa. Jikasaja jerit dan tangisan Maryam berlanjut untuk beberapa lama,niscaya seluruh ikan di lautan akan terguncang, mabuk dalamcinta, sehingga terdampar ke pinggir lautan. Maryam masih terus melanjutkan kisahnya tentang parawanita ahli surga kepada nelayan saleh yang sedang sekarat. “Kemudian, dalam mimpi itu aku mendengar suaralantang dari ketinggian. Suara itu adalah seruan seorangmalaikat. Wahai seluruh malaikat, lindungilah penglihatankalian karena akan terpancar cahaya berkat kedatangan putriMuhammad al-Mustafa, Fatimah az-Zahra.” Mendengar kisah itu, nelayan saleh itu ikut berteriakhisteria sehingga semua orang dengan susah payah membantumenenangkan dirinya. tempat menjadi begitu terang karena pancarancahaya Fatimah az-Zahra. Semua malaikat tertundukdalam sujud, bertasbih kepada Tuhannya. Diriku juga tidaksadarkan diri bermandikan cahaya. Tiba-tiba, aku seolah-olahmenemukan diriku dalam sebuah cermin. Seketika itu pulaterlihat seorang wanita yang wajahnya persis dengan muda itu tersenyum manis seraya mengulurkantangannya ke arahku. Sungguh, antara diriku dan dirinyaibarat dua pembiasan, dua wujud simetris. Ia juga bertatap muka denganku, wajahnya memerah. Akusendiri merasa gemetar menyambut uluran tangannya. Saat iamengangguk untuk memberi salam, tiba-tiba aku perhatikanada dua anak kecil yang menyelinap di balik jubahnya. Padaleher kedua anak itu tergantung tulisan baik’ dari emas. Keduatulisan itu ibarat gantungan dua anting surga. diriku masih juga belum tahu siapa kedua anakyang sangat manis lagi menyenangkan ini. Keduanya masihbermain petak umpet di balik jubah sang ibu. Sesekali merekamenampakkan diri dan sesekali bersembunyi. Tak lamakemudian datang para malaikat menggelar permadani daribunga untuk kami. Mereka juga menyuguhkan minuman yangsejuk lagi menyegarkan dalam gelas yang terbuat dari intandengan nampan emas murni. Saat aku bertanya tentang ini,malaikat menjawab bahwa yang ada dalam gelas itu adalah airputih yang sejuk lagi menyegarkan dari danau Salsabil dalamsurga yang khusus diberikan bagi para hamba yang muda bernama Fatimah az-Zahra adalah seorangmulia. Sosok yang telah mencapai tempat kebaikan yang memberi bukan karena berlebih, melainkan kasih sayang. Mereka rela menanggung lapar demidapat memberi makan kepada fakir, yatim, dan orang-orangpapa. Dalam melakukan kebaikan ini, mereka juga sama sekalitidak mengharapkan ucapan terima kasih. Hanya Allah yangmenjadi tujuannya. Dialah Fatimah az-Zahra. Sungguh mujursekali diriku dapat bertemu dengannya. Kemudian, datang seorang malaikat memberikan kainpembersih yang terbuat dari sutra. Apa ini?’ tanyaku kepadamalaikat yang membawanya. Inilah pembersih yang khususdihadiahkan kepada para ahli surga yang telah membersihkanjiwanya. Karena dari golongan yang telah menyucikan diri,kalian layak mengenakan pakaian ini. Sementara itu, keduaputra Fatimah tampak mengenakan stelan berwarna hijau danmerah api. Saat bermain kejar-kejaran, anak yang mengenakanbaju merah terjatuh. Aku pun segera mengulurkan tanganuntuk membantunya berdiri. Saat itulah terdengar suaralantang, Semoga Allah juga berkenan mengulurkan tanganuntuk menolong putramu’. Setelah itu, aku terbangun. Inilahperjalananku bertemu dengan para wanita ahli surga di dalammimpiku.” “Semoga salam dan keselamatan dari Allah tercurah untukFatimah dan kedua putranya,” kata Merzangus. “Amin...,” ucap semua orang yang berada dalam ruangan. “Amin...,” ucap semua jenis ikan yang menghuni lautan. “Amin...,” ucap semua malaikat yang bersaf-saf mengelilingigubuk itu. Pada saat itu, nelayan saleh memohon syafaat dari parawanita ahli surga. Napas terakhir pun terembus. Saat Nabi Isa menuruni laut untuk menyucikan jasadkakek saleh itu, ia menyaksikan ikan-ikan sudah berjajar Serombongan ikan lumba-lumba telahmenanti untuk membawa jasad nelayan saleh itu ke tengahlautan. Pada saat itulah semua orang baru mengetahui kalaukakek itu adalah dari keturunan Yunus . Beberapa saat kemudian terlihat seseorang menggerakkanperahu untuk menjemput kedatangan jasad sang serombongan ikan itu menyerahkan jasad sang kakekuntuk diangkat ke atas perahu, dalam sekejap lautan berubahseperti keadaan semula, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Merzangus pun bertanya-tanya. “Siapa gerangan sosok yang menunggu kakek itu di tengah-tengah lautan? Mungkinkah ia seorang malaikat?” “Mungkin Nabi Khidir,” jawab Maryam. Maryam merasa malu dengan apa yang telah selalu merasa malu jika rahasianya terkuak. “Hari ini aku telah begitu banyak bicara. Entah apahikmahnya. Duhai Allah! Hamba mohon ampun ataskesalahan hamba yang terlalu banyak bicara,” ucap Maryamkemudian diam sampai esok hari. Untuk beberapa saat, Maryam duduk di samping laut. Iabertafakur dan berzikir kepada Allah. “Ya Kuddus, Ya Allah!” Merzangus lalu menggambar sebuah denah bujur sangkardi atas pasir dengan cangkang kerang. Pada sisi kanan atas denah berbentuk bujur sangkar itutertulis nama “Maryam” membaca tasbih Ya Rahiim, YaAllah!’ Pada sisi kiri atas denah tertulis nama “Asiyah” membacatasbih Ya Mukmin, Ya Allah’. sisi kanan bawah denah tertulis nama “Khadijah”membaca tasbih “Ya Shadik, Ya Allah’. Sementara itu, pada sisi kiri bawah tertulis nama “Fatimah”membaca tasbih Ya Nur, Ya Allah”. Demikianlah. Maryam adalah lambang kasih sayang, Asiyah lambang keyakinan-keamanan, Khadijah lambang kesetiaan, dan Fatimah lambang pancaran nur. Dalam gambar itu, nama Maryam dan Fatimah terdapatpada sisi yang sama. Seolah-olah mereka simetris, salingmelihat satu sama lain. Nama Maryam dan Fatimah jugamewujudkan dua sisi “timur-barat” sisi Kakbah. Dan tempatFatimah az-Zahra tepat di sisi Hajar Aswad. Sementara itu, Maryam dan Khadijah adalah dua ujung“utara-barat” yang menunjukkan Hijr Ismail. Saat itu Merzangus sedang membayangkan masa dirinya berada di tengah padang pasir bersama sang guru,Zahter. Ternyata, gambar denah yang baru saja dibuatnyamirip dengan gambar-gambar yang telah dibuat Zaher saatdirinya mengajak bermain melawan waktu. Merzanguskembali memandangi gambar yang baru saja dibuatnyadengan menambahkan masing-masing sisi dengan menaruhsatu cangkang kerang. Tak beberapa lama, ombak datangmenyapu semua nama wanita ahli surga itu bersama dengancangkang kerangnya. Merzangus merasakan kembali guyuran dari tengah lautan. Ternyata, air yang kembali telahmeninggalkan kerang mutiara sebagai ganti keempat namayang baru saja tersapu ombak. Merzangus heran dengan kejadian ini... Saat Merzangus ingin menunjukkan keempat kerangyang diantar ombak itu, ia melihat Maryam sedang khusyukberdoa. Merzangus pun malu. Ia kemudian melemparkankembali kerang-kerang itu ke tengah lautan. “Sungguh, engkau telah menunda-nunda waktuku denganmengajak bermain dengan batu yakut dan mutiara,” katanya. Merzangus pun menurunkan cadarnya seraya bangkitdengan bersandar pedangnya untuk kembali menuju kegubuk. -o0o- Dnau Jailah Hari berikutnya, Maryam, Isa , dan Merzangusmelanjutkan perjalanan dari Nasara menuju Jalilah. Merekajuga akan singgah ke suatu daerah bernama Gur untukberdakwah kepada para musair dan kaum Badui. Saat menuju ke sana, mereka harus menyeberangi danaumenggunakan perahu dengan tiga pasang pendayung. Begitusampai di pelabuhan, seorang tua terlihat berdesak-desakan ditengah kerumunan. “Saya mencari seorang mualim dari Nasara. Katanya, iaakan berkunjung ke daerah Gur pada hari-hari ini. Ramaidibicarakan bahwa dirinya tidak memiliki mata uang untukmembayar kendaraan yang akan ditumpanginya,” kata orangtua itu. “Saya dengar mualim itu selalu berbagi makanan denganpara fakir miskin. Ia menyalahkan para rahib di Baitul Maqdisyang meninggalkan umatnya demi memperkaya diri,” tambahorang tua itu. “Mualim tidak pernah bicara dengan nafsunya, wahaiKakek. Menurut yang saya ketahui, dia adalah utusan hanya menerangkan apa yang diperintahkan Tuhannya.” cukupkah syariat Musa bagi kita?” “Jika saja syariat Musa telah disimpangsiurkan, Allah akanmengutus seorang rasul untuk meluruskan kembali orang-orang yang tersesat dari jalan tauhid.” “Dari mana engkau tahu semua ini, wahai anak muda?” Mendapati pertanyaan itu, Nabi Isa diam sejenak serayatersenyum. Maryam yang sejak awal diam ikut memberikansalam dengan menganggukkan kepalanya seraya berkata,“Seorang mualim yang engkau maksud itu adalah Isa, saat ini berada di hadapanmu. Berita gembira akankelahirannya sebagai nabi sudah diberitahukan kepadakusejak sebelum kelahirannya. Dialah al-Masih yang mampubicara sejak dirinya lahir.” Orang tua itu langsung gemetar. “Wahai al-Masih putra Maryam. Aku memiliki saudarakembar di al-Quds bernama Ardesyur. Ia sudah tiga puluhdelapan tahun sakit kusta. Setiap Hari Raya Fisih, ia selaludatang ke kolam al-Hayat di halaman Baitul Maqdis untukmendapatkan berkah kesembuhan. Bahkan, ia rela membawaranjangnya untuk tidur di dekat kolam. Namun, sudah sekianpuluh tahun ia tidak dapat mendekati kolam tepat padawaktunya. Aku mendengar dirimu dapat menyembuhkanorang sakit. Aku mohon datanglah ke al-Quds untukmenyembuhkan saudaraku yang sudah sakit sepanjangusianya.” “Wahai sahabat tua! Pertolongan hanya datang dari sisiAllah. Isa al-Masih hanyalah seorang hamba dan penawar juga bukan datang darinya, melainkandari sisi Allah. Tolong jangan sampai tercampur aduk. Isaputra Maryam hanya dapat menunjukkan mukjizatnya dengan Allah. Dan mukjizat itu tidak lain untuk memperkuatkeimanan kita.” “Sungguh benar apa yang engkau katakan, wahai wanitamulia. Sekarang, mohon izinkan diri ini untuk ikut bersamadengan kalian ke Gur dan kemudian ke al-Quds.” “Baiklah,” kata Maryam. Orang tua itu pun akhirnya ikut ke naik ke dalam juga menempuh jarak yang jauh, tiba-tiba ombaksangat besar datang menerjang. Saat itu, Isa al-Masih sedangtertidur, dengan kepala terletak di pangkuan Maryam. Saatterbangun karena teriakan panik orang-orang yang berada diatas perahu, Isa menyaksikan gelombang yang semakinbesar dan cuaca gelap siap menerjang perahu. “Wahai mualim, tolong selamatkan kami. Akan hancurkami sebentar lagi!” teriak orang tua itu. Isa al-Masih mengangkat tangan seraya berdoa kepadaAllah “Wahai Allah! Tuhan langit dan bumi, pemilik angin danlautan, mohon rahmatilah hamba-hamba-Mu ini!” “Amin, amin, amin,” ucap Maryam berulang-ulang. Tak lama kemudian, air danau itu menjadi besar yang baru saja mengamuk kini telah hamparan danau berubah menjadi begitu tenangmenyejukkan. Semua orang pun dibuat heran. Penumpanglain yang berada di atas perahu, termasuk para pendayung,berbisik satu sama lain, “Siapa sebenarnya anak muda ini?Mengapa ombak dan angin taat kepadanya?” Begitu mendarat di kota Gur, yang diperbincangkanpara penumpang dan pendayung perahu telah tersebar kemana-mana. Bahkan, cerita tentang dirinya telah terlebih sampai ke semua telinga penduduk Badui. Lebih dariitu, masyarakat Gur telah berkumpul di alun-alun untukmenunggu kedatangan sang Mualim. Salah satu dari orang-orang yang ikut menunggu tidaklain mata-mata yang disebar para rahib Baitul Maqdis. Sesampai di tempat yang dituju, Nabi Isa akhirnya bicaradi depan umatnya. “Semoga salam tercurah untuk kalian wahai para musair!Apa yang ramai dibicarakan telah sampai juga ke ingin menyampaikan bahwa air di danau itu tidak taatkepadaku, melainkan taat kepada Zat yang kita juga taatkepada-Nya. Dialah Allah. Sepintar apa pun seorang, ia tidakakan mungkin bisa mengabdi kepada dua tuan. Jika salah satutuan berbelas kasih, yang lainnya akan membencimu. Jika satuorang memberi perintah kepadamu, sementara yang lainnyatidak menginginkannya, engkau pun tidak akan mungkinkeluar dari keruwetan yang para musair! Aku ingin menyampaikan kepadakalian bahwa tidak mungkin kalian mengabdi kepada Allah bersamaan dengan mengabdi kepada dunia. Dunia dipenuhi kebohongan, ketamakan, kepedihan,dan penderitaan. Tidak ada kenyamanan di dunia. Yang adahanya kezaliman dan kekalahan. Oleh karena itu, taatlahkepada Allah dan pandanglah dunia sebagai hal yang cara ini, engkau akan mendapatkan ketenangan kalian juga akan mendapatkan ketenteraman. Karena itu, Aku akan mengatakan hal yang benar kepadakalian. Diriku adalah seorang hamba yang setia sehingga akujuga mengajak kalian untuk berada dalam kesetiaan. Sungguh,betapa menggembirakan mereka yang menangis di duniaini karena mereka akan mencapai pada posisi betapa menggembirakan mereka para fakir miskinyang belum merasakan kesenangannya dunia. Mereka akanmerasakan kenikmatan abadi di akhirat yang telah dititahkanAllah. Mereka akan makan dan minum dari jamuan malaikat juga akan menjadi pelayan bagi mereka. Engkausekalian adalah para musair, sama halnya dengan orang-orangyang pergi menunaikan ibadah haji. Mungkinkah seorangmusair akan mengurusi hal-hal duniawi seperti sawah danladangnya, istana dan rumah megahnya serta bersenang-senang? Yakinlah, semua itu tidak! Mereka hanya akanmembawa bekal sebatas yang dibutuhkan dan ringan dibawaselama dalam perjalanan. Jadi, janganlah kalian membebanidiri dengan beban keinginan duniawi, dengan harta, pangkat,dan jabatan. Sungguh, kesadaran menghamba dan bertakwaadalah hal yang sangat berguna dan begitu berharga. Olehkarena itu, wahai para musair, beban yang hakiki untuk kitapikul selama di dunia yang fana ini tidak lain adalah berimandan beribadah kepada Allah.” Ungkapan yang disampaikan al-Masih ini berembusmenenangkan seluruh jiwa para musair serta kaum fakirmiskin. Sementara itu, para wanita berebut mendekati Maryamuntuk dapat mencium tangan dan memohon doa khotbah selesai, mereka bersimpuh di atas tanah dandengan berucap dengan seizin Allah’. Nabi Isa lalu berdoauntuk mereka. Isa lalu melanjutkan perjalanan dengan berjalan kakibersama orang tua yang ditemui di pelabuhan, sementaraMaryam dan Merzangus menaiki kuda yang mereka sewa. “Kakek, maukah engkau aku ceritakan kisah tentang parapenghuni surga yang dirantai namun membuat semua orangheran kepadanya?” tanya Maryam. “Apa?” kata orang tua itu. “Adakah penghuni surga yangdiikat rantai?” Maryam mulai bercerita dengan kata-katanya yanglembut. “Tuhan kita adalah Zat Yang Mahatahu. Dia adalah juga Zat Yang Mahalembut, Mahatahu segala hal yangtersembunyi. Dengan limpahan anugerah dan karunia-Nya,Dia mewajibkan kita untuk menyembah, beribadah, kepada-Nya. Ibadah adalah panjatan rasa syukur seorang hamba. Yangterjadi, manusia sering mempermudah meninggalkan ibadah,meski diwajibkan bagi mereka. Lalu, bagaimana jika tidakdiwajibkan? Apa jadinya jika umat manusia menangguhkanibadah hingga waktu tua? Allah seolah-olah telah mengikatdiri kita dengan ibadah. Dia sangat cinta kepada para hamba-Nya yang terikat dengan rantai ibadah ini. Semoga Allahberkenan menjadikan kita sebagai hamba yang terikat denganiman dan cinta akan ibadah. Sungguh, betapa indah tali rantaiitu!” Mereka berdua tersenyum dan serempak mengucapkan,“Amin.” -o0o- Di Pnggr Sbuah olm Perjalanan Maryam bersama Isa, Merzangus, dan darwistua bernama Berdesyur telah hampir memasuki al-Qudssetelah melalui kota Gur. Kendaraan mereka hanya seekorkeledai. Mereka akan tinggal selama satu pekan sampai tibaHari Raya Fisih dan Sabat. Sambil mengucapkan salam kepada warga, merekaberjalan menuju pinggir sebuah kolam bernama Ab-i Hayatyang terletak di depan pintu Baitul Maqdis yang menghadaparah alun-alun. Benar seperti yang dikatakan Berdesyur. Saat itu, orang-orang yang menderita sakit telah berduyun-duyun memadatipinggir kolam Ab-i Hayat disertai keluarga dan kebanyakan cacat, buta, kusta, mandul, dan sebagianlagi mengalami gangguan jiwa. Sudah berhari-hari merekaberkumpul mengitari pinggiran kolam. Mereka bahkan relamembawa tempat tidur dan tikar demi dapat menunggukedatangan Hari Raya Fisih, sebuah hari untuk mengenangperistiwa pelarian Bani Israil dari perbudakan di Mesir. keyakinan pada masa itu, malaikat akan turunke kolam pada pagi Hari Raya. Siapa saja yang paling awalmencebur ke dalam kolam, ia akan mendapatkan penawardari segala macam penyakit dan segala permintaannyadikabulkan. Bahkan, ada orang yang kemudian menuturkanbahwa malaikat itu adalah putra Allah’. Padahal, Allah sendiriEsa, tak berputra dan tidak pula diputrakan. Keadaan inilahyang telah membuat Nabi Isa menangis. Keadaan ini tidak lain timbul akibat kebodohan dankemiskinan sehingga manusia kerap berputus asa. Merekapun terjerumus ke dalam kesalahan. Selain itu, sikap pararahib sebagai pembimbing umat yang memandang merekadengan jijik dan merendahkan semakin memperparahkeadaan. Para rahib itu telah teperdaya. Mereka terus-menerus mengumpulkan harta benda dan ikut terjun ke dalampolitik Romawi. Mereka meninggalkan kewajiban berdakwahkepada umat dan malah sibuk dengan urusan dunia. Keadaanseperti inilah yang membuat umat sangat butuh seorangpenyelamat. Dalam kerumunan orang-orang yang terbaring dipinggir kolam, Berdesyur memerhatikan setiap wajah untukmenemukan saudara kembarnya yang bernama dia menemukan seseorang yang sudah lanjut kurus, tinggal kulit dan tulang. Dalam keadaanseperti ini, tidak mungkin dirinya ikut berdesak-desakan kekolam. Dengan penuh kemarahan dan perasaan pedih, orangtua itu mulai berkata-kata... “Sudah 38 tahun aku di sini menantikan kedatangannyasetiap pagi pada Hari Raya Fisih. Namun, diriku hidupsebatang kara sehingga tidak ada seorang pun yang menuntun sampai ke pinggir kolam. Sudah 38tahun lebih aku menunggu. Namun, aku tidak juga bisa kesana, meski sekadar mendekat ke pinggir kolam. Ah... tidakada seorang pun yang sudi membantuku dan diriku tidak pulamemiliki tenaga. Mungkin ini adalah hari terakhir bagiku, dankemudian mengembuskan napas terakhir bersama denganpenderitaanku ini di sini. Dan mungkin, pada saat kematianku,tidak akan ada seorang pun yang peduli dengan jasadku.” Maryam sangat sedih melihat keadaan orang tua itu. Iasegera memberikan secangkir air segar. Ia ulurkan pula separuhroti kering untuk sedikit memberikan tenaga. Ardesyurmemerhatikan hal itu dengan penuh perasaan utang budi. “Wahai saudaraku, kini harapanmu untuk mendapatkankesembuhan telah berada di sampingmu. Dia adalah hambaAllah dan juga Rasul-Nya, Isa al-Masih. Insyaallah dia akanberdoa untuk kesembuhanmu sehingga engkau tidak lagi butuhuntuk masuk ke dalam kolam itu. Dengan izin Allah, engkaupasti akan mendapatkan kesembuhan,” kata Berdesyur. Nabi Isa terlihat sangat sedih menyaksikan keadaan orang-orang yang tertimpa musibah sakit itu. Sudah tiga kali ia menangis di dekat kolam. -o0o- “Wahai umat manusia!” seru Nabi Isa. “Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberikuAlkitab Injil dan menjadikan aku seorang nabi. Dia pula yangmenjadikanku seorang yang diberkati. Dia memerintahkankusalat dan zakat selama aku hidup serta berbakti kepadaibuku. Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagicelaka. Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada aku dilahirkan, pada hari aku wafat, dan pada hari akudibangkitkan. Itulah Isa putra Maryam, yang mengatakan perkataanyang benar, yang mereka ragukan kebenarannya. Tidak patutbagi Allah mempunyai anak, Mahasuci Dia. Apabila Dia telahmenetapkan sesuatu maka Dia hanya berkata kepadanya,Jadilah’! Maka jadilah sesuatu itu. Sesungguhnya Allah ituTuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Ini adalah jalanyang lurus.” Kemudian, sambil menyebut dengan seizin Allah’ serayaberdoa, dengan izin Allah pula semua orang sembuhkan darisakitnya dalam seketika. “Sekarang, silakan Anda kembali ke rumah. Bawa ranjangdan tikarnya!” kata Nabi Isa. Itu adalah hari Sabat. Hari dilarang melakukan apa-apa. Mengumpulkan ranjang dan tikar untuk dibawa pulang kerumah melanggar adab di hari Sabat. Meski mereka merasatakut karena melanggar adat, kegembiraan telah sembuh darisakit yang selama ini mereka derita telah memberanikan dirimereka mengikuti anjuran al-Masih. Sementara itu, para rahib di Baitul Maqdis menganggapkejadian ini sebagai bentuk penentangan secara terang-terangan yang telah direncanakan sebelumnya. “Penentang ini telah sengaja melakukan semuanya demimenghina adat hari Sabat. Dia telah menghina adat kita. Secarasengaja dia menyembuhkan orang sakit dan menghidupkanorang mati di Hari Raya Sabat agar semua orang menaruhhormat kepadanya dan meninggalkan adat kita. Orang iniadalah ahli sihir, pembangkang yang akan menginjak-injak dan budaya kita. Jika dia masih melakukan hal yangseperti ini, budaya dan adat kita yang telah berlangsung selamaberabad-abad akan hilang ditelan bumi.” Sifat iri telah membuat Mosye menggigit jarinya karenatak kuasa menahan marah. Ia mengingkari hakikat yangbenar-benar telah nyata di depan mata. Sungguh, betapa menyedihkan keadaannya! -o0o- Orang-orang pun kembali ke rumah masing-masing… -o0o- Marym dn Buah Tn Merzangus baru saja kembali. Tugasnya sebagai bidantelah selesai. Tuan rumah yang dikunjunginya memberiimbalan sepiring penuh buah tin segar. Meski Merzangustelah menolak imbalan itu karena keadaan mereka yangmiskin, sang tuan rumah tetap memaksanya. “Mohon haturkan buah tin segar ini untuk Maryam. Kamiadalah keluarga yang sama sekali tidak memiliki Anda adalah orang terhormat rendah hati yang tidakakan mungkin menolak pemberian dengan setulus hati.” Dengan alasan inilah Merzangus menerima sepiringpenuh buah tin segar itu dengan senang hati. Buah tin segar itu berwarna hijau keunguan. Sebagiansudah begitu matang sampai pecah dan meleleh cairanmanisnya. Merzangus bertahmid kepada Allah yang telahmelimpahkan nikmat yang begitu segar, harum seperti misik,dan manis seperti madu. Maryam sangat menyukai buah tin, dan juga dua buah mulia yang telah dilimpahkan Allah sebagaianugerah kepada bangsa Palestina. sering berkata, “Manis madu buah tin ibaratperkataan seorang ahli hikmah. Jauh sebelum diriku menjadiseorang ibu, Allah juga telah menganugerahkan buah tinsehingga mihrab tempat diriku tumbuh besar bermandikanaroma wangi kesegaran madunya. Buah tin dan zaitunadalah kunci rahasia Palestina. Segala puji dan syukur hambapanjatkan kepada Allah, Tuhannya tin dan zaitun!” Berbinar-binar wajah Maryam saat melihat kedatanganMerzangus dengan sepiring penuh buah tin segar. Ia segerakumpulkan anak-anak yatim yang sedang menunggu di depanpintu. Gembira anak-anak yatim itu melahap buah tin Maryam semakin bahagia menyaksikan kegembiraananak-anak yatim itu. Ia belai rambut mereka. Maryam lalupergi menimba air dari sumur yang berada di dekat gubuknyaseraya mengajak anak-anak itu membasuh wajah itu, Maryam mengizinkan mereka untuk beberapalama bermain-main di sekitar sumur. Maryam sendiri duduk di bawah tenda yang tidak jauhdari tempat anak-anak yatim bermain. “Merzangus...!” panggil Maryam. “Tahukah kamu tentangkisah seorang penjual buah tin yang diceritakan Nabi Isa?” “Sebentar, biar saya panggil anak-anak kemari agar ikutmendengarkan cerita itu.” “Baiklah kalau begitu. Sekalian kita duduk-dudukmenunggu datang waktu salat.” Anak-anak yatim sudah berkumpul, duduk mengelilingiMaryam dengan suasana penuh kegembiraan. “Anak-anak!” kata Maryam mengawali cerita. “Pada suatu masa ada sebuah pasar yang teramat anehdibanding pasar-pasar pada umumnya. Ada seorang petani baik yang telah memetik buah tin yang segar darikebunnya untuk kemudian dijual di pasar itu. Namun, orang-orang yang datang untuk berbelanja di pasar itu sama sekalitidak melirik buah-buah tin yang segar dan baik itu. Merekajustru membeli buah tin mentah yang dipetik dengan melihat antusias para pembeli yang seperti itu, parapedagang jahat tidak ketinggalan untuk semakin berbuatjahat agar dapat menjadi kaya dengan cepat. Mereka memetiksemua buah tin yang masih mentah sebanyak-banyaknyauntuk segera dijual ke pasar. Dan ternyata, para pedagangitu mampu menjual buah tin dagangannya sesuai denganharapan. Para pembeli bahkan beramai-ramai memborongbuah tin itu dengan koin emas. Sementara itu, dagangan buahtin segar lagi baik milik seorang petani berhati baik samasekali tidak diminati. Sampai kemudian, semua orang ramai-ramai menderita sakit perut. Lagi, ada seorang tukang cuci yang mencuci pakaian milikpara pelanggannya dengan menggunakan air bersih dari sumurdi rumahnya. Pakaian para pelanggannya pun bersih orang ini justru tidak pernah mencuci pakaiannyasendiri. Tubuhnya bahkan dipenuhi kutu dan gatal karenapakaian yang dikenakannya begitu kotor.” Anak-anak yatim yang tadinya mendengarkan ceritadengan saksama kini tertawa sepuas-puasnya. “Sekarang wahai anak-anakku! Kalian pantas tertawamenyaksikan keadaan para orang tua yang seperti ini. Sungguhsayang, orang-orang yang sudah tua pun keadaannya dipenuhiironi. Ketahuilah, penjual buah tin itu adalah gambaranorang-orang dengan amal perbuatan mereka pedagang yang taat beribadah kepada Allah akan buah tin yang segar lagi baik, sementara para setanakan menipu manusia dengan berselimut di balik pun memilih berbuat dosa yang terasa manisterbungkus kebohongan. Padahal, dosa itu sesungguhnyaseperti buah tin yang pahit lagi menyakitkan. Sayang, manusiakebanyakan masih juga berpaling seraya memburu bujukansetan.” “Baiklah,” kata seoarang anak yatim yang pintar. “Kalauseorang yang tidak mencuci pakaiannya itu menggambarkanapa wahai Ibunda Maryam? Ataukah dia adalah gambaranseorang Mosye yang mengumpulkan dan menyiksa kamikarena telah mengemis di pasar?” Anak-anak yatim yang lain menyambut pertanyaan itudengan penuh tawa. “Ya benar. Tentu saja ia adalah seorang Mosye.” “Anak-anakku! Keadaan itu menggambarkan seorangyang berdakwah kepada orang lain namun dirinya sendirimengingkari apa yang dikatakannya. Orang-orang yangmengikuti apa yang dikatakannya benar-benar telah mendapatihakikat dan kebenaran sehingga menjadi bersih. Sayang, orangitu tidak mengikuti perkataannya sendiri, seorang munaikbermuka dua. Meski kata-katanya dapat membersihkan yanglain, ia tidak berarti sama sekali bagi dirinya sendiri.” Merzangus kemudian berseru... “Mari anak-anakku sekalian, sekarang sudah tiba waktusalat!” Hari bahkan sudah petang. Cahaya matahari telahberwarna jingga di seberang ufuk sana... -o0o- Sejti Sng Putra Allah mengutus Nabi Isa dan mendukungnya dengandalil-dalil serta mukjizat yang luar biasa. Ini terjadi karenakaumnya sangat keras kepala dan sombong. Bahkan, parapemimpin agama mereka ikut dalam barisan perusak danpembuat kejahatan. Hidayah dan nur yang telah dianugerahkanhilang lantaran kesombongan dan perbuatan zalim yangmereka lakukan. Allah juga menjadikan Maryam sebagai pendamping danpendukung putranya, yang juga sekaligus nabinya. Hidupnyayang pendek penuh dengan kesulitan-kesulitan yang wanita yang dipandang sebagai al-azizah atau wanitamulia dan terhormat yang telah menghadapi semua ujiandengan penuh kesabaran sepanjang hidupnya. Maryam adalah mukjizat agung yang telah dianugerahkanoleh Allah kepada Nabi Isa yang bersinar begitu adalah tamsil dari cahaya Ilahi. Lembut dan terang yangsenantiasa menjadi penopang, dinding tempat bersandar,serta selimut kehidupan bagi Isa dalam menunaikandakwahnya. umat Nabi Isa adalah orang-orang yang sangatsombong. Begitu banyak mukjizat yang dimiliki Nabi Isa dantidak pernah diberikan kepada nabi-nabi yang lain tak mampumeyakinkan dan meluruskan hati mereka. Pikiran dan hati para penduduk al-Quds tertutup rapatoleh dinding-dinding keingkaran yang begitu tebal sehinggamukjizat agung yang tampak di depan mata tidak diterimasebagai dalil oleh mereka, terutama soal kelahirannya yangtanpa seorang ayah. Padahal, mereka telah beriman kepadaNabi Adam dan Hawa yang tercipta tanpa seorang ayahdan ibu. Saat ini terjadi pada diri Nabi Isa, mereka justrumenyemburkan api itnah yang luar biasa. Salah satu hal yang membuat Allah murka kepada merekaadalah itnah kepada Maryam dengan tuduhan yang samasekali tidak terpuji. Kesalahan besar lainnya adalah membunuhNabi Zakaria dan Nabi Yahya. Padahal, keduanya adalahhamba dan utusan Allah yang diutus dari kalangan merekasendiri; kerabat dan keluarga mereka yang berbicara dalambahasa yang sama. Mereka dengan tega membunuhnya. Sungguh, hati mereka telah tertutup dengan tiraikeingkaran. Mukjizat Nabi Isa yang mampu mengubah burung darisegumpal tanah dan kemudian terbang tidak juga membuathati mereka luluh. Sebaliknya, mereka ingkar dan berkilahdengan berbagai sanggahan. “Aku telah datang kepada kamu dengan sebuah tandamukjizat dari Tuhanmu...” Kekuatan untuk menghidupkan dengan tiupan telahAllah turunkan kepada Nabi Isa dengan perantaraanMalaikat Jibril. Malaikat Jibril juga telah meniupkan kekuatan kepada Maryam sehingga dia menjadi seorangibu yang mengandung Kalamullah, memikul tugas menjagaKalamullah. Demikianlah takdir seorang Maryam. Ia mengandung,memikul, merawat, dan mencurahkan kasih sayangnya... Dia adalah pengemban amanah. Sungguh, apa yang diterima Maryam dan Isa dari BaniIsrail adalah hal yang sama sekali tidak bisa diterima dan putranya sangat bertakwa menunaikan syariatMusa, berbicara dengan bahasa yang sama, dan berasal daribangsa mereka sendiri. Apalagi, Bani Israil bukanlah bangsayang belum pernah mengenal Tuhan. Kitab yang menjadipanduan dan dibaca sehari-hari telah memberitakan soalkedatangannya. Sayang, semua ini mereka tolak terang-terangan. Mereka memang telah menutup rapat-rapat hatidan jiwa dari menerima hakikat kebenaran. “Aku diutus untuk membenarkan kitab Taurat yang telahditurunkan sebelumku dan untuk menghalalkan beberapa halyang sebelumnya diharamkan untuk kalian. Aku membawamukjizat. Karena itu, takutlah kepada Allah dan taatlahkepadaku,” kata Isa dalam setiap menyampaikan dakwah. Bani Israil telah diharamkan memakan beberapa makanankarena perbuatan mereka yang sudah keterlaluan. Merekadilarang memakan hewan berkuku dan juga lemak dalamhewan ternak, seperti kambing dan sapi. “Semua ini adalah hukuman bagi mereka atas kezalimanyang telah diperbuatnya.” Iri dan dengkilah yang telah melandasi keingkaranmereka... harus Zakaria dan bukan aku?” begitulahpernyataan yang diungkapkan di antara para rahib. Pertanyaan-pertanyaan bernada iri dan kesombonganselalu berembus dari mulut dan hati mereka. “Mengapa Maryam dapat melihat malaikat sementara akutidak?” “Mengapa Isa yang mampu menghidupkan orang yangsudah mati, dan bukan aku?” Berpegang teguh pada adat yang mereka jadikan sebagaiagama adalah hal yang sejalan dengan keinginan hati itu akan semakin memberi kekuatan kepada para rahibuntuk mendapatkan harta dan juga otoritas politik. Merekamenyatakan diri sebagai pembimbing umat meski sebenarnyasebagai perusak. Ketika Isa berseru, “Allah adalah sesembahanku dan jugasesembahan kalian. Oleh karena itu, menghambalah kepada-Nya karena inilah jalan yang benar bagi kalian!”, mereka punmenentang seraya melakukan penyerangan. Suatu waktu, Nabi Isa dan Maryam menyadari sebuahrencana pembunuhan atas diri mereka. “Maka ketika Isa merasakan keingkaran mereka BaniIsrail, dia berkata Siapa yang akan membantuku menegakkanagama Allah?’ Para hawariun menjawab, Kamilah penolongagama Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah,bahwa kami adalah orang-orang muslim.” Maryam sangat mengasihi para hawariun. Sampai-sampai,pakaian yang mereka kenakan adalah hasil pintalan Maryamatau kaum wanita yang setia jadi pembantunya. Maryam jugamemanggil mereka dengan sebutan “anakku”. hawari yang Alquran telah bersaksi untuk merekaadalah Dua nelayan bersaudara bernama Petrus dan Andreas... Seorang ahli pajak bernama Matta... Kedua putra Zebedi bernama Yuhanna dan Yakub... Taddeus... Yahuda Toma.... Bartholomeus... Philiphus.. Yakub putra Alfeus... Gayyur Simun... Yahuda Iskariot pembangkang Para hawari ini telah berkata, “Kami beriman kepada apayang telah diturunkan Tuhan, kini catatlah kami ke dalamorang-orang yang bersaksi!” Mereka selalu menyertai Nabi Isa ke mana pun setiap perkataannya yang penuh dengan ajaranhikmah. Setelah kepergian Nabi Isa, mereka menyebar keseluruh penjuru dunia untuk mendakwahkan karena kezaliman dan tekanan yang selalu dilancarkanpara penguasa zalim, sebagian dari mereka telah wafatdengan syahid, sementara sebagian lagi dimasukkan ke dalampenjara. Semoga Allah menjadi pembela perjalanan yang ditempuhmereka... -o0o- Sepanjang hidup, Nabi Isa telah menjauhkan diri daripolitik. Isa yang tidak pernah tunduk kecuali kepada Allahjuga mau tidak mau dianggap sebagai pemeran politik atausosok yang dituduh para penguasa telah menggerakkanpenentangan. Karena itu, setiap penguasa merasa ajarantauhid yang didakwahkan Nabi Isa dianggap ancaman bagikekuasaannya. Penghormatan dan kecintaan penduduk kepada ibu danputranya itu kian hari dirasa makin mengguncang posisi politikpara penguasa. Padahal, apa yang diperjuangkan keduanyabukan pangkat dan dunia sebagaimana yang diperjuangkanpara penguasa itu. Ya, saat itu tata kehidupan Bani Israil dalam kondisi kacau kemelut. Ini disebabkan agama yang telah dijadikan alat untuk mendapatkan harta dan pangkat dunia. Saat para pemuka agama membicarakan agama, yangmereka katakan sama sekali kering dari ajaran dan hakikatsuci. Yang ada, agama yang telah diperbudak untuk agama akhirnya menimbulkan berbagai kezaliman,kerusakan moral. Singkatnya, segala segi kehidupan telahhancur dibuatnya. Tak heran jika dikatakan bahwa Ruh telah meninggalkanal-Quds’ sebelum Isa lahir dari rahim Maryam. Itulah salahsatu hikmah dari sebutan Ruhullah’ kepada Nabi Isa, yaitupenawar dahaga akan ruh bagi kota al-Quds yang kehidupannyatelah begitu materialistis dan dipenuhi hasrat duniawi. demikian, para penguasa selalu berlaku zalimterhadap Maryam. Maryam tidak pernah mengunjungi raja,tidak pula mendatangi istananya. Namun, setiap raja selalumembuntutinya. Terhadap aksi seperti itu, Maryam dan Isa telah berkatakepada umatnya, “Sebagaimana hikmah telah diserahkan olehmereka kepada kalian, serahkan pula dunia kepada mereka.” Sayang, kata-kata itu telah dimaknai dengan Hak Tuhanadalah untuk Tuhan, sementara hak Kaisar untuk Kaisar’.Ini membuat politik kezaliman dilancarkan dalam masaberkepanjangan. Padahal, sebagaimana pada kisah-kisah yangtelah kita coba ceritakan sebelumnya, Sang Ibu dan Putranyatidak pernah mengajarkan kezaliman. Kesabaran, ketabahan,dan kasih sayang justru dihadiahi perlakuan keji dari parapenguasa. -o0o- Marym dn Seeor Kijng Maryam sangat cinta pada bunga-bungaan, pada buahzaitun dan tin, pada keledai tunggangan milik Yusuf sangtukang kayu, pada pohon-pohon kurma, pada kupu-kupu,pada burung-burung, pada cicak, pada ikan.... Maryam sangat cinta dengan segala ciptaan Allah. Suatu hari, saat Isa sedang tidur di rumah, tiba-tiba datangseekor kijang mendekati rumah Maryam. Maryam tidak inginmembuat putranya terbangun dan tidak ingin pula kijang itulari menghindar. Ia hanya diam berdiri memandangi kijang itudari jendela. Seketika itu pula Maryam merasa mengenal kijang yang pernah menemani hari-harinya di Betlehemyang penuh kepedihan saat sang putra dilahirkan. Saat itu,kedatangan kijang yang juga sedang menyusui bayinya telahmenjadi hiburan dan teman bagi Maryam yang sedangmengasingkan diri selama empat puluh hari setelah ibu yang juga saling menyusui dan memandangi satusama lain. Kijang itu ternyata tidak takut dengan ajak anaknya mendekati Maryam dan Isa yang masih kijang itu meminum air dari tangan Maryam. kijang yang datang ini... Atau mungkin anak kijang itu yang kini telah menjadibesar? Dengan penuh tanya, Maryam terus memandangi kijangyang datang mendekati rumahnya itu. Ternyata, kijang itu menangis dan meneteskan air mata. Penuh kedua mata kijang dengan linangan air mata. Mengapa ia menangis? “Ya, Allah!” kata Maryam. “Jangan sampai terjadi sesuatu dengan anaknya!” Kemudian Maryam memerhatikan wajah anaknya yangsedang tertidur. Lelap tidurnya karena begitu lelah berjalandan bahkan berlari ke mana-mana untuk menunaikan tugasdakwah dari Allah sebagai nabi. Seorang yang hatinya setiapkali terasa remuk akibat kebengisan sebagian besar umatmanusia. Seorang nabi yang sama sekali tidak memiliki hartadunia apa-apa selain sehelai baju yang dikenakannya. Denganpenuh perhatian, Maryam terus memandangi wajah putranya. Jika saja Allah tidak berkenan mengaruniai kesabaran untuk berdakwah di jalan-Nya, baik Maryam maupun putranya tidak akan tahan dengan berat ujian kehidupan. Maryam terus memandang wajah putranya hinggameneteskan air mata dan mulai membasahi kaki putranya. Bagaikan mutiara tetes air mata Maryam terjatuh darikedua matanya. ditimba dari kedalaman sumur tempat Nabi Yusufdilemparkan. Laksana kobaran api cinta yang berubah menjadi tetesair mata untuk menyirami unggun api tempat Nabi Ibrahimdibakar. Isa al-Masih pun terbangun akibat tetesan air mata yangmembasahi kakinya. Ia segera bangkit sambil berucap salamhormat kepada ibunya. Isa melihat seekor kijang yang berjalan mendekatirumahnya. Telah diriwayatkan bahwa Nabi Sulaiman memahamibahasa burung-burung. Demikian pula dengan Nabi yang begitu bersih telah memberikan pemahamandengan cepat bahwa kijang itu sedang menangis untukanaknya, sebagaimana ibu yang sedang menangis karenanya. Maryam bersama putranya, semoga rahmat Allah tercurahbagi keduanya, segera mengikuti sang kijang. Ternyata, anak kijang yang masih kecil itu telah matitergeletak di dalam dinding sebuah gua karena dilukai parapemburu. Bukankah seekor kijang juga yang telah memberimakan kepada Nabi Ibrahim saat ia ditinggalkan di dindingsebuah gua? Maryam kembali memandangi wajah putranya denganlinangan air mata kasih sayang seorang ibu. Dalam catatan kitab-kitab terdahulu diriwayatkan bahwaIsa al-Masih dapat menghidupkan kembali anak kijang yangtelah mati itu dengan izin Allah. Demikianlah, orang-orang yang berlari menghindar dariraja dan orang-orang kaya akan mencatat kenangan merekatentang seekor kijang yang merana... -o0o- Marym dn Kam isin “Kita adalah makhluk teramat lemah, wahai saudara-saudaraku,” kata Maryam terhadap kaum perempuan yangmendatangi rumahnya. Padahal, kebanyakan orang yangbersandar di pintu rumahnya adalah dari kalangan fakir,yatim, atau kaum papa lainnya. Oleh karena itu, kelemahankodrat manusia tidak diperlukan sebagai pengecualian. Sebab,mereka memang kaum papa dan dipandang lemah oleh orang-orang kaya dan pengusaha. “Di mana pun kalian berada, takutlah senantiasa kepadaAllah. Setiap apa yang kalian makan, meski sesuap, harus darirezeki yang halal. Jadikanlah masjid-masjid sebagai orang yang mendukung rakyat yang lemah dan bukanorang yang memiliki kekuasaan di dunia. Ajaklah nafsumuuntuk menangis, hatimu untuk berzikir, dan badanmuuntuk terbiasa bersabar. Janganlah engkau menjadi orangyang merisaukan rezekimu di hari esok,” demikian tambahMaryam. Sayang, bukan hari esok, untuk sekarang pun mereka tidakmemiliki apa-apa dalam genggamannya. Dalam pandanganorang-orang yang butuh sesuap nasi ini, “hari esok” adalah yang amat panjang. Mereka sangat berharap dapatselamat melewatkan detik-demi detik yang sedang dialami. Lalu, mengapa Maryam masih juga berpesan tentangkesabaran? Dengan penuh kasih sayang, Maryam pun menerangkankepada kaum perempuan. “Suatu hari, seorang yang teramat fakir hidup di kotaal-Quds. Saking papanya, ia bahkan tidak memiliki rumahagar dapat berbaring saat tidur. Ia pun akhirnya tidak pernahmeninggalkan masjid. Kehidupan sehari-harinya dicukupidari pemberian sedekah para jamaah. Pada suatu hari, ketikaorang ini mengambilkan tongkat Nabi Uzair yang terjatuh,ia mendapatkan doa mustajab dari sang nabi. “SemogaAllah berkenan memberi sesuai dengan apa yang ada dalamhatimu.” Orang fakir itu pun berkata, “Dalam hatiku terdapatkeinginan untuk memiliki dua ekor kambing yangmenghasilkan susu yang banyak, wahai Nabi!” Sang nabi lalu memandangi wajah orang itu seolah-olahbertanya apakah tidak ada hal lain yang engkau minta?’ Meski tidak seberapa, para malaikat berkata, “Sayangsekali. Pedih rasanya mendengar permintaan itu.” Nabi Uzair pun heran. “Apa yang membuat berat permintaan itu?” pikir NabiUzair. “Dua ekor kambing bukan kekayaan yang dilarang danjuga perlu dirisaukan, bahkan ini adalah sebuah kebutuhan?” Sementera itu, dalam waktu yang cukup singkat, keduaekor kambing itu telah beranak pinak menjadi empat, delapan,tiga puluh, empat puluh, sampai-sampai dalam beberapa lamajumlahnya telah menjadi seribu ekor. Saking sibuk mengurusiternak, tidak ada waktu lagi untuk pergi ke masjid. Bahkan, keluar dari kota al-Quds untuk menetap di dulu biasa menunaikan salat secara berjamaah, kinihanya bisa seminggu sekali. Beberapa lama kemudian, iabahkan sama sekali tidak bisa berangkat ke masjid. Pekerjaandan kekayaannya telah membuatnya terlena. Beberapa lama kemudian, Nabi Uzair bertanya tentangkeadaan orang tersebut. Setelah mendapatkan jawaban, NabiUzair baru menyadari mengapa waktu itu para malaikatmenyayangkan permintaan tersebut. “Jika saja ia tetap tinggal di masjid dengan kehidupan yangsangat sederhana dari sedekah jemaah namun imannya tetapteguh....” Maryam melanjutkan perkataannya di hadapan para ibuyang telah berkumpul di rumahnya. “Wahai saudaraku! Dari cerita ini, kita paham bahwasetiap permintaan akan materi, yang sepintas hanya sebuahpermintaan yang wajar, sejatinya adalah sebuah perangkapdunia. Jika kekayaan akan memalingkan kita dari Allah,keadaan lapar tentu lebih baik daripadanya. Namun, kita jugamemohon perlindungan Allah dari kelaparan dan kefakiranyang justru malah memalingkan kita dari Allah.” Setelah selesai cerita Merzangus pun segera membagi-bagikan kue yang ada di keranjang kepada para tamu. Setiap kali Maryam menyinggung masalah kekayaan dankefakiran, ia selalu berpesan, “Awas, hati-hati! Jangan sampaikita berdiri dengan kedatangan seseorang karena sampai berbuat demikian, iman kita bisa hilang. Jikaada orang yang berhak untuk kalian hormati dengan berdiri,mereka adalah ayah dan ibu. Dan juga terhadap haiz danpembaca Taurat yang fasih, hormatilah kedatangan merekadengan berdiri.” juga berada di depan ibu dan para haiznya. Segeraia berdiri seraya memberi tempat kepada mereka. -o0o- Maryam dan Nabi Isa terikat pada syariat Musa . Meskidemikian, mereka justru mendapatkan perlakuan jahat daribangsanya. Para alim Bani Israil tidak juga mau menerimanyasebagai utusan dari Allah. Selain itu, kedudukan para rahib sebagai pemuka agama,yang secara politik dan ekonomi merupakan kedudukanmapan dalam kasta atas, membuat mereka kebal hukumdan memiliki status ekonomi tinggi. Mereka bisa membuatperaturan yang menguntungkan sekehendak hati. Bebas daripungutan pajak. Bebas membuat kebijakan demi kepentinganpolitik mereka. Menurut Maryam, mereka “telah beraktivitas dalamkeburukan”. Mereka menjual agama demi mendapatkan duniayang fana. Isa dan Maryam, setiap kali ada kesempatan, selalumenyampaikan apa yang telah dilakukan Bani Israil. “Kata-kata Anda sekalian adalah obat yang menyembuhkanpenyakit, namun perbuatan Anda sekalian adalah derita yangtidak bisa diobati.” Dan sungguh, tidak ada hal yang jauh lebih berbahayadaripada alim agama yang tidak sama antara perkataan danamal perbuatannya. Maryam sering mengatakan demikian tentang paraalim agama yang berbeda antara ucapan dan perbuatannya. adalah orang-orang yang kata-katanya adalahmakanan, sementara amal perbuatannya racun!” Sepanjang hidup, Maryam selalu belajar dan mengajar. Dialah guru sejati, yang baik dan kuat perkataannya. Guru yang memberikan kesan tak terhapuskan. Baginda Rasulullah Muhammad sering bersabda saatputri beliau, Fatimah az-Zahra, bertutur kata baik lagi penuhhikmah. “Dalam bertutur kata penuh hikmah, engkau mirip sekalidengan wanita surga Maryam putri Imran, wahai putriku.” Suatu saat, asap dapur keluarga Rasulullah tidak mengepulselama beberapa hari. Fatimah lalu datang kepada Rasulullah dengan berlari membawa sepiring makanan yang mungkinia dapatkan dari hadiah tetangga. Senang sekali anggotakeluarga dengan kedatangan Fatimah. Saat itu Rasulullah bertanya kepadanya tentang asal makanan itu. Fatimah pundengan tersenyum manis menjawab, “Dari Allah, wahaiRasulullah. Dari Allah yang tiada terhitung limpahan rezeki-Nya.” Mendapat jawaban yang baik ini, Rasulullah menyanjungputrinya dengan bersabda bahwa dirinya mirip sekali denganMaryam. Rasulullah kemudian mencium keningnya. Fatimah dan Maryam sangat simetris, bayangan satu samalain dalam hal sikap dan sifat. 441
Download& View Wasiat Terakhir Rasulullah Saw as PDF for free.. More details. Words: 4,971 Pages: 12
10. eika Marym Baru dalm Bera Usia Hanna lanjut sudah. Masa suburnya telah lewat menurut perhitungan sebagai seorang wanita. “Mungkinkah,” katanya di dalam hati, “mungkinkah takdirku meninggalkan dunia ini tanpa pernah menjadi seorang ibu.” Bukanlah sebuah penentangan apa yang terbesit di dalam lubuk hatinya yang terdalam ini. Ia tahu bahwa Allah Maha Memberi sehingga tidak ada hak bagi hamba untuk mengeluhkan-Nya. Bahkan mengeluhkan dirinya. Namun, seperti itulah keadaan setiap wanita! Mereka cenderung menyalahkan diri sendiri. Cenderung mengait- ngaitkan kejanggalan dalam hidupnya. Mulai dari angin yang tak berembus, hujan yang tak kunjung tiba meski sangat dinanti-nantikan, pintu rumah yang tidak juga diketuk seorang tamu, sampai keadaan yang tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semuanya selalu menjadi alasan untuk mencari kekurangan pada dirinya sendiri. Demikianlah wanita! Mungkinkah dirinya telah menjadi penyebab sehingga tampil untuk merasa bertanggung jawab ketika ada hal-hal yang tak seorang pun mau peduli? 92Dalam penantiannya selama berpuluh-puluh tahun untuk dapat menjadi seorang ibu, Hanna juga selalu menelisik kekurangan dirinya. Mungkinkah ada seekor semut yang tanpa sengaja diinjaknya, mungkinkah ada sehelai daun zaitun yang ia lukai, atau seorang yatim yang tidak ia belai rambut kepalanya? Mungkinkah ada seorang tamu Allah yang mengetuk pintu namun tidak ia bukakan karena tertidur lelap, atau mungkinkah ada sangkar burung yang tanpa tanpa sengaja telah dirusak olehnya? Atau mungkinkah ada aliran sungai yang tanpa sengaja telah menjadi sedikit keruh airnya saat ia mengambilnya? Semua ini selalu ia tuliskan satu demi satu di dalam buku hariannnya. Ia baca ulang semuanya seraya mencari kesalahan yang bersumber dari dirinya. Hanna pun selalu berbicara pada diri sendiri. “Cukup tua sudah diriku,” katanya dalam linangan air mata membasahi kedua pipinya. Ia menyangka telah berakhir sudah masa suburnya. Tertutup sudah kemungkinan untuk dapat melahirkan seorang bayi. Hampir sampai sudah waktu banginya untuk dikubur dan membusuk di dalam tanah. Hanna kembali menyendiri di taman di belakang rumahnya setiap kali merasa sedih. “Wahai sahabatku yang berwarna cantik abu-abu!” katanya. “Wahai sahabatku yang selalu setia menjaga rahasia,” katanya kepada pohon-pohon zaitun di kebunnya. “Orang-orang telah ramai menggujing tentang diriku. Kata-kata mereka sungguh telah membuat sakit hatiku, melukai jiwaku. Ah...!” Jika saja di masa lalu, niscaya tidak akan begitu peduli dengan apa yang mereka gunjingkan. Namun, untuk saat ini sangat berat. Begitu dalam luka yang digoreskan. Hati, jiwa, dan wajah bersih Hanna seolah-olah tercabik-cabik. 93“Mereka memitnah diriku dengan tuduhan wanita mandul terlaknat.” Wajahnya mengarah ke genangan air, mencari tanda, noda, dan guratan pada di sana. “Menjadi seorang wanita yang dilaknat Tuhan.” Sungguh betapa pedih dakwaan itu bagi seorang wanita... Gemetar ia merenungi. Menunduk. Berkaca ke atas air. Mencari pertanda pada wajahnya. Sesaat terlintas sang suami dalam pikirannya. Kembali ia tertunduk. Imran, seorang alim agung keturunan Harun . Seorang ahli kitab, haiz, pembimbing masyarakat. Ia merasa dirinya sebagai seorang istri yang telah dilaknat Tuhan, seorang yang telah diusir dari tempat ibadah dengan tuduhan laknat mandul.... Begitu pedih Hanna meratapi keadaannya. Sementara itu, setan seolah-olah telah siap mencari mangsa; siap berbisik dengan lidah ularnya. Mengembuskan desas-desus. “Engkau adalah seorang mandul. Seorang terlaknat....” Setan terus berbisik... dan berbisik.. Saat api desas-desus begitu berkobar dari mulut setan, saat Hanna hampir saja terbuai oleh bisikannya, terdengarlah suara Imran membuyarkan buaian setan. “Hidup adalah sebuah ujian. Tuhan kita akan menguji kita dengan berbagai macam kepedihan, kepapaan. Bukankah selalu berzikir menyebut Ya Wakil’ adalah yang terbaik bagi kita?” 94Kembali Hanna menarik dirinya dari tertunduk di bibir sumur. Al-Quds. ah, al-Quds.... Engkau tidak lagi seindah dulu. Bahkan, penghulu alim Baitul Maqdis pun seolah telah berganti. Baru saja seminggu berlalu dari perbincangan di antara Imran dan Nabi Zakaria mengenai “kemandulan”, keduanya telah menuai cercaan yang bukan-bukan. Hal ini berawal dari watak alim muda bernama Mosye yang selalu terbelenggu jiwa serakahnya untuk menjadi pemimpin para ulama. Memang, sejak kecil Hanna telah mengenal Mosye. Saat pertama kali belajar di rumah Imran. Tidak segan-segan Mosye melahap apa saja dalam jamuan makan yang dihidangkan Hanna. Dengan persetujuan Nabi Zakaria pula Mosye dapat diterima di sekolah agama di Baitul Maqdis. Tahun-tahun telah berlalu dan telah membuat seorang Mosye begitu banyak berubah dari masa lalunya, saat ia menghapuskan begitu saja perjuangan dan kebaikan banyak orang kepadanya. Padahal, keturunan Bani Israil telah terkenal dengan kekuatan ingatannya. Mereka juga terkenal tidak pernah lupa dengan janji-jani yang telah diucapkannya. Mungkin karena ketidaktahuan balas budi yang telah sedemikian merambah di zaman akhir sehingga manusia dapat begitu mudah lupa, masa bodoh dengan segala perjuangan dan kebaikan yang telah diperbuat untuknya. Dan Mosye adalah bagian dari mereka, seorang yang kini telah menentang Imran dan Zakaria yang telah menjadi pengasuhnya. “Akhir zaman....,” kata Hanna kepada pohon-pohon zaitun yang diajaknya bicara. “Akan datang hari akhir... akan datang hari penghujung, yang kesetiaan dan sikap tahu balas 95budi akan hilang bersamanya. Kesetiaan akan terangkat dari al-Quds sehingga seorang akan menjadi mangsa bagi yang lainnya….” Demikianlah kata para leluhur. Betapa pedih hati Imran dan Nabi Zakaria saat kembali ke rumah di malam itu. Meski keduanya sama sekali tidak menunjukkan kepedihan hati, di pagi hari berikutnya Hanna maupun al-Isya telah mendengar desas-desus yang begitu memerahkan telinga. Sesak serasa jiwa dibuatnya. Semua orang telah ramai menggunjing. “Mandul, laknat ilahi!” seru Mosye dan orang-orang yang mengikutinya. Penghinaan itu cepat merambah ke seantero kota. Bahkan, penghinaan menyakitkan sampai juga ke dalam rumah tangganya. Dicap sudah keluarganya oleh semua orang yang tidak punya hati. Tercabik-cabiklah hati Hanna dan al-Isya. “Dua orang ini adalah wanita terlaknat yang menjadi mandul. Huh....” Mendengar ini, Nabi Zakaria sampai-sampai mengeluhkan orang yang menebar hinaan itu. “Inikah wujud persaudaraanmu? Sungguh keji sekali perbuatanmu wahai orang yang kami telah anggap sebagai saudara. Inikah hal sebaliknya yang engkau lakukan kepada kami? Inikah persahabatan, inikah balas budi? Bukankah engkau adalah seorang yang telah mengabdikan diri di jalan Tuhan, mengabdi untuk membimbing, memberi contoh kepada masyarakat? Lalu, mengapa engkau tega menyebar itnah yang sedemikian keji kepada kami? Apa tujuanmu sehingga kami khawatir dengan masa depan keluarga sepeninggal kami lantaran perbuatan kejimu!?” 96Gunjingan para wanita begitu pedas terdengar di telinga Hanna dan al-Isya. “Bukankah Imran dan Zakaria adalah para alim agung? Mungkinkah keduanya memiliki kekurangan? Pastilah kalian para istri yang lemah. Ah.... Jika saja kalian berdua lebih perhatian kepada suami, pasti akan tercapai keinginan mereka untuk memiliki anak. Namun, rupanya para istri mereka tidak begitu mampu memberikan cinta!” Dan malam itu, al-Isya menangis tanpa henti. Hatinya koyak karena sedih sehingga ia pun mengadu kepada suaminya. “Mengapa engkau tidak meninggalkan diriku yang telah menjadi wanita terlaknat ini?” Nabi Zakaria yang secara usia lebih tua menenangkan hati istrinya dengan penuh kasih sayang. “Engkaulah satu-satunya pendukungku di dunia yang luas ini. Satu-satunya belahan jiwa tempat berbagi derita. Lalu, mengapa engkau berkata begitu? Tidak engkau tahu kalau permasalahan ini adalah kuasa Allah dan takdir-Nya? Meski tahu dan mengimani semua ini, mengapa engkau masih menyalahkan diri dan juga membuatku bersedih hati, wahai Isya!?” Nabi Zakaria bertutur dengan lembut meyakinkan sehingga hati sang istri menjadi tenang. Dan memang demikianlah selalu luka di dalam hati al-Isya terobati. “Kehormatanku paling mulia di dunia ini adalah dirimu, menjadi istri seorang nabi!” kata al-Isya seraya bersimpuh 97dalam pangkuan sang suami. Nabi Zakaria pun segera menarik tanggan untuk berdiri seraya mencium lembut kening istrinya. Betapa kejam orang yang berkata “mandul” untuk mereka. Gunjingan ini sebenarnya sudah lama dan menyeruak sejak ada perebutan supremasi di antara para alim Baitul Maqdis. Imran yang berasal dari keturunan Nabi Harun dan Zakaria yang berasal dari keturunan Nabi Daud sebagai alim agung hampir saja dihardik dari dalam Baitul Maqdis. Lebih-lebih dengan kenyataan bahwa Zakaria telah diutus sebagai nabi. Hal itu membuat para pengasuh Baitul Maqdis yang secara usia dan jabatan lebih tinggi semakin tidak kenal ampun. Mereka merasa telah banyak beribadah, mengabdikan hidup di jalan agama sampai rambut kepala memutih, berzikir, berpuasa, dan menempa spiritual. Namun, mengapa yang justru terpilih di antara mereka untuk menjadi seorang nabi adalah Zakaria? Mereka menyangka diri mereka lebih layak untuk menjadi seorang nabi. Demikianlah, sikap serakah dan sombong telah mengobarkan api kemarahan dan permusuhan... Bahkan, dua lembaga terbesar di Baitul Maqdis, yaitu pesantren akhlak dan hattat, telah dirambah api permusuhan itu. Sebagian dari para ahli tulis kitab berada dalam asuhan Imran dan Zakaria. Mereka adalah ahli takwa, kelompok yang menjaga diri dari politik wali Romawi. Sementara itu, kelompok tablig menyibukkan diri untuk ikut campur ke dalam politik Romawi untuk menjaga keselamatan Baitul Maqdis. Bahkan, mereka tega menandatangani peraturan pemungutan pajak yang sangat membebani warga, sesuatu 98yang ditentang Imran dan Zakaria. Demi mendapat simpati politik dari Romawi, para pengikut kelompok tabligh setuju dengan penerapan pajak karena mereka tidak terkena aturan itu. Perbedaan seperti inilah yang kian hari meruncing. Apalagi, kondisi kesejahteraan masyarakat al-Quds semakin menurun. Tingkat kemiskinan bertambah. Banyak orang sakit, kelaparan, dan hukum yang tidak adil untuk setiap warga. Sudah lama para pengasuh Baitul Maqdis tidak lagi mengindahkan syariat Nabi Musa demi ekonomi dan politik. Sepuluh ajaran tauhid yang diperintah Nabi Musa sudah lama ditinggalkan. Bahkan, mereka telah jauh tersesat dengan mengumpulkan emas dan harta dalam pemotongan hewan kurban dan persembahan. “Dunia bersama dengan politik dan harta kekayaannya harus berada di bawah kendali bangsa Yahudi,” kata mereka. Sejatinya, yang ada dalam pikiran mereka hanya harta dan keselamatan pribadi. Imran telah mengatakan, “Tidak dibenarkan bergabung dengan orang zalim bersama dengan kezalimannya.” Namun, mereka malah berbuat sebaliknya. Mereka semakin asyik terjun ke dalam dunia politik dan menjalin hubungan dengan Romawi dengan alasan masa depan Baitul Maqdis. Tak heran jika mereka mendapatkan status khusus sebagai kasta paling tinggi dengan menjadi pemimpin agama di tempat peribadatan dan dibebaskan dari berbagi tanggungan dan beban. 99Orang-orang yang menghuni tempat peribadatan sebenarnya hanya berkuasa dalam lingkup yang sempit. Karena itulah mereka menerima pemerintahan Romawi karena menjanjikan status khusus di masyarakat, meski harus dengan mengorbankan banyak kepentingan rakyat dan bertentangan dengan ajaran tauhid. Siatuasi ini membuat Mosye selalu tampil memanfaatkan keadaan dengan menyinggung masalah “perubahan zaman”; suatu masa ketika orang-orang fakir, pengangguran, dan wanita diusir dari tempat ibadah. Tidak hanya itu! Dengan dukungan wali Romawi, tempat ibadah juga diawasi para penjaga keamanan untuk mengusir sekelompok orang berpakaian lusuh model lama jauh di luar kota. Rupanya, mereka kerap menentang kebijakan para pengasuh tempat ibadah. Seiring dengan semakin banyak warga miskin yang meminta-minta di pintu gerbang Baitul Maqdis pada setiap Jumat, wali juga memerintahkan pemberhentian bantuan kepada mereka. Tertutup sudah pintu Baitul Maqdis bagi warga. Sayangnya, para pengasuh Baitul Maqdis juga tidak juga bicara barang sepatah kata. Desas-desus gunjingan lain menyangkut Hanna dan al- Isya. Tujuan sebenarnya untuk mematahkan kekuatan suami mereka. Gunjingan pun menyebar seolah-olah Imran dan Nabi Zakaria telah memberi hukuman kepada Hanna dan al-Isya. Atas semua kejadian inilah Hanna mengungkapkan isi hatinya kepada pohon-pohon zaitun yang ada di kebun halaman belakang rumahnya. Akhirnya, ia pun mendengar suara Merzangus yang mendekatinya. “Dengan siapakah Anda berbicara?” “Oh, kamukah Merzangus?” 100“Apakah pohon-pohon zaitun ini bisa mendengar Anda bicara?” “Tentu saja. Allah yang menciptakan pohon-pohon zatun ini, yang telah menciptakan Gunung Tur, dan juga seluruh penduduk Palestina pastilah mendengar suaraku.” “Mengapa Anda begitu sedih?” “Oh tidak... tidak ada apa-apa, anak kecilku.” “Anda adalah seorang wanita yang mulia, Ibunda Hanna. Anda menjamu setiap tamu yang datang mengetuk pintu, menafkahi anak yatim dan fakir-miskin, hormat kepada para alim, dan juga selalu menunaikan kewajiban kepada sanak-keluarga serta tetangga. Semoga Allah berkenan menghilangkan kepenatan di dalam hati Anda, mengabulkan segala doa yang dipanjatkan kepada-Nya.” “Ah, anak kecilku yang manis! Sungguh baik sekali perkataanmu!” “Saya sering membaca suhuf Nabi Idris bersama dengan Kakek Zahter pada malam-malam hari saat saya tidak bisa tertidur di tengah-tengah perjalanan di padang pasir. Dalam suhuf itu dijelaskan tentang para hamba yang terpilih. Mereka adalah para hamba yang cerdas, sederhana, namun kaya akan ilmu dan hikmah. Dan Anda dengan seizin Allah adalah salah satu dari mereka. Mohon Anda jangan terus bersedih!” “Apakah kamu bisa baca tulis Merzangus?” “Tentu saja. Saya bisa membaca dan juga menulis. Sedikit tahu geometri dan juga astronomi.” “Ah, Merzangus putriku! Sudah dua tahun para pemuka agama melarang wanita membaca kitab. Jangan sampai ada orang lain yang tahu kalau kamu bisa membaca dan menulis!” 101“Tapi, semua ini adalah hal yang sangat bodoh! Lucu! Mengapa wanita tidak boleh membaca kitab?” “Panjang sekali sejarahnya. Sudahlah, lupakan saja. Meski sebenarnya aku dan juga adikku, al-Isya, yang sedikit banyak telah menjadi penyebab larangan ini. Sudahlah…. ” “Bisakah begitu...? Memangnya apa yang telah Anda perbuat sehingga wanita sampai dilarang membaca kitab?” “Pada saat wali Romawi memberi perintah untuk didirikan patung Caesar di sebelah pintu selatan Baitul Maqdis di arah Damaskus, pada hari pendirian patung itu para wanita Palestina telah berkumpul di tempat yang akan didirikan patung untuk serempak membaca Taurat bab Puji-pujian Lautan’. Saat itu, para tentara mengusir paksa kami semua. Tapi, mungkinkah kami akan menuruti mereka untuk diam? Puji-pujian yang telah dibaca oleh Maryam, kakak perempuan Nabi Musa saat keluar dari Mesir, telah memberikan semangat kepada kami kaum wanita. Saat itu, Nabi Musa memukulkan tongkat dengan tangan kanannya sehingga terbuka jalan di tengah-tengah lautan untuk para hamba yang terzalimi. Kemudian, Firaun dan bala tentaranya mengejar dari belakang, sampai akhirnya mereka tenggelam ditelan lautan. Bisakah, kamu renungi bahwa kezaliman orang-orang Romawi sama dengan kisah ini? Karena itulah kami teguh membacanya dengan khusyuk. Sampai mereka pun mengecap aku dan juga al-Isya sebagai pemimpin kelompok penentang, pembuat kerusuhan.” Riang-gembira wajah Merzangus mendengarkan kisah sekelompok wanita yang berani menentang itu. Saat itulah ia mulai dengan keras melantunkan puji-pujian “Syair Lautan”. Tuhan telah menghantamkan kuda dan hewan tunggangan lainnya pada lautan, 102Pada hari itu Ia telah menyelamatkan Bani Israil dari tangan Firaun. Dan Allah adalah Zat Yang Mahaperkasa dari para hamba yang sombong, Sehingga kuda dan hewan tunggangan lainya dihantamkan pada lautan. Duhai Allah, Engkau Zat Yang Mahaagung dan Mulia, Perangilah orang-orang yang melawan-Mu, tunjukkanlah murka-Mu atas mereka... Hapuskanlah para zalim layaknya abu jerami yang lenyap terhempas angin, Pada hari itu air yang cair mengalir dipaksa tegak seperti dinding, Membeku dalam kedalaman hati lautan, Musuh berkata “Akan aku ikuti” Namun engkau mengembuskan angin sehingga lautan pun menyapu mereka! Lautan telah menyelimuti mereka! Riang hati Hanna dan Merzangus. Keduanya saling berpelukan. Hanna pun mengecup rambut Merzangus seraya berkata, “Bait puji-pujian inilah yang kami baca bersama-sama dengan sekelompok wanita. Dan sang wali telah mengecap kami sebagai pembangkang.” Saat itu keduanya kembali tertegun. “Awalnya, mereka mengumumkan bahwa pintu timur Baitul Maqdis akan ditutup sebagai hukuman. Tentu saja semua orang kaget. Kemudian, beberapa guru pesantren yang diketuai Mosye mencapai kesepakatan dengan sang wali. Entah apa yang telah mereka sepakati? Namun, di malam itulah semuanya mulai terjadi. Kaum wanita dihukum sebagai 103kelompok terlaknat, penentang. Mosye telah berkata kepada sang wali, Semua ini terjadi tanpa sepengetahuan kami. Mohon kami dimaafkan.’ Sang wali pun mengampuni dengan syarat kaum wanita dilarang masuk ke dalam masjid sebagai ganti penutupan pintu timur.” “Ah...,” kata Hanna melanjutkan. “Dan setelah itu kembali ada larangan bagi wanita untuk belajar dan pergi ke masjid. Bahkan, mereka mendatangi semua rumah satu per satu untuk mengambil semua buku yang ada. Sejak saat itulah kaum wanita Palestina dilarang untuk membaca dan menulis. Sekolah kaum wanita yang ada di Baitul Maqdis juga ditutup sejak saat itu. Bahkan, kami dilarang untuk sekadar menaiki tangga depan masjid. Jika engkau bertanya mengapa’ kepada para guru di Baitul Maqdis, mereka akan menjawab dengan berkata semuanya berada di bawah tanggungan mereka. Dan demi keselamatan al-Quds, kami pun diwajibkan diam dan tunduk.’ Padahal, kami adalah kaum yang telah berjanji untuk tidak tunduk kepada selain Allah. -o0o- 10411. Hnna Mengndng Kini hati Hanna yakin sudah bahwa dirinya telah mengandung. Benar-benar mengandung. Berisi. Benar-benar diberi amanah, Mengandung seorang bayi. Semua ini ternyata tidak seperti yang dipikirkan sebelumnya bahwa masa suburnya telah tiada. Ia pun berdoa dengan dengan ribuan pujian dan harapan kepada Tuhannya penuh dengan kekhusyukan. “Ya Rabbi! Jadikanlah bayi ini sebagai orang yang benar- benar merdeka, merdeka untuk hanya aku persembahkan kepada-Mu! Kabulkanlah doaku. Sungguh, Engkau adalah Zat Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” Demikian doa Hanna meluapkan rasa syukur dan senangnya. Wajahnya kembali cerah, kedua tangannya gemetar penuh kegembiraan. Ia kembali terbayang masa-masa muda yang penuh dengan energi. Berlarilah dirinya ke segenap ruangan. Terbang bagaikan kupu-kupu. Segera ia gandeng tangan Merzangus untuk diajaknya berlari memberi kabar ke saudara perempuannya, al-Isya. Ia pun meluapkan kegembiraannya begitu mendengar 105berita itu. Bersama meluapkan kebahagian dan rasa syukur yang seketika mengubah suasana menjadi seperti hari raya. Terguyur hati mereka dalam hujan kebahagiaan. Sebagaimana adat penduduk Palestina pada umumnya saat dalam suasana bahagia, halaman depan pintu rumah diguyur dengan air segar. Tak lupa bersedekah berpiring-piring buah zaitun kepada para peminta-minta serta aneka macam makanan dan minuman kepada para mufasir. Aneka bunga-bungaan pun digantung di jendela rumah. Setiba di rumah, bagaimanakah dirinya akan memberi tahu kabar gembira ini kepada suaminya? Al-Isya mulai sibuk memasak berbagai macam makanan untuk merayakan kabar gembira yang akan diberitahukannya kepada sang suami. Sementara itu, Merzangus sibuk merias tangan Hanna dengan tinta inai dan menyisiri rambutnya dengan minyak asir. Sepanjang hari, orang-orang berkumpul untuk melantunkan dan mendengarkan puji-pujian di rerimbunan kebun zaitun. Mendapati suasana yang seperti itu, pepohonan zaitun yang telah lama menjadi sahabat sejati Hanna seolah-olah ikut bersuka cita dengan mengembuskan angin sepoi-sepoi. Semilir udara terasa.... Seolah-olah semua makhluk bergoyang satu sama lain ikut meluapkan kegembiraan. Langit dengan bumi, mentari dengan puncak gunung saat terbit, dedaunan dengan sesamanya, sayap burung-burung yang satu dengan yang lain. 106Seakan-akan seisi alam raya kembali hidup dengan titah Zat Yang Maha Menghidupkan telah bermandikan luapan cinta dan kegembiraan di halaman kebun rumah Hanna. “Apa?” tanya Imran. Ia berhenti meneguk sirup seraya meletakkan gelasnya di atas meja dengan keras. Batangan es yang memenuhi gelas pun terkoyak hampir tumpah. Berdetak kencang jantungnya. Tersentak hatinya mendengar kata-kata yang baru saja diucapkan istrinya. Seisi rumah pun ikut guncang.... “Apa? Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan?” “Aku bilang bahwa aku sudah mengorbankan bayi yang masih berada di dalam kandungan ini kepada Allah!” “Bukankah kamu sendiri sangat tahu apa yang dimaksud dengan mengorbankan anak untuk Allah, Hanna! Kamu adalah saudara perempuan, keturunan Harun. Dan kamu juga tahu dari apa yang telah ia ajarkan bahwa hanya anak laki-laki yang bisa dikorbankan kepada Allah. Lalu, dari mana kamu tahu kalau bayi yang ada dalam kandunganmu itu akan lahir laki-laki?” “Allah Maha Mendengar apa yang kita niatkan. Aku selalu berdoa agar lahir bayi laki-laki untuk aku korbankan di jalan- Nya.” “Ah, Hanna! Tidaklah baik tawar-menawar dengan Tuhan! Seharusnya kita memohon apa yang terbaik dari-Nya!” “Kamu memang selau begitu wahai Imran saudara Harun! Selalu saja kamu bicara keras kepadaku. Selalu saja kamu menganggap diriku sebagai orang yang yang salah dan kurang. Selalu saja bicaramu bernada membentak, menyalahkan.” 107Hanna pun menangis. Imran pun gemetar, takut telah berbuat yang melampui batas kepada Allah. Di samping itu, ia juga merasa sedih dengan perasaan penuh salah karena telah melukai hati istrinya yang telah bepuluh-puluh tahun merindukan seorang anak. Ia hanya mondar-mandir tanpa bisa berbuat apa-apa. Ia memerhatikan berbagai macam makanan yang telah dihidangkan di meja, kemudian sesekali melihat ke arah istrinya yang telah berias sedemikian rupa namun kini sedang menangis pilu. Entah, siapa yang tahu seperti apa riang gembira hati sang istri karena menunggu kedatangan suaminya untuk memberi tahu berita gembira. Pedih ia melihat semua yang telah dilakukan. “Sungguhkah kata-kata itu terlalu keras?” Bagaimana kalau hati sang istri yang telah berpuluh-puluh tahun merindukan anak kini menjadi patah? Namun, bukankah ia harus lebih bersabar karena telah berjanji kepada Allah? Terdiam Imran untuk beberapa lama tanpa tahu apa yang harus dilakukan. “Janganlah engkau menangis, wahai istriku!” kata Imran seraya membelai rambut istrinya. Memerhatikan keadaan yang kurang mengenakkan, al- Isya segera mengajak Merzangus pergi. Membiarkan kedua suami-istri adalah hal yang terbaik dalam saat-saat seperti ini. “Ada apa dengan semua ini?” tanya Merzangus dalam kerdipan mata tak mengerti. Mengapa semua orang tidak bahagia? 108“Sungguh, Allah adalah Zat yang tak pernah habis dengan rahmat. Ia pasti akan mencintai dan melimpahkan rahmat- Nya kepada para hamba yang jujur dan bertakwa. Karena itu, janganlah kamu bersedih hati, wahai putriku. Sungguh, Imran dan Hanna adalah orang yang jujur dan bertakwa. Semoga Allah berkenan melimpahkan rahmat kepada mereka dan juga kita,” jawab al-Isya. -o0o- 10912. Susna Hti Imrn Remuk serasa hati Imran saat itu. Setelah berpuluh-puluh tahun lamanya, berita suci yang ia dengar adalah istrinya mengandung bayi! “Segalanya datang silih berganti. Mungkin inikah penyebab gundah hati yang aku rasakan?” demikian pikirnya. Kegundahan yang susah dipilah, sesusah dua bangsa yang saling bercerai oleh tekanan politik Romawi. Belum lagi perpisahan dengan Nabi Zakaria karena desas-desus yang berkembang belakangan. Hatinya juga merintih pedih berharap dikarunia seorang anak. Namun, hal ini sekali pun tidak pernah ia ceritakan, baik kepada istrinya maupun kepada yang lain. Di samping itu, semua isyarat tertuju kepada Hanna dan al-Isya, orang-orang yang mandul karena terlaknat’. Dalam keadaan seperti ini, berita soal Hanna yang sedang mengandung sesungguhnya adalah hadiah agung dari Yang Maha Pengasih. Sungguh, hati Imran telah koyak seperti bulu-bulu domba yang disamak menjadi benang. Terlintaslah kata-kata Zahter beberapa saat sebelum wafat, “Teruslah bertawakal kepada 110Allah. Sungguh telah dekat kedatangan berita gembira’ tentang sang pembawa kabar gembira’.” Atau jangan-jangan? Jangan-jangan bayi yang akan lahir ini adalah...? Atau, jangan-jangan, kehamilan dan kata-kata istrinya untuk mengorbankan sang bayi kepada Allah adalah tanda semakin dekat kedatangan “sang utusan”, “pembawa berita gembira”? Namun, menurut Imran, pemikiran itu hanya kondisi psikologis seseorang yang berada dalam tekanan karena sedang menantikan kedatangan seorang penyelamat. Lintasan ini kembali ia pertanyakan kepada dirinya sendiri. “Kerusakan segala tatanan di al-Quds, para perampok yang merajalela, dan sepuluh perintah Tuhan yang telah hilang telah membawamu pada pemikiran yang seperti ini, wahai Imran. Engkau pun seperti seorang ibu yang sudah renta dan mulai mengharapkan kedatangan seorang penyelamat.” Keadaan setiap orang yang berada dalam keputusasaan, kegagalan, kepenatan, porak-poranda, tatanan yang dijajah orang-orang bengis. Sebelumnya, ia akan berdiam diri dan kemudian mulai mengharapkan kedatangan seorang penyelamat dari langit. “Mungkinkah keadaan seperti ini juga?” kata Imran dalam hati. Demikian ia mulai berusaha menegakkan kembali pilar-pilar keteguhan jiwanya. Sebagai seorang yang bertawakal, bukan tugasnya untuk menantikan kedatangan seorang penyelamat, melainkan meneguhkan 111kembali penghambaannya dengan berupaya mulai menyelamatkan diri, keluarga, dan kerabat terdekatnya. Ia paham akan hal ini dan juga mengerti bahwa makna dan nilai kehidupan akan dilihat dari ikatan penghambaan seorang manusia. Saat dirinya mencoba membungkam desas-desus yang selalu berbisik, semangat yang meluap-luap dalam sebuah penantian di dalam jiwanya tak ia bisa mungkiri. “Berita gembira akan kelahiran seorang bayi,” katanya dalam suara lirih. “Kedatangan berita akan menjadi seorang ayah’ di saat usianya sudah lanjut,” katanya mencoba menenangkan diri dari gejolak di dalam jiwanya. Berjalan dan terus berjalan mengitari ruangan saat semua ini terlintas di dalam pikiran Imram. “Ah...,” katanya. “Hanna, engkau terlalu tergesa-gesa!” Bahkan, Hanna telah juga mengundang para dukun bayi terkenal dengan sebutan “tujuh dukun bayi al-Quds” ke rumahnya. Ia juga memberi tahu kepada mereka tentang kehamilannya. Bahkan, mereka juga membenarkan kehamilan itu setelah diperiksa. Tidak luput dari doa, pujia-pujian, dan membakar tembakau daun zaitun sebagai perayaan kegembiraan. Sebagai adat, setiap anak yang dikorbankan untuk Allah, nama panggilannya akan diberitahukan kepada Baitul Maqdis lewat “para dukun bayi”. 112Hanya saja, adat yang berlaku selama ini adalah untuk anak laki-laki. Jika seorang bayi laki-laki terlahir dan seorang ibu ingin mengorbankannya kepada Allah, dukun bayi yang memotong tali pusarnya akan mendaftarkan namanya kepada Baitul Maqdis. Sementara itu, anak perempuan tidak bisa dikorbankan. Setiap anak yang dikorbankan untuk mengabdi di masjid akan mendapatkan pembinaan disiplin dan penempaan isik yang sangat berat. Karena itu, anak-anak perempuan diyakini tidak akan kuat karena secara isik sangat lemah. “Ahh...,” kata Imran. “Istriku, sungguh dirimu terlalu tergesa-gesa! Apa jadinya kalau yang lahir bukan bayi laki- laki? Apa yang akan dikatakan para pemuka Baitul Maqdis yang selama ini telah bersepakat melawan kita? Pastilah hal ini hanya akan mengundang kebencian baru. Apalagi, selama ini mereka memang mencari-cari alasan untuk merendahkan martabat kita.” -o0o- 11313. Susna Hti Hnna Hanna mengurung diri di dalam kamar yang lain untuk beberapa lama. Bayi yang ada dalam kandungannya tidak lain tidak bukan adalah anugerah dari Allah. Bayi yang lahir pada usiannya yang sudah begitu senja tentu harus dikorbankan di jalan-Nya... Bukankah ini adalah pengungkapan rasa syukur yang terdalam bagi seorang hamba yang selama berpuluh-puluh tahun merindukan seorang anak? Bukankah pengungkapan syukur yang sebenarnya, pemujaan yang sesungguhnya, persembahan yang paling mulia, adalah bayi yang ada di dalam kandungannya? Lebih dari itu, tidakkah hal itu semestinya akan membuat bahagia suaminya yang setiap kali mengingatkan bahwa “engkau telah menjadi budak perasaan untuk meminta?” Jadi, meski selalu memohon, ia juga akan mengembalikan bayi ini kepada Allah. Allah Mahatahu. Sepanjang hidupnya, Hanna hampir selalu berdoa untuk dikaruniai seorang anak. Pada saat inilah Hanna akan mendapati “ujian meminta” untuk mengorbankan “apa yang diinginkan” di jalan yang sesuai dengan keinginan- Nya. 114“Segala puji aku haturkan kepada-Mu, wahai Tuhan yang menjadi tempat meminta segala permintaan. Puji syukur aku haturkan kepada-Mu yang telah mengabulkan apa yang aku minta selama berpuluh-puluh tahun ini. Kini, aku pun ingin mengorbankan “apa yang sangat aku inginkan itu” ke jalan- Mu. Mohon berkenan Engkau kabulkan pengorbananku ini!” Tidak ada nikmat kemuliaan di dunia ini yang setimpa, seimbang, dan seberat keinginannya untuk memiliki seorang anak. Menjadi seorang ibu jauh lebih ia inginkan daripada semua kenikmatan dunia yang lainnya. Namun, sebagaimana akhlak setiap hamba yang bertakwa, ia juga kadang merasa takut dengan dirinya sendiri. Takut karena terlalu menginginkan sesuatu. Keinginannya yang kuat untuk menjadi seorang ibu telah melekat, mengikat segala sendi kehidupan. Padahal, bagi seorang hamba yang mengharapkan rida Allah, setiap jenis kecanduan, keterikatan, dan keinginan masing-masing adalah penghalang dalam penghambaan kepada Allah. Padahal, bukankah seharusnya setiap hamba memangkas segala bentuk keterikatan, keinginan, dan kecenderungan dari selain kepada-Nya untuk dapat mencapai kedekatan kepada Allah? Hanna merasakan bahwa segala bentuk keinginan, kecenderungan, dan kedekatannya kepada dunia ibarat rantai yang melilit, menjerat dirinya. Sungguh benar juga apa yang dikatakan sang suaminya. Ia hampir terpenjara, terlilit erat oleh keinginannya yang kuat untuk memiliki seorang anak. Padahal, di antara dirinya dengan Allah telah terjadi perjanjian tauhid. Sebuah keterikatan yang tidak bisa dicapai dengan hasrat dan keinginan, tapi dengan kesadaran, yaitu penghambaan. Sebuah keterikatan yang juga merupakan 115deklarasi untuk meninggalkan segala bentuk keterikatan dan hasrat duniawi lainnya. Sebuah perjanjian penghambaan. Dan pengorbanannya ini adalah untuk memangkas segala rantai- rantai pengikat dunia, untuk menjadi hamba yang merdeka, untuk membebaskan ruhnya dari segala jeratan. Mengorbankannya akan menjadikan dirinya sebagai hamba yang merdeka dari keinginan yang menjeratnya. Dengan demikian, ia korbankan juga kepada Allah bayi yang menjadi satu-satunya keinginannya di dunia. “Duhai Rabbi, terimalah persembahanku,” katanya sembari bersujud. Pengorbanannya ini telah membuatnya merdeka, menjadi hamba yang semakin mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal ini, satu-satunya orang yang paling bisa memahaminya adalah Nabi Zakaria suami adiknya. Bukankah dia sendiri yang telah menjadi perawat para kurban pesembahan kepada Allah di Baitul Maqdis? Bukankah dia yang memegang kunci-kunci Betlehem? Bukankah dari Nabi Zakaria pula ia mendengarkan pemahaman ajaran akan pengorbanan? “Bukanlah daging,darah,maupun tulang-tulangkurbanmu yang akan mendekatkanmu kepada Allah, melainkan kesadaranmu untuk menghamba, untuk rida kepada-Nya.” Bukankah demikian yang dikatakan Nabi Zakaria? 116Berkurban merupakan wujud rasa syukur kepada yang dipersembahkan, ungkapan terima kasih terbaik kepada Zat Yang Maha Memberi. Oleh karena itulah… oh, oh…. Tidak! Memang tidak mungkin Hanna bersikap pelit. Tidak mungkin pula ia hitung- hitungan, tawar-menawar dalam hal ini. “Ya Rabbi, aku berkurban kepada-Mu dengan apa yang terbaik yang ada pada diriku, dengan berkurban bayi yang akan terlahir dari kandunganku untuk mengabdi di jalan-Mu.” -o0o- 11714. elairn Marym “Tidak mungkin mendapati dua kebahagiaan dalam waktu yang bersamaan, dua musim semi yang datang silih berganti,” demikian dikatakan para wanita Palestina pada masa lalu. Saat sedikit saja bahagia, selanjutnya akan datang kesedihan sebagai ujian. Oleh karena itu, mereka takut tertawa lepas dengan menunjukkan gigi. Mereka juga paham bahwa setiap tangisan akan diiringi kedatangan senyuman. Demikianlah pola kehidupan orang-orang di Palestina. Begitu pula kehidupan seorang Hanna. Sampai sudah di bulan ketujuh kehamilannya. Tubuhnya makin kepayahan. Menjadi seorang ibu di usia yang sudah menginjak senja membuatnya sampai tidak dapat keluar rumah. Untung saja ada Merzangus dan al-Isya. Keduanya selalu membantu dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-harinya. Bahkan, mereka tidak membiarkan Hanna menyentuh air dingin. Keduanya juga telah melakukan berbagai persiapan menjelang kelahiran. Merajut dan memintal benang adalah adat penduduk Palestina. Berbagai macam pakaian untuk 118sang bayi yang akan lahir pun tersedia. Setelah lahir sampai dapat duduk dan berdiri dengan lancar, anak akan tinggal bersama Hanna. Setelah itu, seabagaimana anak-anak lain yang telah dikurbankan, ia akan diserahkan kepada Baitul Maqdis. Setelah tinggal di sana sampai di usia dewasa, ia akan memutuskan sendiri untuk memilih tinggal bersama keluarganya atau tidak akan kembali lagi untuk melanjutkan mengabdi sambil belajar. Merzangus selalu memilih warna biru. Ia membuat sarung tangan bayi, penutup kepala, dan popok serbabiru, seraya mulai menghitung hari kelahiran. Merzangus juga menggambar bintang-bintang di langit dengan satu bintang paling besar dan bercahaya. “Lihat, bintang ini adalah kamu!” katanya nanti kepada sang bayi yang akan lahir. Sementara itu, al-Isya meminta dibuatkan buaian dari kayu kepada suaminya, Nabi Zakaria, untuk sang kemenakan yang akan segera lahir. Semua orang sibuk… semua orang gembira dalam penantian. Tiba-tiba berita duka membuat Hanna terpuruk. Teman hidupnya, tiang rumah tangga, pintu, sandaran, dan penopangnya, Imran sang suami, wafat. Suatu hari, wajah Merzangus terlihat begitu pucat. Ia berlari kencang dari pasar untuk segera menuju rumah. Sesampai di rumah, setelah terdiam untuk beberapa lama menatap Hanna yang sedang berdiri tepat di pintu rumah, ia langsung jatuh pingsan. 119“Hah, Merzangus pingsan!” Hanna pun segera pergi ke dapur untuk mengambil air dingin. Ia ingin membasuh muka anak itu agar segera siuman. Namun, baru sampai di pintu rumah dengan gayung berisi air, ia melihat rombongan dengan kereta kuda. Ham, Sam, Yafes, ketiga darwis sahabat Zahter, telah membawa jenazah Imran dengan membaringkannya di atas kereta kuda. “Demi Allah, katakan apa yang telah terjadi? Imran selama ini tidak pernah tidur di waktu siang hari. Dan lagi, mengapa dia dibawa dengan kereta kuda ini? Mengapa para darwis ini turun dari Bukit Zaitun meninggalkan tempat uzlahnya? Dan lagi mengapa Zakaria ikut datang juga? Apa yang telah terjadi dengan semua ini? Mengapa dia tampak pucat menundukkan wajah? Al-Isya juga mengenakan pakaian serbahitam? Mengapa... mengapa? Apa yang sebenarnya telah terjadi!?” Semua pertanyaan dan kekhawatiran terus membanjiri, seolah-olah seisi kota al-Quds mengguyur isi pikirannya. Mengapa orang-orang berduyun-duyun datang ke sini? Mengapa para tetua juga ikut berkumpul di rumahnya? Jangan… jangan, mereka jangan ke sini! Biarlah mereka pergi meninggalkan rumah ini… biar Imran kembali bangkit dari atas kereta kuda. Biar Imran tidak mati. Biar Imran menjadi seorang ayah...! “Ah, Imran saudara Harun! Kehidupanmu selalu begitu. Telah datang perintah dari Zat Yang Mahakuasa sehingga engkau pun pergi tanpa memberi tahu siapa saja sebelumnya. Ah, Imran saudara Harun! Engkau pergi tanpa melihat anakmu, tanpa membelai dan mencintai anakmu. Pergi sejauh-jauhnya ke tempat yang telah dituliskan.” 120Demikianlah keadaan Hanna. Ia terus bicara tanpa sadar mana yang sungguhan dan mana yang igauan. Genap lima belas hari ia terbaring dalam suhu badan yang sangat tinggi tepat setelah mendengar berita kematian suaminya. Pudar sudah suasana di dalam rumahnya. Tirai kain berwarna abu- abu menutupi seluruh ruangan. Gelap, menghitam sudah awan di atas taman zaitunnya. Pohon-pohon pun ikut menangis dalam kepedihannya. Dalam keadaan seperti itu, Hanna terus bersedih karena khawatir kehilangan buah hati yang masih berada di dalam kandungannya. Tujuh dukun bayi yang sebelumnya memeriksa kandungannya dan mendapati sang bayi dalam keadaan sehat kini telah terselimuti perasaan khawatir. Mereka takut sang bayi tidak bergerak dan berhenti bernapas karena ikut merasakan kepedihan. Tidak ada tanda-tanda janin bergerak di dalam kandungan Hanna. Lebih dari satu jam. Belum juga lahir ke dunia, sang bayi sudah tak punya seorang ayah yang akan menopang kehidupannya. Belum juga lahir, sang bayi sudah bersandar pada dinding tak berayah yang begitu dingin dan membuatnya menggigil. Setelah sepuluh hari, Hanna kemudian bangkit dari kesedihan. Bangkit dari rasa pedih yang membuatnya sangat terkejut atas kepergian sang suami. Pada malam hari menjelang pagi, jeritan terdengar memecah telinga. Darah mengucur deras. Merzangus dan al-Isya yang tidur di samping Hanna segera bangun untuk mencari kain guna menghentikan pendarahan. Namun, seluruh upaya yang mereka lakukan sia-sia. Darah mengucur dengan begitu deras. 121Merzangus segera berlari memanggil salah satu dari tujuh dukun bayi yang paling dekat rumahnya. Langsung saja ia ketuk pintu yang seolah-olah dengan kepalan tangan. Saat pintu terbuka dengan keras, seorang nenek bernama Murver menghampiri. Nenek yang sudah lanjut usia dan bungkuk jalannya itu pun segera mengambil alat sebisa yang ia bawa. Keduanya berjalan dengan cepat menembus keheningan malam, kencang menuju rumah Hanna. Saat itulah mereka melihat rumah itu memancarkan cahaya. Setiap tempat gelap gulita, jalan-jalan setapak, gang-gang, bahkan daerah di sekitar permukiman terang benderang. Padahal, mentari masih lama terbit. Namun, cahaya terang yang terpancar dari rumah Hanna laksana mentari yang baru saja terbit. Nenek Murver pun mengangkat pandangannya ke arah langit. “Allah adalah wakil kita!” katanya seraya terus berjalan masuk ke dalam rumah. “Atas izin Allah, telah lahir bayi perempuan. Semoga Allah menjadikanya sebagai anak mulia!” kata Murver seraya membalut bayi yang baru lahir dengan kain. Saat Hanna sedang dalam suasana yang begitu perih, kepedihannya semakin menjadi saat mendengar bayi yang dilahirkannya adalah perempuan. Sebelumnya, ia telah berniat mengorbankan anaknya kepada Allah sehingga berharap yang lahir adalah anak laki-laki. “Ah! Ya Rabbi!” jeritnya pedih. Teringatlah apa yang dikatakan oleh Imran kepadanya. “Ya Rabbi! Sungguh, Engkau telah melahirkannya sebagai bayi perempuan saat diriku menantikannya sebagai bayi laki- laki.” 122Sementara itu, al-Isya yang menunggu di ruangan tempat kelahiran menimpali dengan berkata, “Puji dan syukur kita haturkan kepada Allah yang telah melahirkannya. Pasti Dia mengetahui apa yang seharusnya terjadi. Coba lihat, betapa cantik bayimu. Lihatlah, pasti kamu tidak akan mau lagi berpisah darinya.” Menangis Hanna sembari mendekap bayi yang baru saja dilahirkannya. Allah pasti Maha Mengetahui. Pasti Dia tahu bahwa bayi ini akan dikurbankan. Meski demikian, “Perempuan tidaklah seperti laki-laki. Ia lebih lemah secara isik. Tentulah ia tidak akan bisa mengabdi di masjid sekuat kaum laki-laki,” kata Hanna dalam hati seraya terus memikirkan apa yang akan terjadi. Dirinya telah salah mengira. Memang benar bayinya perempuan. Dan memang, perempuan tidak sama dengan laki-laki. Namun, bayi perempuan ini akan melakukan kebaikan yang tidak dapat dilakukan kaum laki-laki. Hanna belum mengetahui hal itu. Seandainya saja yang lahir adalah bayi laki-laki, pasti ia tidak akan mampu mengabdi sebagaimana jika yang terlahir perempuan. Hanna tidak tahu semua itu.... Hanna juga belum tahu kalau Zat Yang Maha Mencipta telah menghendaki bayi perempuan. Bayi yang baru saja lahir itu akan menjadi seorang ibu yang sangat penyabar, tabah, dan penuh keteguhan. Seorang ibu yang akan melahirkan seorang putra bernama Isa yang akan menyeru kepada seluruh dunia dengan ajarannnya. Seolah-olah ribuan lilin serempak dinyalakan dan ruangan menjadi begitu terang. Tidak hanya itu, harum semerbak wewangian juga tercium begitu memesona oleh setiap orang 123yang ada. Jelas tercium wangi bunga mawar segar, melati, mint, cengkih, dan oregano. Kening sang bayi juga begitu terang memancar laksana permata. Ia tersipu dengan senyuman maknawi yang mengembuskan ketenangan penuh makna. Begitu lain dibanding bayi pada umumnya. Merzangus juga terpana memerhatikan wajah mungil bayi yang akan menjadi teman dekatnya. Ia perhatikan bayi itu seolah-olah tersenyum dengan sisih waja yang kanan dan menangis pada sisi wajah yang kiri secara bersamaan. Mungil kedua tangannya, bergerak-gerak mencoba menggapai udara kosong yang ada di atasnya. Hanna berusaha mengumpulkan seluruh tenaganya untuk duduk bersandar di pembatas ranjang. “Ya Rabbi! Aku beri nama bayi ini Maryam. Aku berharap Engkau berkenan melindunginya dan keturunannya dari setan yang telah dihardik!” katanya. Hati Merzangus terasa begitu berdebar. Maryam adalah nama paling baik untuk diberikan kepada seorang bayi. Maryam bermakna seorang hamba yang tekun beribadah, tekun menghamba kepada Allah, dan juga berarti seorang perempuan yang begitu rajin bekerja. Maryam juga nama kakak perempuan Nabi Musa. Ibundanya yang bernama Hani telah mengutus Maryam agar Musa yang masih bayi dialirkan pada sungai dengan sebuah peti kayu. Sepanjang sungai ia mengikuti laju adiknya. Dengan penuh kehati-hatian, ia mengikutinya. Dan memang, ia adalah seorang yang cerdas dan cekatan. Begitu mendapati aliran peti kayu yang berisi bayi adiknya melaju ke kolam istana Firaun, segera Maryam bersembunyi di balik semak- semak. Kemudian, ia mendapati istri Firaun yang bernama 124Asiyah begitu bahagia mendapati bayi adiknya. Bahkan, ia juga mendengar Asiyah memang menginginkan seorang ibu untuk menyusui bayi yang didapatkannya. Tidak hanya itu, Maryam juga telah menjadi perantara agar ibundanya dapat datang ke istana untuk menyusui adiknya dengan air susu ibundanya sendiri. Demikianlah seorang Maryam. Ia begitu cerdik, cekatan, rajin, cerdas, pemberani, dan suka berkorban. Inilah silsilah Maryam ayahandanya bernama Imran, putra Masan, putra Yasyham, putra Amun, putra Minsya, putra Hazkiya, putra Ahaz, putra Yusam, putra Azriya, putra Yawsy, putra Ahzihu, putra Yaram, putra Yah Afas, putra Asa, putra Abya, putra Rahba’am, putra Sulaiman , putra Daud ... Ketika masih dalam kandungan, Maryam adalah seorang yang telah dipanjatkan doa kepada Allah agar terlindungi dari kejahatan setan. Dan benar, para alim pada masa-masa kemudian telah menjadi saksi kalau Maryam adalah seorang yang terlindungi dari setan dan kenistaan. Para alim di masa setelahnya pun telah membubuhkan catatannya demikian “Tidak ada satu bayi pun yang terlahir di dunia ini tanpa disentuh oleh setan. Karena disentuh setan, setiap bayi menangis. Namun, Maryam dan putranya Isa adalah terkecuali.” Bagaimanakah garis takdir seorang bayi? Bagaimana Tuhan menetapkan garis takdir pada seorang bayi yang diciptakan dari setetes air yang kemudian dibentuk 125menjadi embrio, dibentuk lagi dengan kerangka, daging, dan otot-otot sehinga menjadi bentuk yang sempurna? Tentu saja ini pertanyaan yang berat. Para alim yang lain juga menuliskan tentang sosok Maryam yang tidak tersentuh oleh setan sebagai berikut. “Ketika seorang bayi masih berada di dalam kandungan, malaikat bertanya kepada Allah untuk ditulis seperti apa garis takdirnya? Allah memerintahkan malaikat melihat ke arah kening ibundanya. Malaikat pun memerhatikan kening ibundanya yang terdapat catatan dan tampak bercahaya. Dari catatan itulah bentuk rupa sang anak di masa mendatang, ajal, kebahagiaan, dan kesedihan yang akan dialaminya terlihat satu per satu. Saat itulah malaikat meminta malaikat yang lain mencatat apa yang telah dilihatnya. Pada catatan itu pula malaikat membubuhkan tanda bahwa catatan tersebut dengan seizin dan perintah Allah dapat diubah di waktu kemudian. Setelah itu, hasil catatannya distempel dan ditempelkan di kening di antara kedua mata sang bayi. Saat bayi dilahirkan ke dunia dari rahim ibundanya, ada malaikat bernama Zajir yang mendekapnya. Dekapan itulah yang membuat setiap bayi menangis saat dilahirkan.”* Ada satu kalimat kunci tentang Maryam dan garis takdir yang telah ditetapkan kepadanya, yaitu “ia telah dikurbankan”. 126Ya, Maryam telah dikurbankan. “Kurban, nazar” sebenarnya janji untuk melakukan sesuatu padahal tidak diwajibkan kepadanya. Kalimat kunci kedua tentang Hanna dan Maryam adalah “mereka menjadi sosok merdeka”. Kata “merdeka” sangat lekat pada diri Maryam. Hal ini menunjukkan bahwa ia merdeka dari tipu daya dan nafsu dunia sepanjang kehidupannya. Kata “muharraran” yang berarti merdeka, diputusnya jeratan tali yang membelenggu yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang menjadi budak. Jika masdarnya “tahrir”, berarti juga menuliskan, membubuhkan ke dalam kitab. Karena itulah Maryam adalah sebuah kitab yang lahir dari ibundanya. Terbebas Maryam dari semua jeratan. Saat belum dilahirkan ke dunia, ayahandanya telah tiada. Saat setelah kelahirannya pun ia mendapati ibundanya yang telah sakit. Satu pekan setelah kelahiran, pendarahan yang dialami Hanna semakin menjadi. Saat itulah, ketika al-Isya sedang kembali ke rumahnya untuk mencuci pakaian, Hanna mengambil kesempatan untuk memanggil Merzangus ke sampingnya. “Datanglah kemari wahai anakku yang baik!” “Ibundaku, Hanna! Bagaiamana keadaanmu hari ini, semakin membaikkah?” “Wahai anakku yang manis! Kamu kini telah menjadi anak yang lebih dewasa. Maryam juga nanti akan memanggilmu kakak. Sekarang, aku mau bicara sesuatu, tapi kamu jangan merasa takut!” “Ada apa, Ibunda?” “Kini, kamu sudah lebih dewasa, sudah menjadi kakak!” 127“Ibunda Hanna! Mengapa Anda bicara begitu? Kita akan bersama-sama membesarkan bayinya. Kalau Ibunda bicara seperti itu, tentu saja saya merasa sangat takut.” “Tidak ada yang perlu ditakuti, wahai anakku yang manis! Kemarin malam aku bermimpi bertemu dengan Imran, Merzangus. Aku sangat merindukannya sehingga aku pun berlari menemuinya. Mengapa kamu tidak lagi mengunjungi rumah kita,’ tanyaku kepadanya. Ia pun menjawab, Setelah amanahnya kamu serahkan, justru akulah yang menunggumu untuk datang ke sini besok malam.’ Kemudian, ia memanggilku dengan suara keras, Wahai saudara perempuan Harun,’ katanya sembari menggeleng-gelengkan kepala dan tertawa. Jangan sampai lupa menyerahkan amanahnya,’ katanya mengulangi lagi pesannya.” “Baiklah, Ibunda Hanna. Jangan bunda paksakan. Kita tunggu al-Isya datang. Ia yang lebih tahu tabir mimpi ini. Semoga baik apa yang akan terjadi.” “Merzangus, jangan berpura-pura tidak tahu. Aku sudah lagi tak bertenaga. Tidak ada lagi waktu yang tersisa. Aku tidak bisa menunggu sampai al-Isya datang. Tolong bantu aku untuk bersandar. Tolong juga selimuti Maryam, kita berangkat ke masjid sekarang!” “Tapi, sama sekali tidak ada kain selimut. Al-Isya sudah membawa semuanya untuk dicuci. Sekarang Maryam hanya mengenakan kain tipis di buaian. Kita tidak bisa membawanya keluar tanpa selimut.” “Ambil saja baju jubahku di sana. Selimuti bayinya dengannya!” Meski telah berusaha keras menghalang-halangi, Hanna tetap kukuh untuk melakukan sesuatu. Dengan bayi yang 128diselimuti jubah dan tubuh yang sempoyongan, Hanna membawa Maryam ke masjid dalam dekapannya. Sesekali Hanna terpaksa harus beristirahat untuk beberapa lama... dan sesekali pula ia memberikan bayinya kepada Merzangus... Sementara itu, pendarahan yang dialami Hanna kian menjadi. Seakan-akan jalanan dari rumah hingga ke masjid dipenuhi darah. Tidak tersisa lagi tenaganya. Ia pun lemas bersandar pada sebuah tangga masjid. Para penjaga masjid pun berlari menujunya. Mereka berteriak-teriak keras. Beberapa orang lainnya membunyikan terompet dengan keras. Mereka melarang wanita memasuki masjid. Karena gaduh, para pengasuh pun berdatangan. Mereka tercengang melihat Hanna yang bersimbah darah membawa bayi yang diselimuti jubahnya. Hanna dan Merzangus pun lebih tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi. Dengan sedikit tenaga yang masih tersisa, Hanna memegang bayinya seraya berkata, “Bayi ini telah aku kurbankan kepada Tuhan untuk menjadi anak yang merdeka, terbebas dari segala belenggu dan jeratan dunia. Namanya Maryam,” katanya, dan kemudian jatuh tersungkur seketika. Imran dan istrinya, Hanna, wafat silih berganti. Al-Quds pun guncang mendapati berita berkabung ini. “Anak adalah rahasia sang ayah,” demikian kata para leluhur. Demikian pula dengan Maryam. Karena ayahandanya orang yang mulia, para pangasuh masjid pun langsung menerimanya dengan penuh hormat. Kini, sudah tiada lagi yang tersisa selain bayi berselimut jubah yang telah diserahkan kepada masjid agar kenangan dari Imran tetap hidup. Seorang bayi dari keturunan Bani Masan yang bernama Maryam. 129Dialah bayi yang ayah maupun ibundanya keturunan Nabi Harun dan kini terbaring sendiri, ditinggalkan di atas tangga menuju masjid. Sang ibunda telah menyerahkan bayinya untuk dibimbing dalam ketaatan beribadah, belajar. Ayahandanya adalah Imran bin Masan, seorang alim yang paling terkemuka sehingga semua orang pun berebut untuk dapat menjadi wali asuhnya. Bahkan, beberapa orang yang telah dengan sembunyi- sembunyi menentang Imran saat dirinya masih hidup ikut saling berebut untuk dapat menjadi wali asuhnya. Iya, mereka tahu, siapa yang mengasuh bayi ini akan mendapati kemuliaan dan kehormatan, bahkan sejak sebelum dilahirkan . Demikianlah, Allah dengan kuasa-Nya telah menjadikan hati mereka cenderung mengasihi dan menyayangi seorang bayi bernama Maryam. Sama keadaannya dengan kisah Nabi Musa yang mendapati perlindungan di dalam istana, yang bahkan seorang Firaun pun cenderung mengasihinya. Begitulah kuasa Allah. Seorang yang berhati baja sekali pun dapat tiba-tiba menjadi lembut sehingga sang bayi dapat bertakhta di dalam hatinya.... -o0o- 130ha15. Pengsuh Marym Pada saat Maryam diserahkan, di Baitul Maqdis sudah ada empat ribu anak yang sama seperti dirinya. Mereka semua diserahkan untuk mengabdi di jalan Allah. Seluruhnya laki- laki. Setelah mulai dapat bicara, mereka diserahkan untuk disertakan dalam pendidikan di masjid. Ini berbeda dengan Maryam. Selain wanita, ia masih seorang bayi yang baru dilahirkan. Dirinya butuh wali untuk mengasuhnya sebelum dapat memulai pelajaran dan pendidikan di masjid. Pada saat itulah Nabi Zakaria berbicara dengan tegas. “Diriku menikah dengan bibi bayi yang telah dikurbankan ini. Oleh karena itu, dirikulah yang berhak menjadi walinya,” katanya dengan suara lantang sembari menuruni tangga di pintu masuk Baitul Maqdis. Namun, ketika Nabi Zakaria hendak mengangkat sang bayi, tiba-tiba ada seorang dari salah satu guru telah menghalang- halanginya dengan bersuara lantang pula. “Kami juga ingin menjadi wali asuh bayi mulia yang telah dikurbankan di jalan Allah ini. Anda tidak bisa mengasuhnya begitu saja! Kita harus adakan undian sehingga semua orang akan rela dengan hasilnya!” 132Ketika terdengar seruan untuk berbuat kebaikan yang seperti ini, semua guru juru tulis langsung beramai-ramai berebut untuk ikut melemparkan pena mereka ke dalam sungai. Barang siapa yang penanya tidak tenggelam, dirinyalah yang akan berhak menjadi orangtua asuh Maryam. Demikianlah adatnya... Mereka pun semua mengumpulkan pena kayu kepada seorang santri yang belum balig yang juga telah dikurbankan di jalan Allah. Dengan iringan doa dan puji-pujian, semua pena yang terkumpul akan dibawa ke pinggir sungai Yordan untuk diundi. Satu, dua, tiga, empat, lima.... Genap empat puluh pena. Dan keempat puluh pena itu menginginkan menjadi orangtua asuh Maryam… menginginkan untuk menjadi walinya. Sungguh, inilah kuasa Ilahi. Semua orang berlomba menerima kehadiran Maryam. Kedua mata Merzangus pun berkaca-kaca saat menyaksikannya. Kuasa Zat yang telah membolak-balikkan hati sehingga yang tadinya keras membatu kini menjadi lembut, berbalik menyayangi Maryam. Demikianlah, perlombaan untuk menyayangi Maryam terjadi di pinggir sungai Yordan. “Oh... sungai,” kata Merzangus. “Sungguh engkau seperti garis takdir yang membedakan antara yang benar dan yang salah, serigala dan domba.... Entah siapa yang tahu telah berapa banyak kejadian yang telah engkau saksikan hingga saat ini? Berapa banyak yang telah engkau telan ke dalam banjir aliran airmu? Berapa banyak yang engkau belai dengan embus angin sejuk menyegarkan dari permukaan airmu sehingga mereka pun mendapatkan kedamaian, kenyamanan, meski tidak ada pula yang tahu 133entah berapa orang yang engkau tenggelamkan hingga ke dasar aliranmu?” Oh sungai...! Sungai yang berambut panjang! “Oh sungai! Engkaulah yang telah menggenggam perintah Allah sehingga taat untuk meluap maupun menyurut, taat untuk menenggelamkan maupun mengangkat sesuatu, dan taat pula untuk memilih pena para juru tulis itu?” Jika Maryam yang masih bayi diberikan kepada al-Isya, bukankah memang dirinya yang paling tepat dan paling mulia untuk mengasuhnya? Namun, mengapa mereka yang menghardik dan menyakiti kedua orangtua Maryam saat masih hidup kini berbalik merasa memiliki hak untuk mengasuhnya? Mungkinkah hal ini terjadi? Benar, semua ini sedang terjadi. Namun, Merzangus seakan masih belum mampu mencernanya. Memahami penerimaan semua orang kepada Maryam yang akan menjadi kesaksian penting dalam kehidupannya kelak di masa mendatang. Perlombaan untuk menjadi orangtua asuh menandakan bahwa “mereka menerima Maryam sebagai bayi yang baik.” 134Tibalah saatnya untuk melempar pena ke dalam sungai. Semua pena tenggelam, kecuali satu. Tiga puluh sembilan pena tenggelam ke dasar sungai, kecuali satu. Dan pena itu atas kehendak Allah adalah milik Nabi Zakaria. Merzangus langsung dapat mengenali pena itu. Pena berhias bintik- bintik pada permukaannya. Ia pun luap dalam kegembiraan, mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi ke udara, melantunkan doa dan puji-pujian sembari berlari-lari kegirangan. Memang, seharusnya Maryam diasuh al-Isya, bibinya. Dengan undian itu, setiap orang pun tidak akan lagi protes. Semua orang harus rela karena undian telah diadakan dengan adil di muka umum. -o0o- Setelah melewatkan hari-hari yang pedih, kehidupan baru Maryam mulai disusun. Al-Isya dan Merzangus mendidik Maryam penuh dengan kasih sayang. Demikian pula dengan Nabi Zakaria. Ia mengasuh Maryam seperti anak kandung sendiri hingga Maryam dapat berbicara, duduk, berdiri, dan dapat mengerjakan semua kebutuhan diri sendiri. Selang waktu yang terus berjalan, semua anggota keluarga menyadari bahwa waktu untuk menyerahkan Maryam ke masjid sebagai anak yang telah dikurbankan telah tiba. Mereka mengasuh Maryam sampai menginjak usia enam tahun. Maryam adalah anak yang jauh lebih cerdas, peka, dan perhatian dibanding anak-anak sebayanya. Daya hafalnya juga sangat kuat. Begitu mampu berbicara, ia langsung mengenal 135kehidupan belajar bersama dengan Nabi Zakaria. Selain Merzangus, al-Isya dan Zakaria adalah dua orang yang selalu melindungi Maryam. Karena itu, saat menyerahkan Maryam ke masjid, mereka meminta pengurus masjid membuatkan satu ruangan khusus untuk Maryam. Selesai sudah waktu belajar di tahap pertama bersama dengan sang bibi, al-Isya. Tibalah waktu bagi Maryam untuk melanjutkan pendidikan pengabdian di masjid. Bibinya tentu merasa berat melepasnya. Saat sang suami memberi tahu waktu itu sudah tiba, al-Isya tidak kuasa menahan tangis. Bagi sang bibi, Maryam adalah kenangan terindah yang telah ditinggalkan mendiang kakaknya. Ia ibarat angin yang selalu berembus membawa ingatan kepada kakaknya. Udara yang berembus memberikan kesegaran mengenai masa lalunya. Dialah lilin yang masih tetap menyala dari keluarga Fakuza, darah yang masih mengalirkan keturunannya, musim semi yang menghidupkan ruangan sepi dengan memberi keindahan dengan warna-warni bunga. Demikian pula dengan Merzangus. Ia telah berjanji mengabdi, menopang, dan melindungi Maryam sampai mati. Janjinya ini semakin lama semakin dipahami dengan begitu mendalam saat merenungi bagaimana cendekiawan Zahter membawanya ke al-Quds sebagai seorang yatim. Sebuah perjalanan yang membawa pesan bahwa Maryam adalah tanda pertama kedatangan berita gembira yang telah dijanjikan. Maryam harus dilindungi, dijaga. Jika ia bukan seorang anak yang telah dikurbankan, pasti Merzangus dan juga al-Isya akan selalu melindungi dan tidak akan pernah mengizinkannya keluar dari rumahnya. -o0o- 13616. Ibi Sraj, Sng Penklk Snga Saat al-Isya dan Nabi Zakaria sedang mendiskusikan waktu yang tepat untuk menyerahkan Maryam ke Baitul Maqdis, Merzangus menuntun adik kecilnya itu jalan-jalan ke alun- alun al-Quds. Tempat itu dipenuhi penduduk yang sedang melakukan aktivitas jual-beli. Merzangus ingin membelikan Maryam pita warna-warni untuk mengikat rambutnya. Tangan Maryam pun dipegang erat-erat sambil menyusup dalam keramaian. Bising teriakan para penjual terdengar keras saat memasarkan barang dagangan, seperti cermin, sisir, dan perlengkapan kecantikan lain. Merzangus melihat gelang kaki yang terbuat dari batu berwarna biru laut yang sangat disukainya. Namun, karena harganya tidak cocok, ia pun tidak jadi untuk membelinya. Ia berpindah dari toko kain ke toko alat-alat tulis. Merzangus dan Maryam asyik melihat-lihat buku tulis, botol tinta, tempat pena, dan peralatan tulis lain. Saat itulah ada seorang pedagang dari Persia memerhatikan Merzangus ketika memilih-milih tempat pena. Pedagang itu pun berseloroh kepadanya. “Memang kamu bisa baca tulis?” 137Merzangus segera menurunkan cadarnya karena sadar dirinya sudah cukup dewasa. Merzangus bersama dengan Maryam pun segera meninggalkan toko alat tulis itu. Pada masa itu, kaum wanita masih dilarang membaca dan menulis. Tak heran jika dirinya sebisa mungkin merahasiakan kemampuannya dalam membaca dan menulis. Maryam, sebagaimana biasanya, sangat tidak suka keramaian. Keresahan menyelimuti dirinya karena berada di tengah-tengah keramaian. Keningnya dipenuhi keringat. Wajahnya memandangi Merzangus yang memengangi tangannya dengan erat seolah-olah ingin berkata, Ayo segera pergi dari sini’. Tidak lama kemudian, Merzangus pun memutuskan beranjak meninggalkan pasar. Namun, begitu keluar dari gerbang pasar, Merzangus berbelok arah untuk menghampiri kerumunan yang di dalamnya terdengar lantang ke udara auman singa. Meski ada yang berteriak ketakutan, sebagian tetap bersorak kegirangan. Sementara itu, hampir semua wanita terlihat takut. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Saat sedikit mendekati keramaian itu, Merzangus dan Maryam melihat seorang bertubuh tinggi besar dan berkulit hitam sedang berdiri tegak. Ia berseru kepada kerumunan orang dari tengah-tengah lapangan. Dari pakaian yang dikenakannya, tampak jelas orang itu berasal dari kalangan bangsawan. Saat memerhatikan cemeti yang dipegangnya, dengan dua singa besar berada dalam kandang serta tiga ekor ular besar melingkar di dalam tembikar, orang itu pasti berasal dari daerah Magribi. Merzangus segera menarik Maryam untuk segera beranjak dari pertunjukan sirkus yang dipenuhi orang-orang. 138Namun, Maryam justru menarik tangannya agar tetap berada di pinggir keramaian untuk menonton pertunjukan. Maryam memang dikenal sangat menyayangi hewan. Bahkan, ia sering mengajak bicara kucing-kucing dan burung piaraan saudara sepupunya. Maryam juga sering terlihat bercakap-cakap dengan keledai milik Nabi Zakaria yang bernama Kaukas. Belum lagi dengan anjing dan kucing-kucing di jalanan. Maryam begitu perhatian dengan menunjukkan kasih sayangnya kepada mereka. Saat itu, tampak pawang hewan mengenakan kerudung kepala yang terbuat dari satin berwarna biru. Terselip pula bunga mawar berwarna merah di dekat telinga sebelah kanan. Ia berjalan mondar-mandir untuk menarik perhatian pengunjung dengan melecutkan cemetinya sembari membacakan puisi dengan suara lantang. Mungkinkah orang ini keturunan pengembara nomaden yang datang dari daerah sangat jauh? Saat memerhatikan kedua singa yang berlarian karena cambukan cemeti sang pawang, tanpa sadar cadar penutup muka Merzangus sedikit terbuka. Saat itulah pawang itu berbicara kepada Merzangus dengan bahasa Arab yang begitu fasih. “Wahai wanita mulia, takutkah Anda?” tanyanya. Merzangus pun menjawabnya dengan bahasa Arab yang sama fasih. 139“Tidak. Aku tidak takut. Aku hanya kasihan kepada kedua singa itu karena perlakuan Anda ini!” Mendapati jawaban dari Merzangus, sang pawang dari Magribi itu malah tersenyum riang seraya kembali bicara dengan suara lebih lantang. “Oh, Anda bisa bahasa Arab dengan begitu fasih!” Merzangus kemudian tersadar. Ia lupa kalau dirinya sedang berada di tengah-tengah Pasar Farisi. Para penjaga pasar ternyata mendengar pembicaraan mereka. “Hai kalian berdua...!” seru seorang penjaga pasar kepada Merzangus dan pawang dari Magribi itu sambil menunjukkan tongkat kayunya. “Siapa kalian berdua ini!? Dari mana asal kalian? Bahasa apa yang baru saja kalian ucapkan?” Sang pawang Magribi itu segara mendekati petugas pasar itu. “Salam hormat saya haturkan kepada Anda. Mohon maaf sebelumnya. Saya adalah Muhsin Ibni Siraj, seorang pawang pengembara yang datang ke al-Quds dari Tarablus. Ini adalah dua singa peliharaanku bernama Layl dan Syams, sementara ketiga ular ini bernama Lam, Tam, dan Syam.” Ibni Siraj lalu mengeluarkan kipas berujung bulu burung merak dari dalam lipatan jubahnya seraya melambaikannya dengan menunduk untuk kembali memberi salam penghormatan kepadanya. Merzangus pun segera membenahi cadarnya sehingga penjaga pasar itu sama sekali tidak mengenalinya. “Engkau! Wahai wanita! Tuntunlah putrimu dan segera tinggalkan tempat ini. Dan engkau, wahai pawang! Kumpulkan kedua singa dan ular peliharaanmu. Engkau harus aku bawa 140ke kantor kependudukan di Baitul Maqdis untuk diperiksa mengenai izin tinggal di kota ini,” kata penjaga pasar itu dengan suara tegas. Dengan penuh kekhawatiran, Merzangus langsung mendekap Maryam seraya membawanya pergi. Sesampai di rumah, al-Isya tampak sedang menyiapkan pakaian dan perbekalan Maryam dengan wajah begitu sedih dan mata yang basah. Malam itu, Maryam akan diserahkan ke Baitul Maqdis. Merzangus juga terlihat terguncang. Semua orang sebenarnya tahu bahwa hal ini pasti datang. Begitu pula dengan Nabi Zakaria. Meski hatinya pedih, ia mencoba bicara untuk menguatkan perasaan semua orang bahwa tidak ada hal yang perlu dirisaukan. Ia yakin Allah adalah sebaik-baik Zat yang akan melindungi Maryam, termasuk dirinya dan juga yang lain. “Engkau adalah saudara Nabi Daud wahai Zakaria! Bukankah engkau tahu bahwa orang-orang yang selama ini memusuhi kita bermukim di dalam Baitul Maqdis? Apakah al-Quds masih seperti yang dulu sehingga kita berani memercayakannya kepada para rahib di sana? Bukankah kita semua tahu bahwa mereka tidak lain tangan kanan penguasa Romawi? Mungkinkah kita akan memercayai mereka sebagai ayah dan juga ibu baginya?” tanya al-Isya dengan nada sedih. “Ah, istriku! Bersabarlah! Di sana juga banyak orang yang mencintai Maryam. Janganlah engkau khawatir!” jawab Nabi Zakaria. Di antara semua orang, hanya Maryam yang tetap tersenyum. Dirinya tampak tegar dan berserah diri kepada 141
Maryam(Maryam, Maryam atau Mariam), disebut Maria dalam Kristen, adalah tokoh dalam Al-Qur’an dan Alkitab. Dia adalah ibu ‘Isa. Tradisi Islam dan Kristen meyakini Maryam mengandung ‘Isa secara mukjizat, yakni dalam keadaan perawan dan tanpa campur tangan laki-laki. Maryam termasuk tokoh yang dihormati dalam Islam dan Kristen.
masjiddarussalam18 Download PDF Publications 228 Followers 19 Maryam Bunda Suci Sang Nabi Sibel Eraslan Maryam Bunda Suci Sang Nabi Sibel Eraslan View Text Version Category 22 Follow 1 Embed Share Upload
1 Segala yang disandarkan Nabi SAW. Berupa perkataan, perbuatan dan taqrir nabi dapat dijadikan dasar dalam aqidah Islam yang disebut A. Ijma’ C. Hadits B. Qiyas D. Al Qur’an 2. Manusia secara fitrah dikenalkan dengan Sang Pencipta alam semesta, termasuk manusia, maka seseorang dengan mempelajari akidah Islam mempunyai tujuan
Uploaded byMuhammad Arif 82% found this document useful 11 votes38K views7 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsPDF or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document82% found this document useful 11 votes38K views7 pages19 Surah MaryamUploaded byMuhammad Arif Full descriptionJump to Page You are on page 1of 7Search inside document You're Reading a Free Preview Pages 4 to 6 are not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
E4bN. 1fn4q060o6.pages.dev/1131fn4q060o6.pages.dev/1631fn4q060o6.pages.dev/631fn4q060o6.pages.dev/1461fn4q060o6.pages.dev/801fn4q060o6.pages.dev/741fn4q060o6.pages.dev/1491fn4q060o6.pages.dev/1501fn4q060o6.pages.dev/242
maryam bunda suci sang nabi pdf